Showing posts with label Slogan. Show all posts
Showing posts with label Slogan. Show all posts

Sunday, January 4, 2009

WWJB


Oleh: John Adisubrata

“Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya.” (1Yohanes 5:2)

Pertengahan dasawarsa ke-90, ungkapan What Would Jesus Do? menjadi termasyhur lagi di dunia setelah dipasarkan secara global melalui cetakan-cetakan yang tertera pada baju-baju T-shirt atau barang-barang klenak-klenik, sebagai akibat ketenaran khotbah seorang Evangelist dari Amerika Serikat, bernama Tony Campolo. Ia diakui pada masa itu sebagai seorang pengkhotbah yang sanggup ‘mencuci bersih’ hati nurani setiap pendengarnya, terutama generasi-generasi yang masih muda belia.

Pelayanannya diawali akhir tahun 80-an, yang kemudian berkembang secara internasional awal tahun 90-an. Salah satu dari beberapa khotbahnya yang paling termasyhur di dunia adalah: Thank God It’s Friday, Sunday is Coming!’

Saya pernah melihat dia dan mendengar khotbahnya di sebuah gereja Uniting di kota Brisbane, Australia kira-kira tahun 1991. Ketika itu saya belum bertemu dengan Kristus. Tetapi terus terang saja, saya merasakan sesuatu hal sudah terjadi di dalam diri saya malam tersebut. Pada waktu itu saya tidak menyadari konsekuensinya. Tetapi saya yakin, khotbahnya telah menggugah hati saya untuk pertama kalinya sebagai persiapan pertobatan saya beberapa tahun kemudian, tepatnya di bulan Maret 1997.

Tony Campolo-lah yang menyebabkan ungkapan pendek WWJD diperbincangkan lagi oleh orang-orang kristiani di seluruh dunia abad berikutnya. Dan entah bagaimana awal-mulanya, ... ungkapan sangat ‘catchy’ itu berhasil dipasarkan oleh para pengusahawan Kristen yang berbakat, sehingga bisa menjadi salah satu ‘trademark’ kristiani yang berharga milyunan dollars!

Tetapi semenjak pertengahan dasawarsa terakhir ini, ungkapan itu diplagiat lagi dan dipergunakan oleh para aktivis anti-perang di dunia barat untuk mengekspresikan semboyan mereka kepada masyarakat umum.

Singkatan termasyhur WWJD mereka ubah menjadi … WWJB!

Seperti 10 tahun sebelumnya, sekarang di mana-mana tampak berkeliaran baju-baju T-shirt What Would Jesus Bomb? atau Who Would Jesus Bomb? yang dikenakan oleh orang-orang sebagai cara-cara mereka untuk mengungkapkan protes terhadap peperangan-peperangan yang sedang terjadi di dunia. Tentangan tersebut terutama ditujukan kepada perserikatan tiga negara ‘Kristen’: Amerika, Inggris dan Australia, yang sudah berani bersatu menyerbu Afghanistan, dan kemudian Irak awal abad ini.

Ironisnya, ... ungkapan baru yang dipergunakan sebagai semboyan mereka sebenarnya adalah inti kisah yang diceriterakan oleh Ev Tony Campolo di dalam khotbahnya lebih dari 15 tahun yang lalu, yang sudah menjadi penyebab peluncuran singkatan termasyhur WWJD sebagai salah satu dari ungkapan-ungkapan kristiani yang paling dikenal di dunia.

Di sana ia mengisahkan seorang pilot muda yang di luar kemauannya sendiri dipaksa untuk menjadi anggota militer angkatan udara pada zaman Perang Dunia Kedua. Ia menolak dengan tegas titah atasannya untuk menjatuhkan bom-bom dari pesawatnya ke daerah musuh: “Saya adalah pengikut Kristus. Setiap kali saya melakukan sesuatu yang saya sendiri tidak bisa memutuskannya, saya selalu bertanya: ‘What would Jesus do? Apakah Ia mau melakukan pemboman ini, seandainya Anda memerintahkan hal itu kepada-Nya?’ Firman Tuhan mengajarkan, bahwa Yesus adalah pengasih umat manusia, bukan pembenci mereka. Ia pengarunia hidup, bukan pembunuhnya. Ia penyelamat jiwa, bukan pencabutnya. Ia penawar keselamatan hidup, bukan penyesahnya. Saya sudah berjanji untuk selalu meneladani perbuatan-perbuatan-Nya. Saya yakin, Ia tidak akan pernah mau menganiaya umat ciptaan-Nya sendiri. Oleh karena itu, saya juga menolak perintah Anda untuk menjatuhkan bom-bom tersebut.”

Sebenarnya alasan yang diberikan olehnya absah sekali. Tanpa ingin melibatkan diri di dalam diskusi politik dunia, mengenai sebab-sebab atau akibat-akibatnya, meskipun WWJB dipergunakan oleh para aktivis anti-perang dan pemrotes-pemrotes yang lain sebagai salah satu cara untuk mempermalukan negara-negara ‘Kristen’ tersebut, ungkapan baru yang terselip di dalam khotbah Ev Tony Campolo memperingatkan kita akan ajaran-ajaran Kristus yang harus selalu diteladani oleh para pengikut-Nya.

Seperti yang sudah dibahas di dalam artikel sebelumnya, ajaran Tuhan Yesus yang dicatat di Matius 25:40 meneguhkan, bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan bagi orang-orang lain, baik itu orang-orang kristiani maupun bukan, adalah tindakan dari Kristus (yang melayani), untuk Kristus (yang dilayani). Oleh karena itu, setiap tindakan yang akan kita lakukan, yang bisa merugikan atau menyebabkan orang-orang lain menderita, … pasti bukan berasal dari Dia! Begitu juga tindakan-tindakan yang bisa membingungkan pengertian orang-orang mengenai ‘Siapakah sebenarnya Kristus’ serta kebenaran firman-Nya, menyesatkan atau mengakibatkan hidup mereka menjadi jauh dari Tuhan, … pasti bukan berasal dari Dia! Apalagi tindakan-tindakan kejam yang membuat orang-orang menjadi takut, yang bisa membahayakan hidup atau membunuh mereka, saya jamin … pasti bukan berasal dari Tuhan!

Tindakan-tindakan Kristus selalu berkisar pada kasih, … karena Ia adalah KASIH itu sendiri! Tidak mungkin Ia mau menyesatkan, menganiaya atau membunuh tubuh-Nya sendiri! Firman Tuhan mengatakan, bahwa Ia adalah Kepala Gereja-Nya (Tubuh Kristus). Rasul Paulus menulis: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.” (Roma 11:36)

Jika ada seorang ekstremis yang berani mengatakan, bahwa untuk ‘Allah’ ia bersedia mati dengan meledakkan sebuah bom yang melekat pada tubuhnya guna menganiaya, membunuh orang-orang, atau menghancurkan kehidupan tak terhitung banyaknya orang-orang lain yang tidak bersalah, ia benar-benar sudah tertipu oleh Iblis.

Yesus berkata: Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah PEMBUNUH MANUSIA sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” (Yohanes 8:44)

Menurut firman Tuhan, Yesus bukan hanya Anak Allah saja, tetapi Ia adalah: The Great I AM(Yohanes 8:58), Raja di atas segala raja, Tuhan di atas segala tuhan (1 Timotius 6:15, Wahyu 17:14), Pencipta langit dan bumi (Yohanes 1:10), Alfa dan Omega (Wahyu 1:8) dan banyak sekali bukti-bukti lainnya yang tercatat di sana. Mengenai akhir zaman yang sedang kita lalui saat ini, Tuhan Yesus berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan MENYANGKA bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.” (Yohanes 16:2)

Sebagai Alfa dan Omega, Ia sudah mengetahui dari awalnya yang akhirnya akan terjadi. Ia mengajarkan kepada kita, pengikut-pengikut-Nya, bahwa di akhir zaman dunia ini akan diliputi oleh kuasa-kuasa kegelapan yang bermaksud untuk menghalang-halangi, menggagalkan dan menghancurkan rancangan kasih karunia Tuhan bagi umat yang dikasihi oleh-Nya. 

Oleh karena itu, … apabila kita merasa tergoda untuk mengerjakan sesuatu yang kita ketahui tidak seharusnya kita lakukan, karena firman Tuhan jelas tidak merestuinya, ingatlah akan ungkapan termasyhur: What Would Jesus Do? Pertimbangkanlah terlebih dahulu, … apakah Yesus juga mau melakukannya dengan senang hati?

Dan jika hati nurani kita merasa ditegur atau diperingati, karena kita sudah menyadari, bahwa kita sedang dipengaruhi oleh orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan suatu tindakan kejahatan yang akan merugikan, mencelakakan, bahkan membunuh sesama kita, pergunakanlah ungkapan termasyhur lainnya: What/Who Would Jesus Bomb?

Menimbang-nimbang konsekuensi-konsekuensi yang bisa terjadi menggunakan kedua ungkapan termasyhur tersebut sebagai ukurannya, adalah salah satu cara yang amat bijaksana untuk menilai kebenaran tindakan-tindakan yang akan kita lakukan.

Yesus tidak pernah bermaksud untuk mencelakakan umat ciptaan-Nya. Ia terlalu mengasihi kita, … tubuh-Nya sendiri. Oleh karena itu Ia ingin, agar kita juga saling mengasihi, saling melayani dan saling menolong, … dari Dia untuk Dia!

Selain menerima Dia sebagai Juruselamat, apakah kita juga selalu mempertanyakan setiap tindakan yang akan kita lakukan menggunakan WWJD atau WWJB sebagai ukuran standar kebenaran yang sudah diterapkan oleh Kristus 2000 tahun yang lalu?

Syalom, 

John Adisubrata 
Oktober 2007

WWJD


Oleh: John Adisubrata

Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yohanes 14:21)

Akhir-akhir ini seni cetak dan semboyan-semboyan yang ditampilkan di atas baju-baju T-shirt modern zaman sekarang sudah menjadi bertambah berani saja, dihiasi dengan yang gambar-gambar yang berwarna-warni. Dari merek-merek terkenal di dunia, nama-nama atau foto-foto orang/artis termasyhur disertai oleh kalimat-kalimat sangat ‘catchy’, sampai kalimat-kalimat yang mengutarakan tema-tema yang sudah menjurus pada hal-hal yang tidak sopan, bahkan kadang-kadang ... berbau porno.

Tetapi di lain pihak, pernahkah Anda melihat, atau paling sedikit mendengar tentang ‘slogan’ pendek termasyhur yang sekarang sudah menjadi ‘trademark’ orang-orang Kristen semenjak pertengahan dasawarsa ke-90, yang berbunyi: WWJD (What Would Jesus Do?)?

Sampai saat ini baju-baju T-shirt seperti itu masih bisa terlihat dikenakan oleh kaum muda-mudi, bahkan kadang-kadang oleh orang-orang yang sudah lebih ‘mature’ umurnya, baik di Australia, Eropah, maupun di Indonesia. Saya sendiri memiliki dan sering kali mengenakannya.

Semboyan berbentuk pertanyaan pendek yang berhasil dipromosikan secara global oleh perusahaan-perusahaan ‘kristiani’ ini mempunyai sejarah yang cukup mengesankan. Tahukah Anda, siapa yang memulai slogan yang sudah diterima secara internasional oleh para pengikut Kristus dari berbagai denominasi, besar ataupun kecil, sebagai salah satu semboyan kristiani yang paling dikenal di dunia saat ini?

Alkisah, … pada tahun 1896 sebuah buku yang ditulis oleh Charles Sheldon, berjudul In His Steps, mengakibatkan ungkapan yang sudah berabad-abad sebelumnya menjadi pedoman hidup orang-orang Kristen ditanggapi oleh tubuh Kristus dengan lebih serius lagi. Imitatio Dei yang berarti: Meniru Tuhan, menjadi tema utama buku yang sebenarnya adalah hasil kumpulan khotbah-khotbah yang ia berikan setiap hari Minggu kepada jemaat gerejanya di Topeka, Kansas, di Amerika.

Di dalam buku tersebut ungkapan Charles Sheldon tampil berkali-kali untuk menantang jemaat setempat (dan juga para pembacanya), agar mereka mau memberikan ‘commitment’ pada kehidupan Christian Socialism. Di sana phrase What Would Jesus Do? disinggung berulang-ulang kali, di mana Tuhan Yesus Kristus lebih dipromosikan sebagai seorang Pemberi Contoh Moral yang harus diteladani, dari pada sebagai Juruselamat manusia.

Semboyan tersebut menjadi termasyhur sekali di antara para pengikut Kristus di abad itu, sehingga mengakibatkan timbulnya sebuah gerakan kristiani populer di Amerika Serikat yang dinamakan: Social Gospel, di mana Injil diberitakan oleh mereka melalui pelayanan kasih terhadap sesama manusia yang sedang membutuhkannya.

Salah seorang pelopornya yang bernama Walter Rauschenbusch mengakui, bahwa semboyan yang dibahas berkali-kali di dalam buku In His Steps sudah mempengaruhinya untuk melibatkan diri di dalam gerakan tersebut. Buku yang pada tahun 1935 sudah diterjemahkan ke dalam 21 bahasa ternyata berhasil menjadi salah satu bestseller bertaraf antarbangsa selama dua abad berturut-turut.

Salah satu kisah nyata mengharukan yang disajikan di sana adalah kisah pertemuan salah seorang dari beberapa tokoh-tokoh terpenting di dalam buku tersebut, seorang pendeta bernama Rev Henry Maxwell dengan seorang lelaki tunawisma, yang mengakibatkan hati nuraninya merasa tertegur sekali. Pertemuan tak terduga itu menggugah dirinya untuk mempertimbangkan kembali ungkapan: Meniru Tuhan dengan menanggapinya secara lebih serius lagi.

Laki-laki yang tidak memiliki tempat tinggal tetap tersebut menceriterakan kesulitannya untuk memahami tingkah-tingkah laku orang-orang Kristen yang pernah ditemui olehnya.

“Saya mendengarkan mereka menyanyi di dalam gereja pada suatu malam pertemuan doa,” ujarnya: All for Jesus, all for Jesus (Semua untuk Yesus, semua untuk Yesus), All my being’s ransomed powers (Seluruh keberadaanku di bawah kuasa-kuasa penebus), All my thoughts, and all my doings (Segala pikiran-pikiranku, dan segala perbuatan-perbuatanku), All my days, and all my hours (Semua hari-hariku, dan semua jam-jamku).”

“Saya merasa heran ketika duduk di atas tangga di luar gereja mendengarkan lagu itu dikumandangkan dari dalam,” terusnya: “Menurut pendapat saya, banyak sekali masalah yang terjadi di dunia ini yang bisa diatasi dengan segera, jika semua orang yang ada di dalam gereja tersebut tidak hanya menyanyi saja, tetapi pergi dan melakukannya.”

Ia menghela nafas sebentar sebelum meneruskan keluhannya: “Mungkin saya belum bisa memahaminya. Tapi … apakah yang akan Yesus lakukan? (What Would Jesus Do?) Apakah itu yang kalian maksudkan dengan mengikuti langkah-langkah-Nya? Kelihatannya, … orang-orang yang beribadah di dalam gereja-gereja yang besar dan megah selalu mengenakan pakaian-pakaian yang indah, tinggal di dalam rumah-rumah yang bagus, memiliki uang yang berlebih-lebihan untuk bisa membeli barang-barang yang mewah, pergi bertamasya di musim panas, dan lain sebagainya. Sedangkan orang-orang yang berada di luar gereja, … beribu-ribu banyaknya, mati kelaparan terhimpit di dalam rumah-rumah kecil bersesak-sesakan, harus berjalan kaki kian-kemari untuk mencari nafkah. Mereka tidak pernah memiliki piano atau pigura-pigura foto di dalam rumah, bahkan harus hidup penuh penderitaan akibat kekerasan, kemabukan dan perbuatan-perbuatan dosa yang terjadi di sekeliling mereka.”

Inilah awal dari banyak sekali tokoh-tokoh yang tampil di dalam buku itu yang menggunakan ungkapan berbentuk pertanyaan: What Would Jesus Do? pada saat mereka harus menghadapi berbagai macam persoalan-persoalan penting yang memerlukan keputusan-keputusan mereka seketika itu juga. Mereka selalu bertanya: “Tindakan apakah yang akan dilakukan oleh Yesus, jika Ia harus menghadapi masalah yang sedang kuhadapi ini?”

Sebagai akibat tantangan-tantangan tersebut, semua tokoh-tokoh yang tampil di dalam buku itu harus lebih bersungguh-sungguh di dalam menanggapi makna iman kristiani mereka. Mereka harus lebih bersandar pada pusat kepercayaan mereka, yaitu: Kristus dan Kehidupan-Nya!

Di dalam Kitab Matius pasal yang ke-25, Tuhan Yesus mengajar para pengikut-Nya mengenai hal-hal yang akan terjadi di akhir zaman. Ia berkata, bahwa Ia akan datang kembali diiringi oleh semua malaikat sorgawi, duduk di atas takhta kerajaan-Nya dengan penuh kemuliaan, serta mengumpulkan segala bangsa di dunia datang menghadap untuk diadili.

Di sana mereka akan dipisahkan seorang dari pada yang lain, seperti memisahkan domba dari kambing. Domba-domba akan ditempatkan di sebelah kanan-Nya, sedangkan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Kaum domba diibaratkan oleh Yesus sebagai hamba-hamba setia yang melakukan kehendak-kehendak-Nya. Sedangkan kambing-kambing diibaratkan sebagai para pengikut-Nya yang mengabaikan perintah-perintah-Nya.

Yesus melukiskan kesetiaan domba-domba-Nya seperti ini: Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. (Matius 25:34-36)

Hal-hal yang dilakukan oleh domba-domba tersebut adalah kebiasaan-kebiasaan yang selalu dikerjakan oleh Tuhan Yesus sendiri selama masa pelayanan-Nya di dunia yang amat singkat. Di dalam keempat Injil Perjanjian Baru dikatakan, bahwa Ia selalu melayani setiap orang yang memerlukan pertolongan-Nya. Semua itu Ia lakukan dengan penuh kasih dan ketulusan hati. Domba-domba itu berkenan di hadapan-Nya, karena mereka sudah meniru langkah-langkah-Nya.

Yesus mengakhiri tema bahasan mengenai domba-domba yang setia itu dengan berkata: Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25:40)

Ayat tersebut merangkum seluruh pengertian, bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan untuk orang-orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan kita, adalah tindakan dari Kristus (yang melayani), untuk Kristus (yang dilayani)!  

“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” (Yakobus 4:17) 

John Adisubrata 
Oktober 2007