Showing posts with label Roh Kudus. Show all posts
Showing posts with label Roh Kudus. Show all posts

Friday, March 19, 2010

Mendengar Suara Tuhan (6)


Oleh: John Adisubrata

SUARA ROH KUDUS

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, …” (Yohanes 10:27)

Saya teringat akan nasihat yang saya berikan kepada Sharon, gadis remaja yang meminta pendapat kami mengenai masalah yang sedang ia hadapi, di mana pendeta muda di gerejanya berkata, bahwa Roh Kudus sudah ‘bersabda’ (memberi ilham) di dalam hatinya, bahwa Sharon adalah jodohnya yang sudah ditentukan oleh Tuhan. (Baca: Mendengar Suara Tuhan Bab 1)

Berdasarkan pandangan yang baru saya uraikan di atas, saya berkata kepadanya: “Roh Kudus adalah Roh Allah yang berhati lembut dan bersikap sopan. Jika Ia benar-benar mempunyai rencana indah bagi kehidupan kalian berdua, tidak mungkin Ia hanya mengilhami hati pemuda itu saja, tanpa memberitahukannya kepadamu.”

Percakapan kami saya akhiri dengan sebuah nasihat: “Apabila seseorang bernubuat kepada kita di mana dirinya sendiri ikut tersangkut di dalamnya, serta akan memperoleh keuntungan darinya, lalu dengan berani mengatakan, bahwa Roh Kudus-lah yang menyuruh dia melakukannya, … kebenaran nubuatan itu justru harus segera diuji!”

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, mempunyai kemampuan untuk bisa mendengar suara Tuhan memang bukan suatu hal yang mudah. Diperlukan kemauan, ketaatan dan kerajinan untuk mempelajari firman-Nya, agar kita bisa menjadi lebih sensitif akan suara-Nya. Saya selalu berhati-hati untuk tidak membabi-buta di dalam mengkategorikan setiap suara yang ada di dalam hati atau pikiran saya sebagai suara Roh Kudus, sekalipun sering dianjurkan agar kita dengan iman menerimanya begitu saja, kalau perlu … mengucapkannya!

Ps Joyce Meyer, pelopor acara TV kristiani: Enjoying Everyday Life, pernah berkata: “Ada suatu garis yang sangat tipis, yang memisahkan suara Roh Kudus dari suara hati kita sendiri. Sering kali kita cenderung hanya bertindak menuruti suara-suara yang menyenangkan hati kita saja, … menyangka bahwa itulah yang dikehendaki oleh-Nya. Tapi kemudian, jika tindakan kita itu ternyata gagal, kita mengeluh apabila Tuhan tidak datang menolong! Padahal dari awalnya Ia tidak pernah ikut campur dengan keputusan yang kita ambil tersebut.” Jadi di manakah letak perbedaan suara Roh Kudus dengan suara kita sendiri, atau … suara-suara ‘musuh’ kita?

Saya pernah mendengar khotbah Ev Franky Sihombing melalui beberapa kaset, yang direkam ketika ia datang untuk memimpin KKR di kota kami hampir 15 tahun yang lalu. Ia berkata, bahwa jika kita mempunyai hubungan yang intim dengan Tuhan, kita bisa segera mengenali nada suara-Nya di antara suara-suara lain yang sering kali memenuhi pikiran dan hati kita. Ia memberi beberapa contoh sebagai ilustrasi untuk menjelaskannya.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah analogi hubungan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Di tempat umum (rumah sakit bersalin), di tengah-tengah kesimpang-siuran suara ibu-ibu dan tangisan bayi-bayi lainnya, ibu itu bisa mengenali nada suara tangisan bayinya sendiri. Begitu juga kebalikannya. Semua itu menjadi mungkin hanya oleh karena mereka mempunyai ikatan ‘batin’ yang begitu dekat!

Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan keintiman hubungan yang kita perlukan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk mendengar suara Tuhan. Karena memang, persekutuan melalui doa dan kerajinan mempelajari alkitab, dengan berlalunya waktu akan membuat ‘telinga’ hati kita menjadi semakin peka akan suara Roh Kudus. Yesus menggunakan perumpamaan tentang keintiman hubungan seorang gembala dengan domba-dombanya untuk menjelaskan hal itu: Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.” (Yohanes 10:4)

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, saya bisa dengan yakin mengatakan, bahwa Tuhan sudah berusaha memprakarsai hubungan yang intim dengan umat-Nya jauh sebelum kita mengenal Dia. Begitu besar kasih-Nya kepada kita, sehingga Ia mau sabar menunggu saat-Nya untuk ‘bertindak’. Karena sedari dulu saya sudah tahu, ketika saya masih kanak-kanak, bahwa … suatu hal telah terjadi di dalam diri saya, jauh sebelum kami sekeluarga menjadi orang-orang yang beragama Kristen. Entah apa atau siapa yang berhasil mempengaruhi diri saya, tetapi sebagai seorang anak yang masih kecil, saya sudah merasa yakin sekali, bahwa ada suatu ‘alam’ PRIBADI yang jauh lebih tinggi, yang tidak kelihatan secara kasat mata, berkuasa atas kita! lain di balik kebesaran mayapada yang tampak nyata ini, di mana

Selain itu entah mengapa, sedari kecil saya selalu merasa gentar untuk mengerjakan sesuatu yang saya ketahui adalah perbuatan-perbuatan yang jahat. Seolah-olah setiap kali saya tergoda untuk melakukannya, ada ‘suara’ yang memperingati hati nurani saya! Sekarang saya tahu, bahwa hanya oleh karena kasih karunia-Nya yang tak terbatas saja, sedari dahulu Roh Kudus sudah berusaha menghubungi saya. Bahkan sekalipun selama itu selalu saya acuhkan, Ia tetap bersedia untuk memperingati, melindungi, bahkan menuntun hidup saya! Jadi ketika saya masih kecil, Ia sudah mengaruniakan sebutir bibit iman di dalam hati, pada saat saya masih belum bisa memahami maknanya. (Mazmur 22:11) Karena memang, sesuai isi firman Tuhan, … iman adalah dasar dari segala sesuatu! (Ibrani 11:1)

Nabi Yeremia menjelaskan proses tersebut seperti ini: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5) Rasul Paulus mendukung pernyataan itu di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Efesus 1:4)

Penuh keharuan saya membaca kedua ayat tersebut untuk pertama kalinya tidak lama setelah kelahiran baru saya, di mana suara Roh Kudus dengan jelas sekali bersabda di dalam hati saya, bahwa seperti semua orang kristiani lainnya, saya juga sudah dipilih dan dikuduskan oleh Tuhan jauh sebelum saya dilahirkan, … bahkan sebelum dunia dijadikan. Sungguh suatu kehormatan yang luar biasa! Haleluya!

Saya teringat akan hari-hari terakhir sebelum hidup saya diubahkan oleh Tuhan. Selama itu hati nurani saya terus bergejolak, dipenuhi oleh suara-suara yang memperdebatkan sikap saya yang tegas menolak ajakan istri untuk pergi menghadiri malam konser musik kristiani dari Indonesia yang diadakan di kota kami. (Baca: Semuanya adalah Kasih Karunia – Bab 3) Karena pergumulan seperti itu sudah sering saya alami sebelumnya, seperti biasa saya menduga, bahwa suara-suara tersebut pasti berasal dari dalam hati atau pikiran saya sendiri. Tak pernah terbayangkan, bahwa setelah Tuhan membuka mata hati saya, ternyata di antaranya ada ‘suara-suara’ yang sebenarnya bukan suara hati saya sendiri.

Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Efesus: “…, karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Efesus 6:12) Sekarang saya mengerti, bahwa selain suara Roh Kudus, … dari alam itupun, yang sekarang saya ketahui adalah alam roh, sebenarnya asal suara-suara yang bukan suara hati kita sendiri, yang selalu berusaha untuk mencobai, mempengaruhi, bahkan menggugurkan iman kita!

Tugas kita hanyalah untuk belajar mengenali dan membedakannya, mana yang berasal dari Roh Kudus, dari kehendak diri kita sendiri, dan yang paling penting, yang berasal dari Iblis! Karena jika kita tidak bersandar sepenuhnya kepada isi firman Tuhan, dengan mudah ia juga bisa mengelabui mata hati kita melalui penglihatan, mimpi atau ilham di dalam hati! (2 Korintus 11:14) Ingatlah akan pengalaman Yesus, ketika Ia dicobai di padang gurun olehnya. Jawaban yang Ia berikan kepadanya selalu diawali dengan kata-kata: “Ada tertulis, …” (Lukas 4:1-13)

Teladan itulah yang harus selalu kita lakukan, agar sebagai orang-orang percaya yang mengasihi-Nya dengan sepenuh hati, kita tidak perlu merasa kuatir lagi. Karena Roh yang ada di dalam kita, jauh lebih besar dari pada roh-roh yang ada di dalam dunia ini! (1 Yohanes 4:4b) Alkitab mengatakan: “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.” (2 Korintus 1:21-22)

Saya menyadari, bahwa setiap orang mempunyai pengalaman-pengalaman sendiri bersama Roh Kudus. Tetapi kendatipun ada yang serupa, tidak seharusnya kita menuntut, bahwa yang dialami orang-orang lain mesti persis seperti pengalaman kita, … hanya oleh karena kita enggan untuk mempercayai kebenarannya. Memang tidak ada rumus-rumus tertentu yang diperlukan, agar kita bisa mengalami anugerah tersebut. Karena sebenarnya Roh Kudus selalu bersabda kepada kita melalui berbagai cara, … saat teduh, saat berdoa, saat membaca alkitab, saat mendengarkan firman, saat puji dan sembah, saat bercakap-cakap dengan orang-orang lainsekalipun bukan orang kristiani), saat menikmati keindahan alam semesta, dan lain sebagainya.

Nabi Yesaya menulis: “… Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yesaya 50:4c) Apabila kita mengadakan waktu untuk mendengarkan suara-Nya, Ia pasti akan berfirman kepada kita. Kepekaan hati kita saja yang diperlukan!

Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Haleluya!

John Adisubrata
Maret 2010

Friday, March 5, 2010

Mendengar Suara Tuhan (5)


Oleh: John Adisubrata

SUARA SIAPA?

‘Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: “Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!” (Mikha 3:11)

Seperti saya, tentu anda pernah mendengar melalui acara-acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang diadakan di kota anda, ‘humor’ yang sering kali dilontarkan dari atas altar gereja kepada jemaat oleh para hamba Tuhan sebelum kantong-kantong kolekte diedarkan: “Apabila anda mendengar dua suara di hati anda yang menganjurkan dua jumlah uang yang akan anda persembahkan saat ini, yang lebih tinggi … pasti berasal dari Tuhan, sedangkan yang sedikit jumlahnya … berasal dari Iblis. Oleh karena itu berikanlah yang Tuhan kehendaki!”

Seandainya saja ternyata anda belum pernah mengalaminya, … seperti saya ketika mendengarnya untuk pertama kali, tentu anda juga tersenyum membacanya. Sungguh sebuah ‘humor’ yang oleh karena begitu relevannya, mudah sekali untuk dihayati setiap orang, … termasuk mereka yang menganjurkannya dari atas mimbar!

Siapakah yang tidak pernah mendengar ‘perdebatan’ suara-suara seperti itu berkecamuk di dalam hati atau pikiran mereka ketika sedang mempertimbangkan besar kecilnya jumlah uang yang akan mereka ‘berikan’ kepada (gereja) Tuhan? Saya pernah mengalaminya!

Tetapi, sekalipun seolah-olah disampaikan di sana hanya dalam bentuk bercanda saja, apakah pernyataan seperti itu patut diutarakan oleh mereka? Apakah benar Tuhan mementingkan jumlah uang yang kita berikan, lebih dari pada sikap kita … kala mempersembahkannya?

Saya teringat akan teguran Tuhan Yesus kepada beberapa orang Farisi yang mengejek dan menyamakan kuasa-Nya untuk menyembuhkan seorang yang bisu dengan kuasa si penghulu setan, Beelzebul: “ … Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.” (Matius 12:34b) Memang, setiap perkataan yang kita ucapkan akan selalu memperlihatkan apa yang sebenarnya ‘menguasai’ pikiran dan hati kita, atau … paling sedikit menunjukkan prioritas hidup kita.

Perhatikanlah, orang-orang yang menyukai uang atau harta benda duniawi (mereka), jika mereka memberi kesaksian tentang mendengar suara Roh Kudus. Kesaksian mereka selalu berkisar dengan tema-tema berkat, kekayaan, kemakmuran, sejumlah besar uang (jutaandollar, milyaran rupiah) dan lain sebagainya. Ketika berkhotbah di atas bukit, Yesus juga memperingati para pengikut-Nya tentang ketamakan hati manusia: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21) Maksud-Nya, … apa yang sudah mengagumkan hati kita, itulah yang menjadi pusat perhatian kita, bahkan akan selalu menjadi bahan percakapan kita!

Belum lama ini di salah satu program TV hamba Tuhan yang sangat termasyhur di dunia, saya menyaksikan nubuatan seorang tamu penginjil/nabi yang khusus ditugaskan olehnya untuk membantu mengumpulkan dana (uang) bagi biaya pengeluarannya. Ia berkata: “Baru saja aku mendengar Tuhan berkata kepadaku, bahwa dalam waktu 30 menit mendatang ini ada 3000 pemirsa yang digerakkan hatinya untuk menyumbangkan uang sebesar US$ 3000,-. Jika mereka taat, Tuhan akan memberkati 100 kali lipat jumlah uang yang mereka persembahkan. Oleh karena itu, jika anda yang saya maksudkan, di mana pun anda berada, jangan mengulur-ulur waktu lagi. Segera isi buku cheque anda dan kirimkan saat ini juga. Ingatlah, waktunya sangat mendesak! Jika 30 menit ini telah berlalu, kesempatan anda untuk menerima berkat dari Tuhan pun akan berakhir.”

Saya menyadari, bahwa setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda-beda di dalam menanggapi pernyataan-pernyataan seperti itu. Banyak orang, baik yang Kristen maupun bukan, yang selalu mencurigainya, karena dari awalnya mereka sudah menolak untuk mempercayainya. Tetapi di lain pihak saya juga mengenal orang-orang yang langsung menyetujuinya, kendatipun mereka sebenarnya tidak bersedia untuk dijadikan salah satu dari ke-3000 orang tersebut!

Selain saya sendiri selalu berusaha untuk menjadi lebih jeli di dalam menanggapi nubuatan-nubuatan seperti itu, saya juga berpendapat, bahwa setiap orang berhak untuk mengekspresikan pandangan-pandangan mereka sesuai iman masing-masing. Demikian juga setiap orang kristiani yang merasa dibebani untuk bernubuat, berhak untuk melakukannya, jika itu adalah kehendak mereka!

Karena memang tidak jarang nubuatan-nubuatan yang tampak tidak berarti bagi seseorang, bisa mempunyai makna yang besar bagi orang-orang lain yang sedang memerlukannya. Bahkan nubuatan-nubuatan yang tampak jelas bagi orang-orang tertentu, bahwa itu diucapkan ‘di luarpengetahuan’ Tuhan, bisa diubah oleh-Nya dari sesuatu yang pada mulanya hanya dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, menjadi berkat yang berkelimpahan bagi umat Tuhan yang lain.

Oleh karena itu, motif-motif yang keliru pun bukan merupakan alasan bagi kita untuk mengecam mereka! Biarlah Tuhan saja yang menentukan akibatnya, … bukan kita, karena kelak jika saatnya telah tiba, setiap orang pasti harus mempertanggung-jawabkan segala tindak tanduk mereka di hadapan-Nya! Saya teringat akan nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika: Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (1 Tesalonika 5:19-21)

Sebagai orang percaya kita tahu, bahwa nubuatan (yang sejati) selalu berasal dari (diilhami oleh) Roh Kudus. Jika bukan, … dengan mudah kita bisa menguji dan membuktikannya!

Pertama: Apabila kita mengenal isi firman Tuhan, … sekalipun belum sempurna, tetapi oleh karena rajin mempelajarinya setiap hari di saat-saat teduh bersama Dia, kita akan mampu melihat kejanggalan-kejanggalannya seketika itu juga, jika nubuatan-nubuatan tersebut ternyata tidak selaras dengan kehendak-Nya. Banyaknya isi firman Tuhan yang terukir di dalam hati kita sangat tergantung dengan level kehausan kita akan firman-Nya. Itulah yang membuat kita menjadi jauh lebih peka akan suara Roh Kudus! Jika anda masih tetap merasa kurang yakin akan keotentikan nubuatan-nubuatan seperti itu, … saya anjurkan untuk selalu kembali kepada otoritas yang paling tinggi, yaitu alkitab! Karena tidak ada ‘suara’ Tuhan yang lebih konkrit dari pada ayat-ayat hidup yang tertulis di sana!

Kedua: Selain itu Roh Kudus yang ada di dalam hati kita tidak berbeda dengan Roh Kudus yang sudah mengilhami nabi atau hamba Tuhan tersebut. Oleh karena itu, jika nubuatan itu benar-benar berasal dari Tuhan, Roh Kudus pasti akan memberikan konfirmasi di dalam hati kita! Seluruh isi alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ditulis oleh orang-orang yang secara khusus sudah diilhami oleh Roh Kudus untuk melaksanakannya. Tulisan-tulisan mereka saling meneguhkan. Keempat Injil mengenai kehidupan Kristus, kendatipun ditulis oleh 4 pribadi dalam waktu yang berlainan, berisi laporan detil kesaksian-kesaksian yang serupa tapi tak sama, yang saling melengkapi!

Rasul Petrus menulis: “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Petrus 1:20-21)

Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” (Matius 7:15)

(Bersambung)

MENDENGAR SUARA TUHAN (6)

SUARA ROH KUDUS

Thursday, February 18, 2010

Mendengar Suara Tuhan (4)


Oleh: John Adisubrata

‘MEWAKILI’ TUHAN

‘Jawab TUHAN kepadaku: “Para nabi itu bernubuat palsu demi nama-Ku! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri.” (Yeremia 14:14)

Tetapi di samping orang-orang yang sudah dipilih oleh Tuhan tersebut, alkitab juga memperingatkan, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahwa akan selalu ada ‘wakil-wakil’ palsu, yang dengan berani menyampaikan ‘firman’ kepada umat-Nya, kendatipun Tuhan tidak pernah mengutus mereka untuk melakukannya!

Salah satu contoh adalah ‘nubuatan’ yang dikatakan oleh Simei kepada raja Daud: ‘Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: “Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.” (2 Samuel 16:7-8)

Nubuatan itu terbukti tidak pernah terjadi, karena memang dari awalnya ia bukan utusan Tuhan untuk mewakili-Nya!

Yeremia, salah seorang nabi yang harus menanggung banyak sekali penderitaan pada masa pelayanannya, sering kali diutus oleh Tuhan untuk menghadapi dan menghardik nabi-nabi palsu. Menggunakan nama Tuhan sebagai tameng mereka, para nabi tersebut berusaha untuk mengelabui mata bangsa Israel dan menyesatkan mereka. Kitab Yeremia mencatat keluhan Tuhan: “Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat.” (Yeremia 23:21) Di kitab yang sama Ia menekankan hal itu sekali lagi: “Sebab mereka bernubuat palsu kepadamu demi nama-Ku. Aku tidak mengutus mereka, demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 29:9)

Di kitab Matius pasal ke-24, pasal yang khusus membahas tanda-tanda akhir zaman, Tuhan Yesus juga memperingati para pengikut-Nya untuk selalu berhati-hati di dalam menghadapi orang-orang seperti itu: Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang.” (Matius 24:11) Terutama mereka yang mampu melakukan tanda-tanda dahsyat dan mujizat-mujizat yang luar biasa! (Matius 24:24)

Jadi, … bagaimana kita bisa membedakan nubuatan (firman) yang asli dari Tuhan, dan yang bukan? Nubuatan siapakah yang harus kita percayai? Apakah pernyataan setiap orang percaya kepada kita tentang penglihatan, mimpi atau ilham (Roh Kudus) di dalam hati mereka, adalah suatu jaminan, bahwa semua yang mereka katakan pasti berasal dari Tuhan? Dan oleh karena itu, apakah kita wajib mempercayai dan mengerjakan segala permintaan mereka?

Tidak seharusnya kita memojokkan orang-orang tertentu dengan meragukan atau langsung menolak ‘nubuatan-nubuatan’ mereka, sekalipun message-nya kadang-kadang terdengar amat berbeda dengan pendapat atau keinginan kita. Lebih baik kita berdiam diri serta menunggu hasilnya, daripada langsung mengecam (nubuatan) mereka.

Memperingati agar kita tidak menuduh secara sembarangan, Tuhan berkata: Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku!” (Mazmur 105:15) Tentu saja yang dimaksudkan di situ adalah wakil-wakil Tuhan yang sejati, yang benar-benar telah menerima mandat dari Tuhan untuk menyampaikan firman-Nya kepada kita. Sekalipun bernubuat adalah hak dan tanggung jawab setiap pribadi, yang biasanya dilakukan murni berdasarkan iman mereka, Tuhan tetap menganjurkan, agar kita tidak menerima begitu saja setiap nubuatan orang tanpa membandingkannya terlebih dahulu dengan kebenaran isi alkitab.

Selain itu beberapa pertanyaan ini bisa membantu menentukan keputusan kita mengenai keotentikan nubuatan orang-orang: Siapakah yang memberikannya? Apakah mereka hidup sesuai dengan firman Tuhan? Apakah mereka mempunyai nama-nama yang baik di mata jemaat gereja Tuhan? Apakah tindakan-tindakan mereka sehari-hari sesuai dengan perkataan-perkataan mereka sendiri? Apakah ada motif-motif pribadi di balik nubuatan-nubuatan mereka? Siapakah yang tampak lebih menonjol di sana: Tuhan atau diri sendiri?

Tentu saja sebagian besar dari pertanyaan-pertanyaan itu juga bisa dipergunakan sebagai checklist bagi mereka yang merasa terdorong untuk ‘bernubuat’! Termasuk kedua pertanyaan ini: Apakah nubuatan itu akan membangun iman, dan bukan malah menjerumuskannya! Apakah konfirmasi dari Tuhan diperlukan … sebelum melakukannya?

Sering kali oleh karena keadaan yang tampak sangat menguntungkan, kita langsung menarik kesimpulan, bahwa itu adalah kehendak Tuhan yang sudah ditanamkan oleh-Nya di dalam hati kita untuk dinubuatkan. Seperti peristiwa yang terjadi pada raja Daud, ketika Saul memasuki gua di mana dia dan pasukannya sedang bersembunyi. Anak buahnya menyangka, bahwa TUHAN sudah menyerahkan dia kepada Daud untuk diperlakukan sesuai kehendaknya.

‘Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: “Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.” Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam.’ (1 Samuel 24:5) Di sini anak buah Daud bernubuat ketika melihat keadaan yang sangat menguntungkan mereka tersebut. Tidak diterangkan di sana, apakah Tuhan benar-benar berfirman atau itu hanya dugaan mereka belaka. Jelas sekali mereka ingin melihat Daud membunuh Saul saat itu juga. Tetapi Daud tidak menanggapi kesempatan itu sesuai keadaan, melainkan sesuai kehendak Tuhan! Karena Daud mengenal isi hati-Nya, ia tidak mau mencelakai orang yang sudah diurapi oleh Tuhan!

Beberapa tahun yang lalu seorang saudara seiman mengutarakan kejengkelan hatinya kepada saya, karena baru saja ia ditegur oleh gembala sidangnya. Ketika mendengar tentang apa yang menjadi sumber mata pencahariannya sehari-hari, pendeta itu berkata: Casino adalah suatu bisnis yang terkutuk. Sebagai seorang Kristen, tidak seharusnya engkau bekerja di tempat maksiat seperti itu.”

Oh, … tentu saja teguran sekeras itu tidak hanya mengejutkan dia, tetapi juga ... saya! Memang tidak pada tempatnya menegur seseorang dengan cara demikian, apalagi sebagai gembala sidang gereja Tuhan. Pasti ada cara-cara lain yang lebih baik dan bijaksana, yang bisa ia pergunakan untuk mengutarakan keprihatinannya!

Teman kami menguraikan, bahwa semenjak ia tiba di kota Brisbane, Australia, untuk mengikuti suaminya, ia berusaha keras untuk mencari pekerjaan. Setelah melamar ke mana-mana tanpa tanggapan, akhirnya ia menerima kesempatan untuk bekerja di sebuah Casino yang tahun itu baru saja dibuka di kota kami, … di meja perjudiannya. “Kesempatan itu pasti berasal dari Tuhan, karena semenjak meninggalkan Indonesia aku sudah berdoa, agar Ia memberi aku pekerjaan di kota ini.” Ujarnya penuh semangat untuk membela dirinya! Dengan kata lain, sesuai imannya ia yakin, bahwa oleh karena tidak ada jalan lain yang tampaknya bisa mengabulkan keinginannya, jalan itu pasti berasal dari Tuhan.

Saya bisa memaklumi kesimpulannya, karena seperti yang sudah dilakukan oleh anak buah Daud, tidak jarang, … agar tampak benar, saya juga cenderung untuk mencocok-cocokkan hal-hal yang menguntungkan diri saya sendiri dengan isi firman Tuhan. Perlu diketahui, bahwa alkitab tidak pernah mendukung kesimpulan seperti itu, justru kebalikannya! (Matius 7:13-14) Tidak semua yang tampak positif, adalah yang terbaik untuk kita. Belum tentu semua yang membuat kita tampak berhasil dan makmur, adalah ‘kehendak’ Tuhan.

Memang tidak ada ayat-ayat alkitab yang melarang kita bekerja di Casino. Tetapi sebagai orang-orang yang beriman, kita seharusnya mampu membedakan mana yang berkenan di hati Tuhan, dan mana yang tidak. Karena orang-orang yang beriman akan selalu membaca alkitab, berusaha mendengarkan suara Tuhan, mengetahui rencana-rencana-Nya bagi kehidupan mereka, dan yang paling penting, bersedia untuk melakukan perintah-perintah-Nya! Iman adalah percaya kepada Tuhan dan percaya pada kebenaran firman-Nya! Karena di situlah letak sumber kebenaran hidup yang sejati!

Kendatipun teguran hamba Tuhan tersebut memberi kesan yang kurang menyenangkan, ternyata tidak lama sesudahnya beberapa musibah mulai terjadi di dalam kehidupan teman kami dan keluarganya. Pertama-tama suaminya terserang penyakit kanker otak yang cukup ganas, yang hanya oleh karena kasih karunia Tuhan saja berhasil dioperasi dan sembuh. Lalu kesehatannya sendiri menurun gara-gara rutin kerja sehari-hari yang akhirnya memaksa dia untuk mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Tetapi yang paling mencemaskan adalah status perkawinannya yang menjadi goncang sekali, disebabkan oleh karena konflik-konflik penuh kekerasan di dalam rumah tangganya yang semakin meruncing. Bertahun-tahun lamanya ia dan keluarganya kehilangan damai sejahtera Tuhan. Akhirnya … perceraian menjadi solusi yang tak terelakkan lagi!

“Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, …” (Roma 9:1)

(Bersambung)

MENDENGAR SUARA TUHAN (5)

SUARA SIAPA?

Thursday, February 4, 2010

Mendengar Suara Tuhan (3)


Oleh: John Adisubrata

PELAYANAN MALAIKAT

‘Tetapi jawabnya: “Perlihatkanlah kiranya kemuliaan-Mu kepadaku.” (Keluaran 33:18)

Mempelajari kitab Kejadian mengenai cara-cara Tuhan menghubungi umat-Nya dahulu untuk bercakap-cakap dengan mereka melalui ketiga contoh yang sudah dibahas sebelumnya (penglihatan, mimpi atau ilham Roh Kudus di dalam hati) menunjukkan, bahwa sikap hidup dan iman setiap orang yang mengasihi-Nya ikut mempengaruhi, bahkan sangat menentukannya. Tentu saja cara-cara Tuhan tersebut masih tetap berlaku sampai sekarang, karena kenyataannya, setiap orang harus menentukan sendiri sesuai dengan iman masing-masing, bagaimana mereka ‘mau’ atau ‘bisa’ dihubungi oleh Tuhan!

Apabila kita memperhatikan kisah-kisah di dalam kitab Perjanjian Lama tersebut secara lebih teliti lagi, bagaimana Tuhan sudah berfirman, berdialog, bertemu muka, bahkan sempat bergulat dengan (salah seorang dari) mereka, kita bisa melihat, kendatipun dinyatakan di sana, bahwa seolah-olah Ia sendiri yang berfirman atau bercakap-cakap dengan orang-orang tersebut, sebenarnya … ada ‘pribadi-pribadi’ sorgawi lainnya yang pergi mewakili Dia sebagai utusan untuk menemui mereka.

Peristiwa penting di kitab Keluaran 3 yang dialami oleh Musa ketika ia untuk pertama kalinya menerima panggilan Tuhan di gunung Horeb, membuka pengertian itu dengan jelas sekali. Pada awalnya tertulis di sana: “Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api.” (Keluaran 3:2)

Setelah itu, ketika Musa hendak memeriksa apa yang sedang disaksikan olehnya, tiba-tiba Allah berseru dari tengah-tengah semak duri yang sedang menyala tersebut dan mulai bercakap-cakap dengannya. (Keluaran 3:5) Ayat berikutnya mencatat: Lagi Ia berfirman: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.’ (Keluaran 3:6)

Jadi sebenarnya, seperti yang dilukiskan di dalam kisah-kisah di kitab Kejadian yang sudah dibahas sebelumnya, untuk menemui Musa secara pribadi, … malaikat sorgawilah yang mewakili TUHAN untuk menyampaikan firman itu kepadanya! Dan oleh karena mereka adalah utusan-utusan-Nya yang sah, setiap perkataan yang keluar dari mulut malaikat-malaikat itu, dicatat di sana … murni sebagai firman yang diucapkan oleh Tuhan secara pribadi!

Kesimpulan tersebut semakin didukung oleh peristiwa berikutnya yang dialami oleh Musa pada saat mendaki gunung Sinai atas permintaan Tuhan untuk menemui dan bersekutu dengan-Nya, di mana ia menerima kedua loh batu yang berukirkan kesepuluh perintah Allah. Ketika Musa menyatakan keinginannya agar ia bisa menatap wajah-Nya, alkitab menjelaskan: ‘Lagi firman-Nya: “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” (Keluaran 33:20)

Ayat itu membuktikan, bahwa tidak ada seorang pun sesudah Adam dan Hawa, baik di zaman dahulu maupun sekarang, yang pada masa hidupnya pernah menyaksikan kemuliaan wajah Allah Bapa, sekalipun dinyatakan di dalam alkitab, bahwa mereka hidup bergaul erat dengan Dia!

Sampai saat ini banyak orang-orang percaya di mana-mana yang mengatakan, bahwa malaikat-malaikat sorgawi juga pernah datang mengunjungi mereka untuk menyampaikan firman Tuhan. Ada yang bisa melihatnya, tetapi ada juga yang hanya sekedar mendengar suaranya saja. Seperti kebiasaan yang selalu terjadi, sikap hidup orang-orang yang mengalami fenomena-fenomena semacam itu bisa berubah secara instan.

Perhatikanlah apa yang terjadi dengan kehidupan Musa tidak lama sesudah pertemuannya dengan Tuhan di gunung Horeb untuk pertama kalinya!

Memang malaikat-malaikat sorgawi adalah utusan-utusan-Nya yang dari dahulu sampai di akhir zaman nanti, akan tetap melakukan tugas-tugas mulia tersebut. Tetapi … semenjak zaman Musa, manusia pun, … mulai dengan Musa sendiri, dipakai oleh Tuhan sebagai penyambung lidah-Nya untuk menggenapi rancangan-rancangan-Nya di dunia. Musa, dibantu oleh kakaknya, Harun, diutus oleh Tuhan untuk mewakili-Nya menghadap kepada Firaun, guna mengatur pembebasan orang-orang Israel dari masa perbudakan mereka di Mesir.

Kitab Keluaran mencatat bagaimana TUHAN menjelaskan hal itu kepada Musa: Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Lihat, Aku mengangkat engkau sebagai Allah bagi Firaun, dan Harun, abangmu, akan menjadi nabimu.” (Keluaran 7:1) Di situ Tuhan menetapkan Musa, seorang yang berhati amat lembut, melebihi orang-orang lain yang hidup pada zaman itu (Bilangan 12:3), sebagai utusan yang mewakili-Nya untuk melakukan mujizat-mujizat dahsyat, yang sebelumnya biasanya hanya dilaksanakan oleh Tuhan melalui para malaikat-Nya. Mujizat-mujizat yang sampai saat ini masih terus dipercakapkan oleh setiap orang (percaya) di seluruh dunia!

Roh Kudus juga dicurahkan untuk pertama kalinya kepada Musa, yang menurut kitab Bilangan, diambil lagi sebagian oleh Tuhan, lalu dibagi-bagikan kepada ke-70 orang tua-tua bangsa, yang mendapat tugas untuk membantu Musa memimpin bangsa Israel, agar mereka bisa meringankan beban dan tanggung jawabnya yang amat besar tersebut. (Bilangan 11:17)

Semenjak saat itu, banyak sekali umat lainnya setelah Musa yang dipilih menjadi wakil-wakil Tuhan secara bergantian dari generasi ke generasi, sebagai penyambung lidah-Nya. Yang memegang peranan terpenting di kitab-kitab Perjanjian Lama adalah: Yosua, Gideon, Samuel, Daud, Natan, Salomo, Elia, Elisa, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Hosea, dan lain sebagainya. Termasuk juga nabi-nabi berikutnya: Gad, Azarya, Hanani, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, Maleakhi, dan lain-lainnya.

Orang-orang tersebut dinyatakan di dalam alkitab sebagai wakil-wakil Tuhan yang ditugaskan untuk meneruskan firman kepada umat-Nya di dunia. Bahkan kadang-kadang untuk menyampaikannya di antara mereka sendiri, seperti yang pernah difirmankan oleh Tuhan melalui nabi Natan untuk menegur raja Daud. (2 Samuel 12:1-25) Mereka semua di zaman masing-masing, baik sebagai raja/hakim maupun sebagai nabi, mengalami secara langsung atau tidak, ketiga contoh yang sudah dibahas sebelumnya, yang dialami oleh nenek moyang mereka! Seperti yang terjadi pada Musa, Tuhan pun menyatakan diri-Nya kepada Elia di gunung Horeb. (1 Raja-Raja 19:1-18)

Tidak bisa disangkal lagi, bahwa pada masa pelayanan-Nya yang amat singkat di dunia, Yesus adalah wakil Allah Bapa yang paling sempurna. Berbeda dengan nabi-nabi lainnya, Yesus-lah satu-satunya yang berasal dari sorga. (Yohanes 1:1-18) Selain nubuatan para nabi sebelum-Nya mengenai kelahiran, kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya sudah terjadi semua, sampai saat ini nubuatan-nubuatan yang Ia berikan sendiri juga masih terus digenapi dengan jitu sekali. Dicatat di dalam alkitab, bahwa oleh karena begitu banyaknya pekerjaan-pekerjaan yang sudah Yesus lakukan pada masa hidup-Nya, keempat Injil yang khusus menceriterakan kisah hidup-Nya tidak mempunyai kapasitas untuk memuatnya secara lengkap. (Yohanes 21:25)

Sebelum kenaikan Yesus ke sorga, Ia menghembuskan Roh Kudus kepada murid-murid-Nya (Yohanes 20:22), lalu mengutus mereka sebagai wakil-wakil-Nya untuk memberitakan Injil di dunia. Begitu juga para pengikut Kristus lainnya, termasuk orang-orang awam yang menerima anugerah luar biasa di hari Pentakosta, di mana Roh Kudus untuk pertama kalinya dicurahkan dari sorga atas mereka dengan dahsyatnya. (Kisah Para Rasul 2:1-12)

“Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.” (Ibrani 1:1-2)

(Bersambung)

MENDENGAR SUARA TUHAN (4)

‘MEWAKILI’ TUHAN