Friday, March 19, 2010

Mendengar Suara Tuhan (6)


Oleh: John Adisubrata

SUARA ROH KUDUS

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, …” (Yohanes 10:27)

Saya teringat akan nasihat yang saya berikan kepada Sharon, gadis remaja yang meminta pendapat kami mengenai masalah yang sedang ia hadapi, di mana pendeta muda di gerejanya berkata, bahwa Roh Kudus sudah ‘bersabda’ (memberi ilham) di dalam hatinya, bahwa Sharon adalah jodohnya yang sudah ditentukan oleh Tuhan. (Baca: Mendengar Suara Tuhan Bab 1)

Berdasarkan pandangan yang baru saya uraikan di atas, saya berkata kepadanya: “Roh Kudus adalah Roh Allah yang berhati lembut dan bersikap sopan. Jika Ia benar-benar mempunyai rencana indah bagi kehidupan kalian berdua, tidak mungkin Ia hanya mengilhami hati pemuda itu saja, tanpa memberitahukannya kepadamu.”

Percakapan kami saya akhiri dengan sebuah nasihat: “Apabila seseorang bernubuat kepada kita di mana dirinya sendiri ikut tersangkut di dalamnya, serta akan memperoleh keuntungan darinya, lalu dengan berani mengatakan, bahwa Roh Kudus-lah yang menyuruh dia melakukannya, … kebenaran nubuatan itu justru harus segera diuji!”

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, mempunyai kemampuan untuk bisa mendengar suara Tuhan memang bukan suatu hal yang mudah. Diperlukan kemauan, ketaatan dan kerajinan untuk mempelajari firman-Nya, agar kita bisa menjadi lebih sensitif akan suara-Nya. Saya selalu berhati-hati untuk tidak membabi-buta di dalam mengkategorikan setiap suara yang ada di dalam hati atau pikiran saya sebagai suara Roh Kudus, sekalipun sering dianjurkan agar kita dengan iman menerimanya begitu saja, kalau perlu … mengucapkannya!

Ps Joyce Meyer, pelopor acara TV kristiani: Enjoying Everyday Life, pernah berkata: “Ada suatu garis yang sangat tipis, yang memisahkan suara Roh Kudus dari suara hati kita sendiri. Sering kali kita cenderung hanya bertindak menuruti suara-suara yang menyenangkan hati kita saja, … menyangka bahwa itulah yang dikehendaki oleh-Nya. Tapi kemudian, jika tindakan kita itu ternyata gagal, kita mengeluh apabila Tuhan tidak datang menolong! Padahal dari awalnya Ia tidak pernah ikut campur dengan keputusan yang kita ambil tersebut.” Jadi di manakah letak perbedaan suara Roh Kudus dengan suara kita sendiri, atau … suara-suara ‘musuh’ kita?

Saya pernah mendengar khotbah Ev Franky Sihombing melalui beberapa kaset, yang direkam ketika ia datang untuk memimpin KKR di kota kami hampir 15 tahun yang lalu. Ia berkata, bahwa jika kita mempunyai hubungan yang intim dengan Tuhan, kita bisa segera mengenali nada suara-Nya di antara suara-suara lain yang sering kali memenuhi pikiran dan hati kita. Ia memberi beberapa contoh sebagai ilustrasi untuk menjelaskannya.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah analogi hubungan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Di tempat umum (rumah sakit bersalin), di tengah-tengah kesimpang-siuran suara ibu-ibu dan tangisan bayi-bayi lainnya, ibu itu bisa mengenali nada suara tangisan bayinya sendiri. Begitu juga kebalikannya. Semua itu menjadi mungkin hanya oleh karena mereka mempunyai ikatan ‘batin’ yang begitu dekat!

Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan keintiman hubungan yang kita perlukan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk mendengar suara Tuhan. Karena memang, persekutuan melalui doa dan kerajinan mempelajari alkitab, dengan berlalunya waktu akan membuat ‘telinga’ hati kita menjadi semakin peka akan suara Roh Kudus. Yesus menggunakan perumpamaan tentang keintiman hubungan seorang gembala dengan domba-dombanya untuk menjelaskan hal itu: Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.” (Yohanes 10:4)

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, saya bisa dengan yakin mengatakan, bahwa Tuhan sudah berusaha memprakarsai hubungan yang intim dengan umat-Nya jauh sebelum kita mengenal Dia. Begitu besar kasih-Nya kepada kita, sehingga Ia mau sabar menunggu saat-Nya untuk ‘bertindak’. Karena sedari dulu saya sudah tahu, ketika saya masih kanak-kanak, bahwa … suatu hal telah terjadi di dalam diri saya, jauh sebelum kami sekeluarga menjadi orang-orang yang beragama Kristen. Entah apa atau siapa yang berhasil mempengaruhi diri saya, tetapi sebagai seorang anak yang masih kecil, saya sudah merasa yakin sekali, bahwa ada suatu ‘alam’ PRIBADI yang jauh lebih tinggi, yang tidak kelihatan secara kasat mata, berkuasa atas kita! lain di balik kebesaran mayapada yang tampak nyata ini, di mana

Selain itu entah mengapa, sedari kecil saya selalu merasa gentar untuk mengerjakan sesuatu yang saya ketahui adalah perbuatan-perbuatan yang jahat. Seolah-olah setiap kali saya tergoda untuk melakukannya, ada ‘suara’ yang memperingati hati nurani saya! Sekarang saya tahu, bahwa hanya oleh karena kasih karunia-Nya yang tak terbatas saja, sedari dahulu Roh Kudus sudah berusaha menghubungi saya. Bahkan sekalipun selama itu selalu saya acuhkan, Ia tetap bersedia untuk memperingati, melindungi, bahkan menuntun hidup saya! Jadi ketika saya masih kecil, Ia sudah mengaruniakan sebutir bibit iman di dalam hati, pada saat saya masih belum bisa memahami maknanya. (Mazmur 22:11) Karena memang, sesuai isi firman Tuhan, … iman adalah dasar dari segala sesuatu! (Ibrani 11:1)

Nabi Yeremia menjelaskan proses tersebut seperti ini: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5) Rasul Paulus mendukung pernyataan itu di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Efesus 1:4)

Penuh keharuan saya membaca kedua ayat tersebut untuk pertama kalinya tidak lama setelah kelahiran baru saya, di mana suara Roh Kudus dengan jelas sekali bersabda di dalam hati saya, bahwa seperti semua orang kristiani lainnya, saya juga sudah dipilih dan dikuduskan oleh Tuhan jauh sebelum saya dilahirkan, … bahkan sebelum dunia dijadikan. Sungguh suatu kehormatan yang luar biasa! Haleluya!

Saya teringat akan hari-hari terakhir sebelum hidup saya diubahkan oleh Tuhan. Selama itu hati nurani saya terus bergejolak, dipenuhi oleh suara-suara yang memperdebatkan sikap saya yang tegas menolak ajakan istri untuk pergi menghadiri malam konser musik kristiani dari Indonesia yang diadakan di kota kami. (Baca: Semuanya adalah Kasih Karunia – Bab 3) Karena pergumulan seperti itu sudah sering saya alami sebelumnya, seperti biasa saya menduga, bahwa suara-suara tersebut pasti berasal dari dalam hati atau pikiran saya sendiri. Tak pernah terbayangkan, bahwa setelah Tuhan membuka mata hati saya, ternyata di antaranya ada ‘suara-suara’ yang sebenarnya bukan suara hati saya sendiri.

Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Efesus: “…, karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Efesus 6:12) Sekarang saya mengerti, bahwa selain suara Roh Kudus, … dari alam itupun, yang sekarang saya ketahui adalah alam roh, sebenarnya asal suara-suara yang bukan suara hati kita sendiri, yang selalu berusaha untuk mencobai, mempengaruhi, bahkan menggugurkan iman kita!

Tugas kita hanyalah untuk belajar mengenali dan membedakannya, mana yang berasal dari Roh Kudus, dari kehendak diri kita sendiri, dan yang paling penting, yang berasal dari Iblis! Karena jika kita tidak bersandar sepenuhnya kepada isi firman Tuhan, dengan mudah ia juga bisa mengelabui mata hati kita melalui penglihatan, mimpi atau ilham di dalam hati! (2 Korintus 11:14) Ingatlah akan pengalaman Yesus, ketika Ia dicobai di padang gurun olehnya. Jawaban yang Ia berikan kepadanya selalu diawali dengan kata-kata: “Ada tertulis, …” (Lukas 4:1-13)

Teladan itulah yang harus selalu kita lakukan, agar sebagai orang-orang percaya yang mengasihi-Nya dengan sepenuh hati, kita tidak perlu merasa kuatir lagi. Karena Roh yang ada di dalam kita, jauh lebih besar dari pada roh-roh yang ada di dalam dunia ini! (1 Yohanes 4:4b) Alkitab mengatakan: “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.” (2 Korintus 1:21-22)

Saya menyadari, bahwa setiap orang mempunyai pengalaman-pengalaman sendiri bersama Roh Kudus. Tetapi kendatipun ada yang serupa, tidak seharusnya kita menuntut, bahwa yang dialami orang-orang lain mesti persis seperti pengalaman kita, … hanya oleh karena kita enggan untuk mempercayai kebenarannya. Memang tidak ada rumus-rumus tertentu yang diperlukan, agar kita bisa mengalami anugerah tersebut. Karena sebenarnya Roh Kudus selalu bersabda kepada kita melalui berbagai cara, … saat teduh, saat berdoa, saat membaca alkitab, saat mendengarkan firman, saat puji dan sembah, saat bercakap-cakap dengan orang-orang lainsekalipun bukan orang kristiani), saat menikmati keindahan alam semesta, dan lain sebagainya.

Nabi Yesaya menulis: “… Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yesaya 50:4c) Apabila kita mengadakan waktu untuk mendengarkan suara-Nya, Ia pasti akan berfirman kepada kita. Kepekaan hati kita saja yang diperlukan!

Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Haleluya!

John Adisubrata
Maret 2010

Friday, March 5, 2010

Mendengar Suara Tuhan (5)


Oleh: John Adisubrata

SUARA SIAPA?

‘Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: “Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!” (Mikha 3:11)

Seperti saya, tentu anda pernah mendengar melalui acara-acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang diadakan di kota anda, ‘humor’ yang sering kali dilontarkan dari atas altar gereja kepada jemaat oleh para hamba Tuhan sebelum kantong-kantong kolekte diedarkan: “Apabila anda mendengar dua suara di hati anda yang menganjurkan dua jumlah uang yang akan anda persembahkan saat ini, yang lebih tinggi … pasti berasal dari Tuhan, sedangkan yang sedikit jumlahnya … berasal dari Iblis. Oleh karena itu berikanlah yang Tuhan kehendaki!”

Seandainya saja ternyata anda belum pernah mengalaminya, … seperti saya ketika mendengarnya untuk pertama kali, tentu anda juga tersenyum membacanya. Sungguh sebuah ‘humor’ yang oleh karena begitu relevannya, mudah sekali untuk dihayati setiap orang, … termasuk mereka yang menganjurkannya dari atas mimbar!

Siapakah yang tidak pernah mendengar ‘perdebatan’ suara-suara seperti itu berkecamuk di dalam hati atau pikiran mereka ketika sedang mempertimbangkan besar kecilnya jumlah uang yang akan mereka ‘berikan’ kepada (gereja) Tuhan? Saya pernah mengalaminya!

Tetapi, sekalipun seolah-olah disampaikan di sana hanya dalam bentuk bercanda saja, apakah pernyataan seperti itu patut diutarakan oleh mereka? Apakah benar Tuhan mementingkan jumlah uang yang kita berikan, lebih dari pada sikap kita … kala mempersembahkannya?

Saya teringat akan teguran Tuhan Yesus kepada beberapa orang Farisi yang mengejek dan menyamakan kuasa-Nya untuk menyembuhkan seorang yang bisu dengan kuasa si penghulu setan, Beelzebul: “ … Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.” (Matius 12:34b) Memang, setiap perkataan yang kita ucapkan akan selalu memperlihatkan apa yang sebenarnya ‘menguasai’ pikiran dan hati kita, atau … paling sedikit menunjukkan prioritas hidup kita.

Perhatikanlah, orang-orang yang menyukai uang atau harta benda duniawi (mereka), jika mereka memberi kesaksian tentang mendengar suara Roh Kudus. Kesaksian mereka selalu berkisar dengan tema-tema berkat, kekayaan, kemakmuran, sejumlah besar uang (jutaandollar, milyaran rupiah) dan lain sebagainya. Ketika berkhotbah di atas bukit, Yesus juga memperingati para pengikut-Nya tentang ketamakan hati manusia: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21) Maksud-Nya, … apa yang sudah mengagumkan hati kita, itulah yang menjadi pusat perhatian kita, bahkan akan selalu menjadi bahan percakapan kita!

Belum lama ini di salah satu program TV hamba Tuhan yang sangat termasyhur di dunia, saya menyaksikan nubuatan seorang tamu penginjil/nabi yang khusus ditugaskan olehnya untuk membantu mengumpulkan dana (uang) bagi biaya pengeluarannya. Ia berkata: “Baru saja aku mendengar Tuhan berkata kepadaku, bahwa dalam waktu 30 menit mendatang ini ada 3000 pemirsa yang digerakkan hatinya untuk menyumbangkan uang sebesar US$ 3000,-. Jika mereka taat, Tuhan akan memberkati 100 kali lipat jumlah uang yang mereka persembahkan. Oleh karena itu, jika anda yang saya maksudkan, di mana pun anda berada, jangan mengulur-ulur waktu lagi. Segera isi buku cheque anda dan kirimkan saat ini juga. Ingatlah, waktunya sangat mendesak! Jika 30 menit ini telah berlalu, kesempatan anda untuk menerima berkat dari Tuhan pun akan berakhir.”

Saya menyadari, bahwa setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda-beda di dalam menanggapi pernyataan-pernyataan seperti itu. Banyak orang, baik yang Kristen maupun bukan, yang selalu mencurigainya, karena dari awalnya mereka sudah menolak untuk mempercayainya. Tetapi di lain pihak saya juga mengenal orang-orang yang langsung menyetujuinya, kendatipun mereka sebenarnya tidak bersedia untuk dijadikan salah satu dari ke-3000 orang tersebut!

Selain saya sendiri selalu berusaha untuk menjadi lebih jeli di dalam menanggapi nubuatan-nubuatan seperti itu, saya juga berpendapat, bahwa setiap orang berhak untuk mengekspresikan pandangan-pandangan mereka sesuai iman masing-masing. Demikian juga setiap orang kristiani yang merasa dibebani untuk bernubuat, berhak untuk melakukannya, jika itu adalah kehendak mereka!

Karena memang tidak jarang nubuatan-nubuatan yang tampak tidak berarti bagi seseorang, bisa mempunyai makna yang besar bagi orang-orang lain yang sedang memerlukannya. Bahkan nubuatan-nubuatan yang tampak jelas bagi orang-orang tertentu, bahwa itu diucapkan ‘di luarpengetahuan’ Tuhan, bisa diubah oleh-Nya dari sesuatu yang pada mulanya hanya dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, menjadi berkat yang berkelimpahan bagi umat Tuhan yang lain.

Oleh karena itu, motif-motif yang keliru pun bukan merupakan alasan bagi kita untuk mengecam mereka! Biarlah Tuhan saja yang menentukan akibatnya, … bukan kita, karena kelak jika saatnya telah tiba, setiap orang pasti harus mempertanggung-jawabkan segala tindak tanduk mereka di hadapan-Nya! Saya teringat akan nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika: Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (1 Tesalonika 5:19-21)

Sebagai orang percaya kita tahu, bahwa nubuatan (yang sejati) selalu berasal dari (diilhami oleh) Roh Kudus. Jika bukan, … dengan mudah kita bisa menguji dan membuktikannya!

Pertama: Apabila kita mengenal isi firman Tuhan, … sekalipun belum sempurna, tetapi oleh karena rajin mempelajarinya setiap hari di saat-saat teduh bersama Dia, kita akan mampu melihat kejanggalan-kejanggalannya seketika itu juga, jika nubuatan-nubuatan tersebut ternyata tidak selaras dengan kehendak-Nya. Banyaknya isi firman Tuhan yang terukir di dalam hati kita sangat tergantung dengan level kehausan kita akan firman-Nya. Itulah yang membuat kita menjadi jauh lebih peka akan suara Roh Kudus! Jika anda masih tetap merasa kurang yakin akan keotentikan nubuatan-nubuatan seperti itu, … saya anjurkan untuk selalu kembali kepada otoritas yang paling tinggi, yaitu alkitab! Karena tidak ada ‘suara’ Tuhan yang lebih konkrit dari pada ayat-ayat hidup yang tertulis di sana!

Kedua: Selain itu Roh Kudus yang ada di dalam hati kita tidak berbeda dengan Roh Kudus yang sudah mengilhami nabi atau hamba Tuhan tersebut. Oleh karena itu, jika nubuatan itu benar-benar berasal dari Tuhan, Roh Kudus pasti akan memberikan konfirmasi di dalam hati kita! Seluruh isi alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ditulis oleh orang-orang yang secara khusus sudah diilhami oleh Roh Kudus untuk melaksanakannya. Tulisan-tulisan mereka saling meneguhkan. Keempat Injil mengenai kehidupan Kristus, kendatipun ditulis oleh 4 pribadi dalam waktu yang berlainan, berisi laporan detil kesaksian-kesaksian yang serupa tapi tak sama, yang saling melengkapi!

Rasul Petrus menulis: “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Petrus 1:20-21)

Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” (Matius 7:15)

(Bersambung)

MENDENGAR SUARA TUHAN (6)

SUARA ROH KUDUS