Wednesday, September 2, 2009

Paras Tuhan Yesus (1)


Oleh: John Adisubrata

PARAS ILHAM

“Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.” (Yesaya 53:2)

Ketika anda membaca ayat di atas, Yesaya 53:2, apakah yang menjadi kesimpulan anda mengenai maksud yang ditulis oleh nabi Yesaya di sana? Jelas sekali, keseluruhan isi pasal ke-52 dan 53 kitab itu, menubuatkan 700 tahun sebelumnya kedatangan seorang Raja Damai yang akan memberitakan kabar baik, kabar keselamatan bagi umat Tuhan di Sion (Yesaya 52:7), dan juga penderitaan luar biasa yang harus ditanggung oleh-Nya demi tercapainya tujuan itu. Tetapi, apakah melalui Yesaya 53:2 ia juga menubuatkan paras Tuhan Yesus Kristus pada masa hidup-Nya di dunia? Memang jika dibaca di luar konteks, seolah-olah ayat tersebut menggambarkan Yesus sebagai seorang yang berparas buruk, atau paling sedikit … tidak tampan. Wajah yang tidak menawan hati, wajah yang tidak menarik sama sekali!

Sampai saat ini saya masih sering mendengar hamba-hamba Tuhan menelaah ayat itu dengan menyimpulkannya persis seperti arti kalimat yang tertulis di sana, di luar pengertian seluruh pasal yang sebenarnya dimaksudkan oleh nabi Yesaya. Ketika saya mendengarnya terakhir kali beberapa minggu yang lalu melalui acara TV: The Armour of God, di mana ayat tersebut juga dibahas seperti itu, saya yang menjadi amat penasaran oleh karenanya, berusaha mempelajari Yesaya 52, 53 dan 54 sekali lagi, untuk memastikan kebenaran pengertian saya selama ini.

Saya tahu, setiap orang mempunyai bayangan sendiri-sendiri mengenai paras atau bentuk tubuh Tuhan Yesus sesuai pengertian pribadi, yang tentu saja bisa terpengaruh oleh pendidikan atau lingkungan mereka. Ada yang terpengaruh oleh patung-patung penyaliban-Nya yang dipajang di gereja, yang tidak jarang menggambarkan Dia sebagai seorang laki-laki yang bertubuh kurus. Ada yang membayangkan wajah-Nya sebagai seorang pria berewok berambut panjang, dengan lingkaran ‘halo’ yang berkilau-kilauan di atas kepala-Nya, seperti lukisan-lukisan karya para seniman termasyhur abad-abad yang sudah berlalu.

Bahkan ada yang terpengaruh oleh paras aktor-aktor terkenal yang pernah memerankan kisah hidup-Nya di dalam movies atau musicals, baik yang sesuai dengan firman Tuhan maupun yang setengah fiksi. Sering kali Hollywood menyajikan Yesus secara tidak realistis, seolah-olah Dia adalah seorang pria Anglo-Saxon yang berambut pirang dan bermata biru. Di dalam movie King of Kings (1961), Jeffrey Hunter memerankan Yesus seperti itu. Di sana Ia digambarkan sebagai seorang pria yang bertampang rapi, bermata biru jernih, berambut coklat dan berjambang pendek.

Tahun 1964, sutradara dari Italia, Pier Paolo Pasolini memilih aktor Spanyol, Enrique Irazoqui untuk memerankan Yesus di dalam filmnya: The Gospel According to St Matthew (Injil Menurut St Matius). Tidak berbeda dengan film sebelumnya, film yang diproduksi dengan budget sangat terbatas ini, kendatipun menampilkan Yesus dengan wajah yang lebih cocok, seakan-akan Ia benar-benar berasal dari Timur Tengah, gagal untuk meyakinkan atau meninggalkan kesan yang tak terlupakan kepada para penonton.

Sebuah film penuh dengan adegan-adegan yang panjang sekali, tetapi sangat membosankan: The Greatest Story Ever Told, dibuat tahun 1965 dengan aktor Max von Sydow sebagai Tuhan Yesus. Dari banyak film-film lainnya mengenai kehidupan Kristus, mungkin dia adalah salah seorang dari aktor-aktor yang pernah memerankan-Nya, yang sampai sekarang paling tidak dikenal atau dikenang oleh orang-orang.

Memang, baik Jeffrey Hunter di King of Kings, atau Enrique Irazoqui di The Gospel According to St Matthew, maupun Max von Sydow di The Greatest Story Ever Told, Yesus yang mereka representasikan tampak terlampau cliché. Ketiga film itu tidak berhasil memperlihatkan ciri-ciri terpenting dari ketuhanan dan kemanusiaan seorang Juruselamat yang penuh kasih. Ketiga-tiganya selalu tampak serius, jarang sekali tersenyum, … apalagi tertawa!

Pada tahun 1977, Franco Zefferelli membuat miniseries untuk televisi yang berjudul: Jesus of Nazareth. Film tersebut walaupun jalan ceriteranya panjang sekali, cara penuturannya sangat mengesankan. Hampir seluruhnya adalah jalinan petikan-petikan kisah dari keempat Injil yang diselipi oleh beberapa kisah tambahan dengan tujuan untuk memudahkan para pemirsa memahami peristiwa-peristiwa yang harus terjadi sebelum Tuhan Yesus disalibkan di Golgota. Robert Powell yang memerankan Kristus adalah salah seorang aktor yang sampai sekarang paling dikenal dan dikenang sebagai pemeran Yesus, kendatipun ia berambut pirang dan bermata biru. Di dalam film itu Ia ditampilkan secara wajar dan realistis sekali.

Dua tahun kemudian sebuah film berjudul: Jesus, diproduksi murni berdasarkan kisah hidup-Nya yang tercatat di Injil Lukas, dengan Brian Deacon sebagai pemeran utamanya. Menurut data statistik, film yang akhirnya diubah menjadi alat penginjilan yang sangat ampuh ini adalah film yang paling banyak ditonton orang sepanjang masa! Kabarnya 5,6 milyar orang di seluruh dunia sudah melihatnya. Tepat 20 tahun kemudian, pada tahun 1999, sebuah film dengan judul yang sama: Jesus, diproduksi lagi untuk kaum muda, dengan Jeremy Sisto sebagai pemeran Kristus. Entah mengapa, wajah kedua aktor inipun gagal meninggalkan kesan yang tak terlupakan bagi para penontonnya!

Di bulan Desember 2002 sebuah badan ilmiah di Inggris mengumumkan, bahwa mereka berhasil melukiskan kembali wajah Kristus yang ‘sebenarnya’, menggunakan forensic anthropology, yang biasanya hanya dipakai untuk mempelajari dan membongkar perkara-perkara kriminil yang rumit saja. Bekerja sama dengan seorang ahli ilmu purbakala dari Israel, tanpa mampu melakukan penelitian DNA pada tubuh Kristus, mereka merekonstruksi paras-Nya. Menurut hasil penemuan mereka, wajah dan tubuh Yesus justru bertentangan sekali dengan yang biasanya dikenal dan dibayangkan oleh masyarakat kristiani di seluruh dunia. Selain Yesus berparas tidak tampan, Ia bertubuh pendek dan agak gemuk. Mereka juga berani menyatakan, bahwa hasil penemuan mereka itu adalah ‘yang paling akurat’! Sungguh luar biasa!

The Gospel of John (Injil Yohanes) yang menampilkan Henry Ian Cusick sebagai Yesus beredar di dunia DVD awal tahun 2003. Jalan ceriteranya disajikan murni berdasarkan ayat-ayat Injil tersebut. Seperti Robert Powell di Jesus of Nazareth, Henry Ian Cusick juga memerankan Yesus secara wajar dan realistis sekali. Banyak orang yang menyukainya, karena seperti rekannya itu, ia juga berwajah biasa-biasa saja, tetapi bisa mewakili dunia barat dan timur. Sebagai seorang peranakan Scottland dan Peru, ia memberi keseimbangan kepada tokoh yang diperankan olehnya! Bukan 100% paras seorang Anglo-Saxon, tetapi juga bukan 100% paras seorang yang berasal dari Timur Tengah.

Dr James Dobson pernah berkata sebelum Mel Gibson membuat film The Passion of the Christ, bahwa di dalam hal menyimpulkan paras Tuhan Yesus secara pribadi, Henry Ian Cusick, yang bermata coklat dan berambut hitam, adalah favoritnya, melebihi aktor-aktor lain yang pernah memainkan kehidupan Kristus di layar putih. Menurut pendapatnya, paras Henry Ian Cusick tepat mewakili paras Tuhan Yesus sesuai yang selalu dibayangkan olehnya.

Terus terang saja, tidak pernah ada film mengenai Kristus yang lebih kontroversiil dari pada Mel Gibson’s The Passion of the Christ (2004). Film dengan anggaran belanja yang sangat terbatas, yang hanya membahas hari-hari terakhir kehidupan Yesus sebelum disalibkan dan juga saat kebangkitan-Nya, telah menggoncangkan atmosfir setiap bioskop di seluruh dunia oleh karena kekerasan dan kekejaman yang diperlihatkan di sana.

Di luar dugaan penonton, penderitaan dan pengorbanan Kristus di kayu salib disajikan secara blak-blakan dan realistis sekali, sesuai dengan keadaan zaman, kekejian dan kebiadaban hukum pada waktu itu. Biasanya film-film mengenai penyaliban Yesus, kendatipun menunjukkan penderitaan-Nya yang luar biasa, selalu disajikan sedemikian rupa, sehingga masih bisa ditoleransi oleh emosi-emosi manusia. Tetapi film karya Mel Gibson ini … berbeda sekali! Kalau wajah Yesus di film-film tersebut hampir tidak berubah kala Ia disalibkan, di film The Passion of the Christ, wajah-Nya sangat mengerikan, … tidak bisa dikenali lagi!

demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami.” (Yesaya 52:15)

(Bersambung)

PARAS TUHAN YESUS (2)

JAMES CAVIEZEL