Thursday, September 17, 2009

Paras Tuhan Yesus (2)


Oleh: John Adisubrata

JAMES CAVIEZEL

Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia--begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi--” (Yesaya 52:14)

Film The Passion of the Christ karya Mel Gibson membuka pengertian untuk pertama kalinya bagi setiap penonton, bahkan para pengikut Kristus sendiri, bagaimana dahsyatnya penderitaan yang harus dilalui oleh Tuhan Yesus sebelum Ia dipakukan di kayu salib, hanya untuk menanggung dosa-dosa segenap umat manusia di dunia. Film tersebut juga membantu secara grafis arti ayat-ayat yang ditulis oleh nabi Yesaya di pasal 52 dan 53, yang sering kali dicomot keluar begitu saja dan diuraikan di luar pengertian keseluruhan pasal.

James Caviezel, seorang aktor Hollywood yang sebelumnya membintangi beberapa film terkenal lainnya, seperti: My Own Private Idaho (1991), The Thin Red Line (1998) dan The Count of Monte Christo (2002), memerankan Yesus di sana. Sampai saat ini wajahnyalah yang paling dikenal dan dikenang oleh orang-orang sebagai Kristus, melebihi wajah aktor-aktor lain yang pernah merepresentasikan kehidupan-Nya di layar putih sebelumnya. Peran yang ia bawakan benar-benar berhasil mempesona perhatian para penonton di seluruh dunia. Sekarang, jika orang-orang membicarakan Kristus, yang selalu ada di dalam pikiran mereka adalah bayangan paras James Caviezel, gara-gara kedahsyatan pengaruh film tersebut.

Entah mengapa, semenjak saya lahir baru lebih dari 12 tahun yang lalu, selama mempelajari firman Tuhan, saya selalu mengerti dan mempunyai pendapat, bahwa bayangan paras Tuhan Yesus bagi saya kurang-lebih seperti paras James Caviezel: tampan, bermata coklat (warna kedua mata James Caviezel sebenarnya adalah biru), berambut hitam yang berombak, bertubuh tinggi dan gagah, berbahu lebar, berdada tegap, bersikap lembut tapi tegas, penuh kharisma, selalu tampak menonjol di tengah-tengah kumpulan banyak orang, dan yang paling penting, mempunyai wajah yang bersinar penuh dengan kasih! Itulah pendapat saya jauh sebelum film itu ada!

Pandangan itu terpupuk oleh pengalaman-pengalaman saya sendiri selama ini bersama Roh Kudus. Pada saat saya lahir baru, hari Minggu tanggal 30 Maret 1997 jam 2:30 siang, saya berjumpa dengan Tuhan untuk pertama kalinya. Semenjak saat itu saya tahu, Dia dahsyat luar biasa! (Baca: Semuanya adalah Kasih Karunia) Lalu ketika saya mempersiapkan diri untuk menulis buku Sekilas dari Keabadian di tahun 2001, hasil percakapan saya dengan Ps Ian McCormack yang mendetil mengenai pertemuannya dengan Tuhan Yesus saat mati surinya, meneguhkan segala sesuatu mengenai Dia yang dengan iman sudah ada di dalam bayangan pikiran saya sendiri.

Saya yakin, paras Yesus sekarang masih tetap sama seperti paras Yesus dahulu, pada masa pelayanan-Nya di dunia. Kitab Ibrani 13 ayat 8 mencatat: Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” Perbedaannya sekarang hanya, … Ia bukan manusia biasa lagi, tetapi Tuhan Yang Mahakuasa! (Wahyu 1:9-20)

Kesimpulan yang bisa saya ambil selama ini adalah:

1. Tuhan Yesus pasti berparas cakap, karena Ia adalah Allah yang menjadi contoh/teladan gambar dan rupa manusia biasa. (Kejadian 1:26) Rasul Yohanes menulis: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” (Yohanes 1:18) Kalau James Caviezel, Brad Pitt atau Mel Gibson, manusia-manusia biasa penuh dosa yang dilahirkan dari keluarga-keluarga yang juga berdosa, bisa mempunyai paras sempurna seperti itu pada saat mereka berumur 30-an, mengapa Yesus tidak? Bukankah mereka diciptakan oleh-Nya menurut gambar-Nya? Sebelum dilahirkan, Yesus sudah dinubuatkan sebagai Anak Allah yang kudus, tidak bercacat, tidak berdosa dan murni berasal dari sorga: ‘Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Lukas 1:35) Bukankah sebagai orang percaya, kita tahu, bahwa pengaruh dosalah yang menjadi asal-mula segala kekurangan dan ketidak-sempurnaan ‘hidup’ manusia? Hal itu tentu tidak berlaku bagi-Nya, karena Ia sama sekali tidak berdosa!

2. Tuhan Yesus pasti berperawakan tegap dan gagah, sebab sebelum masa pelayanan-Nya di dunia, Ia bekerja sebagai seorang Tukang Kayu. Setiap laki-laki berumur 30-an yang bekerja di bidang itu biasanya mempunyai tubuh yang atletis. Kesibukan mereka sehari-hari yang selalu menggunakan tenaga jasmani, akan mempengaruhi pertumbuhan perawakan mereka dengan cepat. Apalagi bagi orang-orang yang berasal dari Timur Tengah! Injil Lukas mencatat tentang pertumbuhan-Nya seperti ini: “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Lukas 2:52)

3. Tuhan Yesus pasti tampak menonjol di tengah-tengah kumpulan banyak orang, karena paras, bentuk tubuh, sikap, tatakrama, kharisma dan pancaran cahaya wajah-Nya yang penuh kasih, langsung membuat Dia tampak berbeda sekali dengan orang-orang lain. Injil Yohanes mencatat peristiwa pertemuan pertama antara Yesus dan Yohanes Pembaptis seperti ini: ‘Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” (Yohanes 1:29) Yohanes Pembaptis bisa langsung mengenali-Nya di antara banyak sekali orang-orang yang khusus datang kepadanya untuk dibaptis, padahal ia belum pernah bertemu dengan Yesus!

Itu hanya beberapa argumentasi saja dari banyak sekali ayat-ayat di dalam firman Tuhan yang membuktikan, bahwa Yesus bukan seorang yang berwajah buruk, bertubuh kurus sekali atau agak gemuk atau pendek. Selain itu Ia juga bukan seorang yang berparas tidak menawan hati, sehingga seolah-olah diabaikan begitu saja oleh masyarakat pada masa pelayanan-Nya di dunia! Karena Yesaya 52:14 dan 53:2 sebenarnya adalah bagian-bagian dari nubuatan terpenting tentang saat-saat penderitaan luar biasa yang akan ditanggung oleh-Nya di kayu salib. (Yesaya 52:13-53:12) Kedua ayat tersebut sebenarnya melukiskan kengerian wajah dan tubuh Kristus yang sudah tidak bisa dikenali lagi, oleh karena siksaan-siksaan biadab yang seharusnya ditimpakan kepada kita, umat yang wajib dihukum!

Nabi Yesaya mencatatnya: “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” (Yesaya 53:5) Penderitaan Yesus yang sangat memilukan hati tersebut, berhasil dirangkum dan dikisahkan kembali oleh Mel Gibson dengan jitu sekali di dalam filmnya: The Passion of the Christ!

Nabi Yesaya juga menubuatkan kelahiran Tuhan Yesus di awal kitabnya: “Pada waktu itu tunas yang ditumbuhkan TUHAN akan menjadi kepermaian dan kemuliaan, dan hasil tanah menjadi kebanggaan dan kehormatan bagi orang-orang Israel yang terluput.” (Yesaya 4:2) Dalam bahasa Inggris ayat itu diterjemahkan dari bahasa aslinya, bahasa Ibrani, seperti ini: “In that day the Branch of the LORD will be beautiful ang glorious, and the fruit of the land will be the pride and glory of the survivors in Israel.” (NIV)

Kata terjemahan beautiful, yang bisa berarti: tampan, cantik atau indah, dipergunakan di situ untuk menggambarkan keindahan Tunas yang akan tumbuh, yaitu Tuhan Yesus Kristus, yang olehnya dinubuatkan akan lahir kurang-lebih 700 tahun kemudian. Bandingkanlah kata Tunas di dalam ayat itu dengan kata Tunas di Yesaya 53:2. Keduanya membicarakan subyek yang sama, yaitu seorang Juruselamat dunia! Oleh karena itu, tidak mungkin nabi Yesaya mengkontradiksi nubuatannya sendiri mengenai keadaan (paras) Tunas tersebut!

Kata Ibrani yang sama juga dipergunakan untuk menggambarkan paras raja Daud di kitab Samuel: ‘Lalu jawab salah seorang hamba itu, katanya: “Sesungguhnya, aku telah melihat salah seorang anak laki-laki Isai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi. Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya; dan TUHAN menyertai dia.” (1 Samuel 16:18) Dalam bahasa Inggris ayat tersebut diterjemahkan seperti ini: “One of the young men said, I have seen a son of Jesse the Bethlehemite who plays skillfully, a valiant man, a man of war, prudent in speech and eloquent, an attractive person; and the Lord is with him.” (Amplified)

Membandingkan kedua kata terjemahan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia di dalam Alkitab dari sebuah kata Ibrani yang sama, yaitu: beautiful (indah/tampan/kepermaian) di Yesaya 4:2, dan an attractive person (seorang yang menarik/tampan/elok perawakannya) di 1 Samuel 16:18, membuktikan, bahwa ayat-ayat yang tertulis di kitab Yesaya 52:14 dan 53:2 tidak bisa dicomot keluar begitu saja dari konteksnya, lalu diartikan secara sembarangan. Selain itu tidak ada ayat-ayat lain di dalam Alkitab yang mendukung pengertian yang keliru tersebut. Kedua ayat itu harus ditelaah secara keseluruhan di dalam pengertian pasal-pasalnya sesuai maksud nabi Yesaya yang sebenarnya.

Saya percaya sekali, Ia adalah Raja Penebus yang gagah perkasa, sebab saya pernah bertemu dengan Dia secara pribadi. Keindahan Tuhan terlampau dahsyat untuk dilukiskan dengan kata-kata. Oleh karena itu saya berjanji kepada-Nya untuk selalu memberitakan kebenaran tersebut sesuai dengan firman-Nya.

Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Haleluya! Amin!

John Adisubrata
September 2009

Wednesday, September 2, 2009

Paras Tuhan Yesus (1)


Oleh: John Adisubrata

PARAS ILHAM

“Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.” (Yesaya 53:2)

Ketika anda membaca ayat di atas, Yesaya 53:2, apakah yang menjadi kesimpulan anda mengenai maksud yang ditulis oleh nabi Yesaya di sana? Jelas sekali, keseluruhan isi pasal ke-52 dan 53 kitab itu, menubuatkan 700 tahun sebelumnya kedatangan seorang Raja Damai yang akan memberitakan kabar baik, kabar keselamatan bagi umat Tuhan di Sion (Yesaya 52:7), dan juga penderitaan luar biasa yang harus ditanggung oleh-Nya demi tercapainya tujuan itu. Tetapi, apakah melalui Yesaya 53:2 ia juga menubuatkan paras Tuhan Yesus Kristus pada masa hidup-Nya di dunia? Memang jika dibaca di luar konteks, seolah-olah ayat tersebut menggambarkan Yesus sebagai seorang yang berparas buruk, atau paling sedikit … tidak tampan. Wajah yang tidak menawan hati, wajah yang tidak menarik sama sekali!

Sampai saat ini saya masih sering mendengar hamba-hamba Tuhan menelaah ayat itu dengan menyimpulkannya persis seperti arti kalimat yang tertulis di sana, di luar pengertian seluruh pasal yang sebenarnya dimaksudkan oleh nabi Yesaya. Ketika saya mendengarnya terakhir kali beberapa minggu yang lalu melalui acara TV: The Armour of God, di mana ayat tersebut juga dibahas seperti itu, saya yang menjadi amat penasaran oleh karenanya, berusaha mempelajari Yesaya 52, 53 dan 54 sekali lagi, untuk memastikan kebenaran pengertian saya selama ini.

Saya tahu, setiap orang mempunyai bayangan sendiri-sendiri mengenai paras atau bentuk tubuh Tuhan Yesus sesuai pengertian pribadi, yang tentu saja bisa terpengaruh oleh pendidikan atau lingkungan mereka. Ada yang terpengaruh oleh patung-patung penyaliban-Nya yang dipajang di gereja, yang tidak jarang menggambarkan Dia sebagai seorang laki-laki yang bertubuh kurus. Ada yang membayangkan wajah-Nya sebagai seorang pria berewok berambut panjang, dengan lingkaran ‘halo’ yang berkilau-kilauan di atas kepala-Nya, seperti lukisan-lukisan karya para seniman termasyhur abad-abad yang sudah berlalu.

Bahkan ada yang terpengaruh oleh paras aktor-aktor terkenal yang pernah memerankan kisah hidup-Nya di dalam movies atau musicals, baik yang sesuai dengan firman Tuhan maupun yang setengah fiksi. Sering kali Hollywood menyajikan Yesus secara tidak realistis, seolah-olah Dia adalah seorang pria Anglo-Saxon yang berambut pirang dan bermata biru. Di dalam movie King of Kings (1961), Jeffrey Hunter memerankan Yesus seperti itu. Di sana Ia digambarkan sebagai seorang pria yang bertampang rapi, bermata biru jernih, berambut coklat dan berjambang pendek.

Tahun 1964, sutradara dari Italia, Pier Paolo Pasolini memilih aktor Spanyol, Enrique Irazoqui untuk memerankan Yesus di dalam filmnya: The Gospel According to St Matthew (Injil Menurut St Matius). Tidak berbeda dengan film sebelumnya, film yang diproduksi dengan budget sangat terbatas ini, kendatipun menampilkan Yesus dengan wajah yang lebih cocok, seakan-akan Ia benar-benar berasal dari Timur Tengah, gagal untuk meyakinkan atau meninggalkan kesan yang tak terlupakan kepada para penonton.

Sebuah film penuh dengan adegan-adegan yang panjang sekali, tetapi sangat membosankan: The Greatest Story Ever Told, dibuat tahun 1965 dengan aktor Max von Sydow sebagai Tuhan Yesus. Dari banyak film-film lainnya mengenai kehidupan Kristus, mungkin dia adalah salah seorang dari aktor-aktor yang pernah memerankan-Nya, yang sampai sekarang paling tidak dikenal atau dikenang oleh orang-orang.

Memang, baik Jeffrey Hunter di King of Kings, atau Enrique Irazoqui di The Gospel According to St Matthew, maupun Max von Sydow di The Greatest Story Ever Told, Yesus yang mereka representasikan tampak terlampau cliché. Ketiga film itu tidak berhasil memperlihatkan ciri-ciri terpenting dari ketuhanan dan kemanusiaan seorang Juruselamat yang penuh kasih. Ketiga-tiganya selalu tampak serius, jarang sekali tersenyum, … apalagi tertawa!

Pada tahun 1977, Franco Zefferelli membuat miniseries untuk televisi yang berjudul: Jesus of Nazareth. Film tersebut walaupun jalan ceriteranya panjang sekali, cara penuturannya sangat mengesankan. Hampir seluruhnya adalah jalinan petikan-petikan kisah dari keempat Injil yang diselipi oleh beberapa kisah tambahan dengan tujuan untuk memudahkan para pemirsa memahami peristiwa-peristiwa yang harus terjadi sebelum Tuhan Yesus disalibkan di Golgota. Robert Powell yang memerankan Kristus adalah salah seorang aktor yang sampai sekarang paling dikenal dan dikenang sebagai pemeran Yesus, kendatipun ia berambut pirang dan bermata biru. Di dalam film itu Ia ditampilkan secara wajar dan realistis sekali.

Dua tahun kemudian sebuah film berjudul: Jesus, diproduksi murni berdasarkan kisah hidup-Nya yang tercatat di Injil Lukas, dengan Brian Deacon sebagai pemeran utamanya. Menurut data statistik, film yang akhirnya diubah menjadi alat penginjilan yang sangat ampuh ini adalah film yang paling banyak ditonton orang sepanjang masa! Kabarnya 5,6 milyar orang di seluruh dunia sudah melihatnya. Tepat 20 tahun kemudian, pada tahun 1999, sebuah film dengan judul yang sama: Jesus, diproduksi lagi untuk kaum muda, dengan Jeremy Sisto sebagai pemeran Kristus. Entah mengapa, wajah kedua aktor inipun gagal meninggalkan kesan yang tak terlupakan bagi para penontonnya!

Di bulan Desember 2002 sebuah badan ilmiah di Inggris mengumumkan, bahwa mereka berhasil melukiskan kembali wajah Kristus yang ‘sebenarnya’, menggunakan forensic anthropology, yang biasanya hanya dipakai untuk mempelajari dan membongkar perkara-perkara kriminil yang rumit saja. Bekerja sama dengan seorang ahli ilmu purbakala dari Israel, tanpa mampu melakukan penelitian DNA pada tubuh Kristus, mereka merekonstruksi paras-Nya. Menurut hasil penemuan mereka, wajah dan tubuh Yesus justru bertentangan sekali dengan yang biasanya dikenal dan dibayangkan oleh masyarakat kristiani di seluruh dunia. Selain Yesus berparas tidak tampan, Ia bertubuh pendek dan agak gemuk. Mereka juga berani menyatakan, bahwa hasil penemuan mereka itu adalah ‘yang paling akurat’! Sungguh luar biasa!

The Gospel of John (Injil Yohanes) yang menampilkan Henry Ian Cusick sebagai Yesus beredar di dunia DVD awal tahun 2003. Jalan ceriteranya disajikan murni berdasarkan ayat-ayat Injil tersebut. Seperti Robert Powell di Jesus of Nazareth, Henry Ian Cusick juga memerankan Yesus secara wajar dan realistis sekali. Banyak orang yang menyukainya, karena seperti rekannya itu, ia juga berwajah biasa-biasa saja, tetapi bisa mewakili dunia barat dan timur. Sebagai seorang peranakan Scottland dan Peru, ia memberi keseimbangan kepada tokoh yang diperankan olehnya! Bukan 100% paras seorang Anglo-Saxon, tetapi juga bukan 100% paras seorang yang berasal dari Timur Tengah.

Dr James Dobson pernah berkata sebelum Mel Gibson membuat film The Passion of the Christ, bahwa di dalam hal menyimpulkan paras Tuhan Yesus secara pribadi, Henry Ian Cusick, yang bermata coklat dan berambut hitam, adalah favoritnya, melebihi aktor-aktor lain yang pernah memainkan kehidupan Kristus di layar putih. Menurut pendapatnya, paras Henry Ian Cusick tepat mewakili paras Tuhan Yesus sesuai yang selalu dibayangkan olehnya.

Terus terang saja, tidak pernah ada film mengenai Kristus yang lebih kontroversiil dari pada Mel Gibson’s The Passion of the Christ (2004). Film dengan anggaran belanja yang sangat terbatas, yang hanya membahas hari-hari terakhir kehidupan Yesus sebelum disalibkan dan juga saat kebangkitan-Nya, telah menggoncangkan atmosfir setiap bioskop di seluruh dunia oleh karena kekerasan dan kekejaman yang diperlihatkan di sana.

Di luar dugaan penonton, penderitaan dan pengorbanan Kristus di kayu salib disajikan secara blak-blakan dan realistis sekali, sesuai dengan keadaan zaman, kekejian dan kebiadaban hukum pada waktu itu. Biasanya film-film mengenai penyaliban Yesus, kendatipun menunjukkan penderitaan-Nya yang luar biasa, selalu disajikan sedemikian rupa, sehingga masih bisa ditoleransi oleh emosi-emosi manusia. Tetapi film karya Mel Gibson ini … berbeda sekali! Kalau wajah Yesus di film-film tersebut hampir tidak berubah kala Ia disalibkan, di film The Passion of the Christ, wajah-Nya sangat mengerikan, … tidak bisa dikenali lagi!

demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami.” (Yesaya 52:15)

(Bersambung)

PARAS TUHAN YESUS (2)

JAMES CAVIEZEL