Showing posts with label Father's Day. Show all posts
Showing posts with label Father's Day. Show all posts

Sunday, January 4, 2009

Tribute: Bapa Yang Setia (2)

Oleh: John Adisubrata

MY FATHER, MY SAVIOUR

“Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.” (2 Korintus 6:18)

Ayah saya bukan seorang ayah yang sempurna. Seperti kebanyakan ayah-ayah orang lain, ia juga mempunyai banyak kekurangan. Kendatipun demikian, tabiat-tabiatnya yang baik dan positif tidak bisa dihitung jumlahnya. Salah satu di antaranya yang tampak menonjol sekali adalah kesetiaannya di dalam setiap perkara.

Selama saya mengenalnya, tidak pernah sekalipun saya melihat dia menyeleweng dengan perempuan-perempuan lain, mengkhianati atau bertindak tidak sopan terhadap ibu saya. Tidak pernah ia memperlakukannya dengan kasar. Ia mendidik kami untuk mengasihi dan menghormati ibu kami dengan memberikan contoh-contoh praktis yang dikerjakan olehnya sendiri. Ketika ibu saya meninggal dunia lebih dari 20 tahun yang lalu, kesetiaan ayah saya kepadanya dibuktikan kepada kami dengan kesediaannya untuk tidak menikah lagi. “Tidak ada wanita lain yang bisa menggantikan kedudukan Mama di dalam hidupku!” Itulah persis kata-kata yang diucapkan olehnya kepada kami. Tidak lebih dan tidak kurang! Bagi dia ibu kami adalah pendamping hidupnya yang tidak bisa ditandingi oleh siapapun juga!

Di balik penampilannya yang tampak serius dan berwibawa tersebut, sebenarnya tersembunyi hati yang amat lembut, hati yang mulia yang selalu rindu untuk menolong dan memperhatikan kehidupan orang-orang yang berkedudukan lemah dan yang ‘dilupakan’ oleh masyarakat. Mereka yang sedang berada di dalam kesulitan, baik keluarga kami sendiri maupun tidak, selalu diperhatikan olehnya. Rumah kami sering dipergunakan oleh orang-orang yang sedang dilanda oleh badai konflik keluarga, sebagai tempat di mana ayah saya diminta untuk menjadi penengah atau pendamai mereka. Hal seperti itu sudah merupakan suatu kebiasaan yang selalu terjadi jauh sebelum ia bertemu dengan Kristus.

Sepanjang pengetahuan saya, ketika saya masih kecil, kedua orang tua kami tidak memeluk kepercayaan apa-apa. Saya juga tahu karena pernah melihatnya sendiri, bahwa sebelum mereka menikah, ayah dan ibu kami berasal dari keluarga-keluarga yang memiliki altar-altar meja sembahyang di dalam rumah, di mana bejana-bejana yang berisi abu-abu leluhur kami diletakkan di atasnya.

Tetapi suatu hal yang indah terjadi ketika saya masih berumur kira-kira tujuh atau delapan tahun, yang mengubah ‘takdir’ kehidupan kami sekeluarga untuk selama-lamanya. Melalui ibu saya yang diinjili oleh seorang temannya, ayah saya terpaksa mengikutinya pergi ke gereja. Itulah awal mula bagaimana kami sekeluarga akhirnya menjadi orang-orang Kristen.

Tidak memakan waktu terlampau lama, secara bergantian, ayah dan ibu saya ditunjuk menjadi majelis dan melayani di gereja lokal kami di kota Surabaya yang berada di bawah naungan Gereja Kristen Indonesia (GKI). Bakatnya di bidang management’ dan keuangan, menyebabkan ia terlibat di pelbagai macam proyek-proyek penting gereja di daerah-daerah sekitar kota kami, yang sebagian besar adalah hasil karya inisiatifnya sendiri.

Kesetiaan dan ketekunannya di dalam mengerjakan setiap pelayanan yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya menjadi inspirasi bagi banyak orang yang mengenalnya. Ketrampilannya untuk memimpin dan mengorganisasi acara-acara yang berguna bagi pertumbuhan gereja lokal kami, berhasil mengakibatkan banyak sekali gereja-gereja baru didirikan di daerah-daerah pedalaman di Jawa Timur.

Saya teringat akan segala pengorbanannya, moril maupun materiil, yang tentu harus ia berikan demi pelaksanaan pelayanannya. Kedua rumah orang-orang tua ayah dan ibu saya yang amat besar, yang tadinya berisi altar-altar penyembahan berhala, diubah olehnya menjadi dua gereja perdana yang mengawali pertumbuhan gereja-gereja GKI di kota-kota kecil tersebut. Yang direkrut olehnya sebagai jemaat dan pekerja-pekerja di sana adalah sanak saudara kami sendiri. Secara berangsur akhirnya mereka menjadi orang-orang Kristen yang terlibat di dalam pertumbuhan beberapa cabang gereja-gereja lokal GKI di kota mereka masing-masing.

Bakat-bakatnya di dalam memimpin dan mengelola proyek, serta ketekunan dan kegigihannya di dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah ‘asset’ yang sangat berharga bagi gereja lokal kami, dan juga … tubuh Kristus pada umumnya. 

Ia memberikan teladan-teladan pelayanan berstandar tinggi sekali. Tidak pernah ia mengeluh ketika melaksanakan tugas-tugasnya. Penentang-penentang dari ‘dalam’ yang berusaha menghalang-halangi segala inisiatifnya selalu dihadapi olehnya dengan kepala dingin. Ia tidak mengenal istilah jam karet. Semua pekerjaan yang dimulai olehnya selalu diselesaikannya dengan sempurna. Selain itu, … ia lebih menyukai untuk bekerja di belakang layar, yang tidak terlihat oleh orang-orang lain. Tidak pernah saya mendengar ia memuji hasil pelayanannya, atau membesar-besarkan dirinya sendiri di depan umum. Tetapi seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, salah satu karakter ayah saya yang paling menggagumkan adalah kesetiaannya di dalam segala perkara.

Ketika kota Surabaya, bahkan Indonesia, pada akhir dasawarsa ke-70 dilanda oleh ‘revival’ tak terduga berkenaan dengan kelahiran sebuah gereja baru yang berkembang menjadi besar dan bertaraf internasional dalam waktu yang amat singkat, banyak sekali orang-orang yang berasal dari gereja lokal kami, dan juga orang-orang Kristen lainnya yang mengenal kualitas pelayanannya, mengajak dia dan ibu saya untuk bergabung dengan tim gereja baru tersebut.

Di sana integritas ayah saya terhadap gerejanya sendiri, dan juga kesetiaannya kepada Tuhan, diuji! Jawaban yang ia berikan pada saat itu membuat saya sekarang, sebagai puteranya yang sudah lahir baru, merasa bangga sekali! Ia menceriterakannya jauh sebelum saya menyerahkan hidup saya kepada Tuhan, ketika saya masih belum mengerti maknanya.  

Menurut ayah saya, tidak ada gereja yang sempurna. Semuanya sama saja, yang terpenting adalah umat yang ada di dalamnya! Gereja-gereja yang tampak besar, sukses dan jaya akan mengalami tantangan-tantangan, … semakin besar, godaannya semakin gencar. Ia menolak tawaran-tawaran mereka dengan alasan, bahwa ia dan ibu saya dipanggil oleh Tuhan untuk melayani di gereja lokal kami yang berada di bawah naungan GKI, dan … di situ ia akan meneruskan pelayanannya sampai akhir. Suatu jawaban penuh hikmat sorgawi! What a guy!

Sikapnya yang setia kepada gereja lokalnya, terutama kepada Tuhan, diakui dan diingat oleh banyak orang. Saya sering mendengar ‘feedbacks’ mengenai dirinya dari orang-orang yang mengenalnya. Beberapa tahun yang lalu, salah seorang hamba Tuhan dari gereja besar tersebut, yang sebelumnya pernah melayani bersama dia di gereja lokal kami, bertemu dengan saya di kota Brisbane, Australia. Pada saat itu ia sudah menjadi salah seorang dari hamba-hamba Tuhan gereja tersebut yang mempunyai kedudukan terpenting di Indonesia. Dengan isterinya ia datang mengunjungi kami untuk makan siang di rumah. Pada saat kami sedang berbincang-bincang, dan ia mengingat-ingat masa lalunya ketika masih melayani bersama ayah saya, ia berkata dengan nada haru tapi penuh ketulusan: “Ayahmu benar-benar adalah seorang hamba yang setia.”

Mendengar perkataannya, kali ini hati saya yang diliputi oleh kebanggaan yang tak terlukiskan. Seperti pernyataannya, bahwa ia bangga mempunyai anak seperti saya, saya juga merasa bangga sekali mempunyai ayah seperti dia!

Sering kali saya bertanya-tanya mengenai perjalanan hidup saya sedari kecil sampai sekarang, yang selalu tampak berhasil dan ‘beruntung’ sekali di berbagai bidang. Bahkan ketika masa-masa sekolah dan petualangan saya di negeri orang, saya selalu merasa dilindungi dan diberkati, meskipun tingkah laku dan perbuatan-perbuatan saya pada saat itu sangat memalukan! Saya teringat akan pernyataan raja Daud mengenai kebahagiaan orang yang benar di mata Tuhan: “Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. ANAK CUCUNYA akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati.” (Mazmur 112:1-2)

Kedua ayat tersebut memang terdengar cliche sekali. Tapi ... itulah kenyataan hidup yang saya alami. Tuhan telah membuktikannya sendiri! Ternyata ketaatan dan kesetiaan ayah saya yang rajin menabur benih-benih KASIH (Kristus) di ladang Tuhan tidak diabaikan begitu saja oleh-Nya. Kendatipun kedua anak laki-lakinya sempat lari meninggalkan Dia, bahkan terperangkap di dalam lumpur-lumpur dosa pergaulan bebas, Ia tidak pernah meninggalkan kami! Seolah-olah kami selalu disertai dan dikawal oleh malaikat-malaikat-Nya, di manapun kami berada. Janji-janji Tuhan kepada umat pilihan-Nya benar-benar ditepati!

Nabi Yesaya meneguhkannya dengan menulis: ‘Sungguh, beginilah firman TUHAN: “Tawanan pahlawanpun dapat direbut kembali, dan jarahan orang gagah dapat lolos, sebab Aku sendiri akan melawan orang yang melawan engkau dan Aku sendiri akan menyelamatkan anak-anakmu.” (Yesaya 49:25) Janji yang luar biasa sekali!

Lebih dari sepuluh tahun yang lalu saya mengalami peristiwa kelahiran baru yang amat menakjubkan, yang tidak pernah saya duga bisa terjadi di dalam kehidupan saya. Siang hari itu juga saya bertobat dan berjanji kepada Tuhan untuk mengubah sikap hidup saya dan mengikuti langkah-langkah-Nya. Selama berminggu-minggu saya termangu-mangu tidak mengerti, terus berusaha untuk menelaah sebab-sebabnya: “Why me, Lord?” Apakah gunanya? Apakah tujuannya?

Tiga minggu kemudian saya menulis surat dalam bentuk kesaksian untuk mengisahkan kejadian ajaib tersebut secara detil sekali kepada ayah saya. Saya berharap, agar ia mau menerima dan mengerti, bahwa saya mengalaminya di dalam sebuah gereja dari denominasi yang berbeda dengan gerejanya, yang tidak pernah saya kunjungi sebelumnya. Ternyata ketika ia membacanya, ia menerima semuanya dengan hati gembira, tanpa menghakimi detil-detilnya. Bahwa saya ‘bertemu’ dengan Tuhan di dalam sebuah gereja yang berdenominasi lain, bagi dia bukan merupakan suatu hal yang perlu dipermasalahkan! Hatinya diliputi oleh sukacita sorgawi, menyadari bahwa doa-doanya dan doa-doa ibu saya sudah dikabulkan oleh Tuhan, meskipun prosesnya memakan waktu berpuluh-puluh tahun lamanya.

Di luar pengetahuan saya, ternyata ia juga mengalami kelahiran baru di kota Yerusalem akhir dasawarsa ke-80. Ketika ia dipermandikan di sungai Yordan bersama saudara-saudara seiman lainnya, ia menerima ‘revelation’ dari sorga yang sukar sekali untuk dijelaskan, yang sebelumnya tidak pernah dialami olehnya. Untuk pertama kalinya, setelah berpuluh-puluh tahun melayani di ladang-Nya, ia menerima jamahan dari Tuhan yang mengubah dirinya secara total, dan juga pandangannya mengenai tubuh Kristus secara keseluruhan!

Pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan sebab-musabab kelahiran baru saya yang lama mencekam hati akhirnya dijawab oleh Tuhan melalui suatu peristiwa menyedihkan yang harus kami hadapi bersama beberapa tahun kemudian. Ternyata saya ‘dipilih’ untuk menjadi penengah, yang menghubungkan kakak laki-laki saya yang amat tersesat hidupnya kembali kepada Pencipta-nya. Di sini kesetiaan Tuhan akan janji-janji-Nya dibuktikan lagi, di mana Ia berkenan akan permohonan-permohonan doa kedua orang tua kami!

Dalam usia yang cukup muda kakak laki-laki saya meninggal dunia tahun 2000 di kota Sydney, Australia. Lebih dari tiga tahun lamanya dengan tekun saya berusaha menginjili dia dengan meyakinkan, bahwa HANYA Tuhan Yesus Kristus saja satu-satunya jalan keselamatan hidup bagi umat yang tersesat. Tepat enam minggu sebelum hari kematiannya, ia lahir baru! Saya yakin sekali, ... semua itu bisa terjadi, hanya oleh karena kasih karunia Tuhan saja! Haleluya!

Saya menyadari, … tidak semua orang mempunyai ayah kandung yang saleh. Jelas ayah saya masih jauh untuk bisa dikategorikan sebagai ayah yang seperti itu. Tetapi melalui kesetiaan dan ketaatannya, baik kepada keluarganya maupun kepada Tuhan, saya juga mengetahui, bahwa Allah Bapa di sorga menawarkan kasih AGAPE kepada orang-orang yang tidak pernah mendapat kesempatan untuk menerima kasih dan penghargaan dari ayah mereka. Kasih Allah Bapa yang luar biasa tersebut mampu menghibur dan menyembuhkan kehancuran hati setiap insan di dunia yang sudah diabaikan oleh ayah-ayah kandung mereka sendiri! (Yesaya 61:1)

Dengan iman, KASIH tersebut dapat kita nikmati, jika kita bersedia menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita. Karena semenjak darah-Nya yang tak ternilai harganya dicurahkan di atas kayu salib bagi keselamatan hidup segenap umat manusia, kita menerima ‘kehormatan’ untuk menikmati kasih karunia-Nya yang tidak terbatas itu! (Baca Kasih: I Want to Know What Love is)

Saya berani menulisnya berdasarkan pengalaman saya sendiri. Itu adalah kesaksian saya! Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya, sebab Ia baik! Sebab Ia sungguh amat baik!

Amin. 

John Adisubrata 
September 2007

Tribute: Bapa Yang Setia (1)

Oleh: John Adisubrata

MY FATHER, MY HERO

Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian, karena aku memberikan ilmu yang baik kepadamu; janganlah meninggalkan petunjukku. (Amsal 4:1)

Ayah saya bukan seorang ayah yang sempurna. Seperti kebanyakan ayah-ayah orang lain, ia juga mempunyai banyak kekurangan. Selain orangnya memang pendiam dan jarang mau berkata-kata jika tidak diperlukan, ia mempunyai tabiat yang keras, kemauan yang tidak kenal menyerah, sifat-sifat yang amat tegas dan tindak-tanduk penuh kewibawaan.

Selama masa-masa pertumbuhan saya, saya mengenal ayah saya sebagai seorang pria yang selalu memperlihatkan raut muka yang serius. Jarang sekali ia mau bergurau. Kadang kala saja saya bisa menyaksikan ia bercanda dengan kami, anak-anaknya. Sering kali saya harus menerima pukulan-pukulan rotan dari genggaman tangannya yang kekar dan kuat, jika saya bertindak nakal dan melakukan kesalahan atau hal-hal yang membangkitkan amarahnya.

Bagi mereka yang belum mengenal dirinya secara akrab, ia selalu terkesan galak sekali.

Dahulu tidak jarang saya merasa kecewa mempunyai ayah seperti dia, terutama jika melihat sikap ayah-ayah teman saya yang jauh lebih fleksible, ramah, kocak, dan terutama, yang memperlakukan anak-anak mereka seperti sahabat-sahabat yang sebaya umurnya. Tetapi semenjak saya mulai menginjak usia dewasa, apalagi sesudah saya mengenal Tuhan, saya bisa memaklumi karakter-karakternya.

Ayahnya meninggal dunia ketika ia baru berumur lima tahun. Bersama dengan kakak perempuannya ia dibesarkan oleh ibu mereka seorang diri. Dan sebagai seorang janda yang masih berusia cukup muda, nenek kami harus berjuang keras untuk bisa membiayai kehidupan keluarganya. Keinginannya hanya satu, yaitu melihat ayah saya meneruskan pendidikannya di sekolah tinggi.

Tanpa figur seorang laki-laki di dalam rumahnya, ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang amat cerdas dan penuh ambisi. Selain mempunyai IQ yang tinggi sekali, sedari kecil ayah saya adalah penggemar kegiatan-kegiatan sport, bahkan pada masa mudanya ia terjun di sana untuk mengambil bagian di dalamnya. Salah satu ‘puncak’ yang berhasil diraih olehnya di bidang kesayangannya tersebut, adalah ketika ia menjadi salah seorang pemain sepak bola kesebelasan nasional Singapore. Beberapa tahun lamanya ia ikut mewakili mereka bertanding melawan negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Sampai usianya yang lanjut ia tetap rajin berolahraga, terutama di bidang tenis

Entah oleh karena pengaruh pendidikan tanpa kehadiran seorang ayah di dalam hidupnya, ia jarang sekali menunjukkan affection-nya kepada kami. Tak pernah sekalipun ia menunjukkan kasih sayangnya kepada kami, anak-anaknya, melalui sentuhan atau pelukan. Kendatipun sinar wajahnya sering kali membuat kami, dan juga para pegawai perusahaannya merasa takut, gentar dan mau-tidak-mau ... harus menghormatinya, ia sebenarnya memiliki banyak sekali karakter-karakter lembut mengagumkan yang tersembunyi rapat di baliknya.

Tidak pernah ia menunjukkan perbedaan di dalam mengasihi anak-anaknya. Kami selalu menerima perhatian yang sama. Salah satu tabiatnya yang positif adalah kenyataan, bahwa ia tidak pernah membedakan anak-anaknya berdasarkan ‘penampilan’ mereka. Ia tidak hanya mengasihi dan memperhatikan anak-anaknya yang bertampang cakap, tetapi ia juga tidak mengabaikan yang lain, yang berwajah biasa-biasa saja.

Kakak laki-laki saya, anaknya yang keempat, dikaruniai oleh Tuhan wajah yang sangat tampan. Ia lahir sebagai bayi yang berwajah sempurna, lucu dan menawan hati. Oleh karena kelebihan-kelebihannya itu, ia mendapat perhatian dari banyak sekali anggota keluarga kami. Ia disayangi dan dielu-elukan oleh semua orang. Setahun kemudian, ketika saya, ... anak bungsunya, hadir di dunia untuk pertama kali, sambutan yang saya terima dari mereka berbeda sekali. Kekurangan-kekurangan yang saya miliki tampak nyata dibandingkan dengan kesempurnaan kakak saya sebagai bayi berwajah cakap yang sudah menawan hati mereka.

Selama masa-masa pertumbuhan kami, mereka tidak pernah berhenti mengingatkan saya mengenai perbedaan tersebut. Bahkan sebagian dari mereka terang-terangan memperlakukan kami secara berlainan. Mungkin di luar kesadaran mereka sendiri, mereka ingin memastikan, agar saya tidak akan melupakan kejadian itu untuk selama-lamanya. Tampaknya tujuan mereka berhasil dengan jitu sekali!

Tetapi ... ayah saya tidak pernah membedakan kami berdua! Ia sudah bisa melihat jauh ke depan kelebihan-kelebihan saya di balik segala kekurangan ‘tampak luar’ yang tidak bisa disembunyikan tersebut. Nasihat rasul Paulus yang mengatakan: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.” (Kolose 3:21) benar-benar diterapkan olehnya di dalam kehidupan kami berdua. Dan akibatnya, … perlakuannya yang adil tersebut membekas di dalam hati saya untuk selama-lamanya.

Sedari kecil perasaan minder menghantui diri saya yang menyebabkan saya sering kali bertanya-tanya: “Mengapa wajahku tidak setampan wajah kakakku? Mengapa diriku tidak sempurna seperti dirinya?” Saya rindu sekali untuk mendapatkan perhatian dari keluarga-keluarga kami sebesar perhatian yang mereka berikan kepadanya. 

Di sanalah Tuhan menjawab dan menunjukkan kepedulian-Nya terhadap segala jeritan-jeritan pedih tak terucapkan yang sudah mengendap lama sekali di dalam hati saya semenjak saya mengerti akan arti perbedaan-perbedaan perlakuan mereka terhadap kami berdua. Suatu hal yang mengharukan sekali terjadi ketika saya menginjak usia remaja, yang tidak akan pernah saya lupakan lagi untuk selama-lamanya.

Pada suatu hari … ketika saya masih berumur kira-kira 16 tahun, setelah menatap wajah saya beberapa saat lamanya dengan kedua mata yang bersinar-sinar penuh kebanggaan, ia berkata: “John, tidak pernah terbayangkan oleh Papa, bahwa engkau sekarang bisa berubah menjadi seperti ini.”

Oh, ... suatu pernyataan indah dan penghargaan dari seorang ayah yang seketika itu juga melambungkan kepercayaan diri saya ke suatu ‘tingkat’ yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Bahwa seorang pendiam seperti dia yang jarang sekali mau menunjukkan emosinya di hadapan orang lain, mau menyatakan perasaannya seperti itu, … hanya untuk saya seorang saja, adalah suatu mujizat yang tidak pernah saya harapkan. Perlakuan ayah saya berhasil membina kembali citra diri saya yang pada waktu itu sudah hancur berantakan. Di mata saya tindakan yang baru ia lakukan tersebut adalah suatu kehormatan yang luar biasa!

Memang benar ... kendatipun pada saat itu wajah saya masih tetap tidak setampan wajah kakak saya, tetapi Tuhan bertindak adil sekali, sebab selama tahun-tahun pertumbuhan kami, perbedaan yang tadinya berjarak cukup jauh, … perlahan-lahan menjadi berkurang. Ia mengaruniakan kepada saya beberapa ‘kelebihan’ untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang tadinya tampak jelas sekali di mata orang-orang lain.

Semenjak saat itu saya menjadi semakin mengasihi dan menghormati ayah saya. Saya merasa bahagia sekali menyadari, bahwa ia ternyata bangga mempunyai anak seperti saya, dan mau menghargai diri saya seperti apa adanya.

Ia adalah pahlawan saya yang terbesar, yang telah dipakai oleh Tuhan untuk memulihkan citra diri saya yang sedang terluka parah. Tanpa ingin menimbulkan kesan, bahwa saya mengabaikan kasih dan penghargaan ibu atau saudara-saudara saya, saya ingin meluruskan, bahwa kenyataannya adalah: ... hanya ayah saya saja yang berhasil meninggalkan bekas-bekas tak terlupakan itu terukir di dalam hati dan kehidupan saya untuk selama-lamanya.

Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” (Mazmur 103:13)

(Bersambung) 

Tribute:
BAPA YANG SETIA (2)

MY FATHER, MY SAVIOUR