Showing posts with label Fenomena Australia. Show all posts
Showing posts with label Fenomena Australia. Show all posts

Thursday, December 9, 2010

Selamat Berpisah, Darlene Zschech


Oleh: John Adisubrata

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. ... ada waktu untuk menanam, ... ada waktu untuk membangun; ... .” (Pengkhotbah 3:1-3)

Apabila saya mendengar atau membaca kata Hillsong di manapun saja, kata lain yang segera terbersit di dalam ingatan saya adalah nama Darlene Zschech, pencipta lagu termashyur Shout to the Lord, yang sekarang sudah dijuluki sebagai ‘lagu kebangsaan Kristen’ masakini. Memang ada banyak nama-nama orang atau judul-judul lagu lainnya yang juga bisa langsung diasosiasikan dengan kata itu, namun jelas bagi kebanyakan orang, nama wanita pemimpin praise and worship yang terkenal di dunia inilah nama pertama yang selalu muncul di dalam benak pikiran mereka.

Darlene yang juga sudah menciptakan lagu-lagu kristiani lainnya, seperti: I Will Run to You, All Things are Possible, Glory to the King, The Potter’s Hand, And That My Soul Knows Very Well, Worthy is the Lamb dan lain sebagainya, diakui sebagai salah seorang penggubah lagu-lagu puji dan sembah modern, di samping Reuben Morgan dan Geoff Bullock, yang telah berhasil membuat nama Hillsong Church di kota Sydney, Australia menjadi termashyur di dunia.

Namanya yang sukar sekali untuk dieja, tetapi oleh karena keunikan pelafalannya, menjadi nama yang mudah diingat, adalah nama artis kristiani pertama yang saya ketahui. Saya mendengar suaranya untuk pertama kali tahun 1997 di dalam sebuah toko buku Kristen di kota Brisbane, Australia, saat istirahat makan siang. Ketika memasukinya mereka sedang memutar lagu-lagu penyembahan syahdu dari album Hillsong: ‘Simply Worship’. Saya tertegun sekali kala mendengar suaranya yang amat merdu, mendendangkan irama lagu-lagu catchy yang amat khas. Pada waktu lagu ‘Show Me the Way’ dikumandangkan melalui loudspeakers toko tersebut, saya memberanikan diri untuk menanyakannya. Itulah saat di mana saya mendengar nama Darlene Zschech dan Hillsong Church untuk pertama kalinya.

Tak pernah terbayang, bahwa akhirnya kami sekeluarga menjadi anggota sebuah gereja, di mana Darlene dibesarkan dan mengalami kelahiran barunya. Harus saya akui, bahwa setelah bertemu dengan dia pada suatu kesempatan secara pribadi, saya merasa kagum sekali akan talenta, sikap hidup, bahkan kelembutan dan kerendahan hatinya. (Baca: Tribute: Darlin’ Darlene) Yang lebih mengesankan lagi, setahun yang lalu gereja kami yang dulunya bernama ‘Garden City Christian Church’ tersebut dinyatakan sebagai Gereja Hillsong yang keempat di Australia, Kampus Brisbane. (Baca: Hillsong Brisbane)

Baru-baru ini melalui sebuah dokumentasi TV, Marty Sampson menceriterakan suatu peristiwa yang terjadi pada saat para artis dan pemusik Hillsong sedang berkumpul bersama-sama. Ketika salah seorang di antara mereka bertanya, ... siapakah yang mempunyai hubungan paling dekat dengan Tuhan, secara bercanda Darlene menjawab: “Aku!” Marty tertawa mendengarnya. Tetapi kemudian setelah terhening sejenak, dengan menatap lensa kamera dalam-dalam, ia mengakui dengan jujur: “Jika aku pertimbangkan lagi secara fakta, sekalipun ia hanya bergurau saja, apa yang dikatakan olehnya itu tepat sekali. Buktinya, tidak ada seorangpun di antara kami yang bisa membawa jemaat (gereja) menghadap Tuhan melalui puji dan sembah dengan pengaruh sebesar Darlene.” Saya mengaminkan pendapatnya!

Terus terang saja, saya selalu menjadi bergairah sekali, setiap kali mendengar ia diutus gereja pusat untuk datang melayani di kampus kami. Dari banyak pilihan artis-artis lain yang dijadwal untuk datang ke Hillsong Brisbane, hanya Darlene seorang saja yang membuat saya tidak bisa menunggu saat tibanya akhir pekan. Saya yakin, nostalgia masa kelahiran baru saya hampir 14 tahun yang lalu, yang menyebabkan saya memasuki pintu toko buku Kristen di mana untuk pertama kalinya saya mendengar suaranya yang indah dan penuh urapan, memegang peranan penting sekali mengapa saya mempunyai sikap seperti itu.

Tetapi pada acara kebaktian Jum’at malam di akhir November 2010 yang baru lalu, saya dikejutkan oleh berita yang diumumkan di gereja, bahwa ... setelah menjadi anggota Hillsong Church selama 25 tahun, Darlene dan suaminya, Mark Zschech, akan mengundurkan diri bulan Januari 2011 dari pelayanan mereka di sana, untuk mengambil alih dan memimpin sebuah gereja Pantekosta bernama Church Unlimited di Australia’s Central Coast, sebuah suburb tidak jauh dari tempat di mana gereja besar itu berada.

Dengan penuh iman Mark menyatakan, bahwa mereka berdua sedang memasuki suatu era baru yang indah dan subur. Menurut dia, akhir-akhir ini Tuhan sudah menanamkan dua buah kata di dalam hati mereka berdua: lead (memimpin) dan build (membangun). Oleh karena itu, sesuai panggilan-Nya, mereka ingin membangun gereja tersebut untuk semua orang.

Bertentangan dengan kabar simpang-siur disertai tuduhan-tuduhan negatif yang menguasai berbagai macam media semenjak berita itu diumumkan, gembala sidang Hillsong Church, Ps Brian Houston, menyikapi pengunduran diri mereka dengan positif sekali. Bahkan ia memberkati ketaatan mereka untuk menuruti kehendak dan tuntunan Roh Kudus. Ia mengakui, bahwa kesetiaan pelayanan Mark dan Darlene di sana memegang peranan amat penting di dalam pertumbuhan Gereja Hillsong dari sebuah gereja local kecil yang awalnya tidak dikenal oleh masyarakat Australia, menjadi sebuah megachurch yang termashyur sekali di seluruh dunia. Saat ini hampir tidak ada orang-orang kristiani yang tidak pernah mendengar nama mereka!

Saat mengumumkannya kepada jemaat pusat Gereja Hillsong di kota Sydney, Ps Brian Houston berkata: “Keluarga Zschech adalah salah satu bagian terpenting yang sudah melengkapi kehidupan gereja kita seperempat abad lamanya. Dan sekalipun kita akan merasa sangat kehilangan, kita tahu, keputusan mereka itu adalah keputusan disertai langkah iman yang baik, dalam waktu yang tepat, untuk melengkapi perkembangan pelayanan mereka.” Ia juga menambahkan, bahwa sekalipun keluarga Zschech bukan anggota Gereja Hillsong lagi, mereka akan tetap ikut mengambil bagian di dalam proyek-proyek praise and worship mendatang, termasuk live albums dan Hillsong conferences.

Mark dan Darlene akan memulai tugas mereka sebagai gembala-gembala sidang Church Unlimited pada tanggal 23 Januari 2011.

Jelas sekali, seperti pendapat banyak anggota Gereja Hillsong lainnya di setiap kampus di Australia yang mengasihi dia, saya juga pasti akan merasa sangat kehilangan Darlene Zschech tahun depan. Kendatipun demikian, saya berdoa agar ia dan suaminya bisa terus dipakai oleh Tuhan, bahkan dengan lebih dahsyat lagi! Karena saya setuju, seperti pernyataan yang pernah diutarakan oleh Marty Sampson di dalam dokumentasi TV yang saya singgung sebelumnya, ... Darlene memang mempunyai hubungan yang amat dekat dengan Tuhan!

Selamat berpisah, Darlene. Selamat jalan! Biarlah Tuhan memberkati pelayan kalian berdua selalu, untuk mempersiapkan kedatangan Raja di atas segala raja, Sang Penebus, Tuhan Yesus Kristus!

Terpujilah nama-Nya untuk selama-lamanya. Haleluya. Amin!

John Adisubrata
Desember 2010

Friday, August 14, 2009

Hillsong Brisbane


Oleh: John Adisubrata

Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada.” (Efesus 1:22)

Tak pernah terduga, gereja kami: Garden City Christian Church, di kota Brisbane, Australia, yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun lamanya, dan saat itu melayani kurang lebih 6000 anggota jemaat, bisa menjadi ‘cabang’ sebuah gereja termasyhur: Hillsong Church.

Kenyataannya, pada tanggal 24 Mei 2009, sesudah melalui berbagai prosedur resmi berbulan-bulan lamanya, baik secara hukum maupun penentuan bersama para penatua dan seluruh anggota jemaat resmi yang terdaftar di sana, gereja kami dinyatakan sebagai Gereja Hillsong yang keempat di Australia, Kampus Brisbane. Sampai saat ini Hillsong Church juga mempunyai cabang-cabang gereja di London, England; di Kiev, Ukraine; di Cape Town, South Africa; demikian juga di Stockholm, Sweden; di Paris, France; di kota Berlin, Germany dan di Moscow, Russia.

Kurang-lebih enam bulan sebelumnya, ketika diumumkan bahwa Gembala Sidang kami akan mengundurkan diri dari kedudukannya karena masalah kesehatan, seluruh jemaat yang masih belum mengerti apa-apa, menjadi terpana. Sejauh pengetahuan kami, banyak sekali orang-orang yang mengasihinya, yang berharap agar dia tetap menggembalakan gereja kami. Tentu saja bagi mereka yang tidak terlibat sebagai pengurus, … seperti kami, yang kurang tertarik dengan urusan politik gereja, tidak tahu keadaan yang sebenarnya, apa yang sedang bergejolak di ‘dalam’.

Memang gereja kami mengalami berturut-turut beberapa goncangan di tahun-tahun sebelumnya, di mana hal-hal yang kurang menyenangkan terjadi. Semua itu diawali dengan kepergian seorang Pendeta Muda, yang dipercayai oleh Gembala Sidang kami untuk menggembalakan kaum remaja. Tidak lama sesudah ia diteguhkan, mendadak ia berhasrat untuk keluar dan ‘berdikari’. Tentu saja itu bukan suatu hal yang aneh di mana seorang hamba Tuhan ingin merintis sebuah gereja baru sesuai panggilannya. Tetapi jika hampir seluruh jemaat kaum muda gereja kami ikut dibawa pergi olehnya, motifnya tersebut patut dipertanyakan.

Semenjak saat itu pertumbuhan gereja kami menjadi seolah-olah terhenti, terutama pertumbuhan jemaat generasi mudanya! Entah disebabkan oleh karena pemimpin-pemimpin baru yang menggantikannya, atau … oleh karena ketidak-stabilan politik gereja, gara-gara peristiwa tersebut. Yang pasti, jumlah jemaat yang beribadah di sana setiap Minggu semakin lama semakin menipis. Apakah itu salah satu penyebab kepergian Gembala Sidang gereja kami? Kami tidak tahu!

Seperti umumnya terjadi di mana-mana, perubahan adalah suatu hal yang tidak mudah untuk dilaksanakan tanpa melalui tentangan-tentangan serta kritik-kritik yang pedas. Segera setelah diumumkan, bahwa kemungkinan besar Hillsong Church akan menjadi gereja ‘induk’ kami, reaksi-reaksi yang terjadi di antara para jemaat sangat menakjubkan. Padahal pengurus-pengurus gereja sudah menjamin, bahwa Pemilihan Umum akan dilakukan bersama terlebih dahulu untuk memastikan keterlibatan seluruh anggota jemaat di dalam menentukannya!

Karena memang berbulan-bulan sebelumnya gereja kami sudah berusaha untuk menemukan seorang Gembala Sidang pengganti yang baru. Tetapi di antara beratus-ratus peminat yang mengajukan diri dari seluruh Australia, ternyata tidak ada seorang kandidat pun yang memenuhi syarat. Akhirnya diumumkan pada suatu hari Minggu di awal tahun 2009, bahwa Ps Brian Houston dari Gereja Hillsong di Sydney, Australia, telah dihubungi oleh para pengurus gereja dengan proposal untuk bergabung dan bernaung di bawah panji gerejanya.

Seketika itu juga jemaat gereja kami memberikan tiga reaksi!

1. Langsung Setuju, karena terpukau oleh nama Hillsong yang termasyhur, nama sebuah gereja yang sudah berhasil mempengaruhi perkembangan musik Praise and Worship di Australia, bahkan di seluruh dunia! Bagi mereka, diasosiasikan dengan nama gereja besar yang amat sukses itu, adalah suatu langkah positif yang pasti akan menguntungkan masa depan gereja kami. Memang di antara kedua gereja ini ada suatu ikatan ‘batin’ yang kuat. Ps Darlene Zschech, salah seorang tokoh terpenting di dunia musik rohani internasional yang kira-kira 20 tahun yang lalu ikut andil di dalam merintis Hillsong Church, pernah melewati masa remajanya di gereja kami, bahkan lahir baru di sana. (Baca: Darlin’ Darlene) Lagi pula setiap minggu gereja kami selalu menggunakan paling sedikit 75% lagu-lagu puji dan sembah karya mereka.

2. Langsung Menolak, karena merasa tidak senang dijadikan seolah-olah ‘francise’ Gereja Hillsong di kota Brisbane. Mereka takut kehilangan identitas yang semula, takut tidak bisa berkembang secara lokal dengan bebas, takut dikontrol oleh pusat, bahkan takut kehilangan kedudukan pelayanan mereka di sana! Ada juga yang langsung menolak karena merasa antipati sekali dengan gereja besar itu, terutama pribadi-pribadi para pemimpinnya! Gosip mulai beredar, baik secara halus, maupun terang-terangan. Bahkan ada yang memulai blog-blog pribadi hanya untuk menyerang Gereja Hillsong dan visi rencana pergabungan tersebut!

3. Langsung Berserah, karena tidak ingin memihak kepada siapa pun juga, selain kepada Tuhan! Hillsong atau bukan, tidak menjadi masalah. Karena mereka merasa yakin, bahwa mereka sudah ditempatkan oleh-Nya di sana. Gereja apa pun adalah Gereja Tuhan, milik-Nya, bukan milik perseorangan atau kelompok-kelompok tertentu saja. Kendatipun harus melalui berbagai tantangan, di setiap masa gereja-Nya akan selalu ada sampai saat kedatangan-Nya kembali. Mereka menyadari, bahwa memang tidak ada gereja di dunia yang sempurna! Sekalipun secara keseluruhan mereka adalah Tubuh Kristus, suatu saat setiap gereja, para pemimpinnya, dan juga jemaat-jemaatnya, pasti harus mempertanggung-jawabkan motif-motif dan tindak-tanduk mereka di hadapan-Nya. Firman Tuhan jelas memperingatkan hal itu! (Wahyu 2-3)

Louie Giglio, salah seorang dari penginjil-penginjil yang paling efektif di dunia masakini, hadir di Hillsong Conference yang diadakan di kota Sydney awal bulan Juli 2009 yang baru lalu. Tema khotbahnya yang berkisar pada ungkapan terkenal: Jesus Loves Us, membahas sedikit tentang masalah itu dengan jitu sekali. Sebagai penutup firman, tanpa menunjukkan rasa kurang hormat kepada Ps Brian Houston, yang adalah tuan rumah konferensi tersebut, Louie Giglio berkata, bahwa tidak ada seorangpun yang bisa mengatakan, bahwa merekalah yang ‘membangun’ atau ‘memulai’ sebuah gereja. Karena Tuhan sudah memulainya 2000 tahun yang lalu. Ia-lah Kepala Gereja (Tubuh Kristus), … bukan para perintis gereja-gereja lokal. Tuhan-lah pemiliknya, termasyhur atau tidak, besar atau kecil. Kita semua, siapapun juga, hanya menjadi bagian dari tubuh-Nya saja, bukan kepala-kepala yang harus dikagumi dan dielu-elukan.

Karena di dalam gereja-Nya hanya ada satu Kepala saja, yaitu Tuhan Yesus Kristus! Kita harus bersyukur sudah menerima kesempatan untuk menjadi bagian dari tubuh, yang kendatipun tidak sempurna, mempunyai Kepala Yang Tak Tergoyahkan! Rasul Paulus menulis di dalam suratnya kepada jemaat di Kolose: Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.” (Kolose 1:18)

Memang harus diakui, semenjak ‘nama’ gereja kami, Garden City Christian Church, diubah menjadi: Hillsong Church, Brisbane Campus, jemaat baru datang mengalir dari mana-mana. Seketika itu juga jumlah generasi muda gereja kami menjadi naik dengan pesat sekali, meningkat berlipat-lipat ganda. Kendatipun banyak anggota jemaat lama yang ‘mengundurkan diri’, pergi semenjak peralihan ‘kuasa’ tersebut, setiap kebaktian gereja kami malah menjadi penuh sesak sekali. Terutama ibadah di hari Jumat malam yang mengawali perubahan itu selama enam minggu pertama! Bahkan mencari parkir pun sekarang susah! Siapakah yang tidak mau hadir, jika para penginjil dan pemimpin-pemimpin pujian yang terkenal dari Hillsong Church khusus didatangkan dari pusat untuk melengkapi acara ibadah gereja kami secara bergantian?

Sungguh menakjubkan, bagaimana ‘prestasi’ sebuah nama bisa mengubah jumlah jemaat sebuah gereja dalam waktu yang begitu singkat!

Ibadah perdana yang diadakan pada hari Minggu tanggal 24 Mei 2009 jam 8:30 pagi, sangat meriah, penuh sesak seperti suasana pesta. Dimulai dengan puji dan sembah yang dipimpin oleh Ps Reuben Morgan, Worship Pastor Hillsong Church, didukung oleh para pemusiknya yang termahir. Dan diakhiri dengan firman yang dibawakan oleh Ps Brian Houston. Semenjak saat itu setiap minggu secara bergantian Darlene Zschech, Joel Houston, Jad Gillies, Jonathon Douglas, dan lain-lainnya, bahkan gitaris Nigel Hendroff didatangkan dari kota Sydney untuk memeriahkan ibadah gereja kami.

Saya tahu, jumlah jemaat yang besar sebuah gereja, di mana pun saja, bukan menjadi jaminan, bahwa mereka pasti sudah berkenan di hati Tuhan! Oleh karena itu saya berdoa, agar bukan nama Hillsong Church yang menjadi besi sembrani penyebab kehadiran banyak jemaat yang baru di gereja kami, tetapi Nama di atas segala nama, Nama Tuhan Yesus Kristus-lah yang menjadi penyebabnya! Sebab Tuhan melihat sikap hidup umat-Nya terlebih dahulu. Ia menuntut kemurnian hati dan ketaatan jemaat, yang dari awalnya datang ke rumah-Nya hanya untuk bersekutu dengan Dia saja, dan bukan oleh karena ingin menyaksikan hamba-hamba-Nya yang termasyhur di dunia memimpin ibadah di sana!

Semoga kami semua mempunyai kerendahan hati untuk selalu memeriksa motif masing-masing. Haleluya!

John Adisubrata
Agustus 2009

Saturday, January 3, 2009

Tribute: Darlin' Darlene (3)


THE DARLENE ZSCHECH STORY
Oleh: John Adisubrata

THANK YOU FOR THE CROSS

Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.” (Mazmur 25:9)

Menjelang akhir tahun 2004 Ps Darlene Zschech bersama timnya menghadiri upacara pemberian penghargaan kepada para artis musik nasional yang diadakan oleh Australian Recording Industry Association (ARIA).

Di antara mereka yang mempunyai albums atau singles yang berhasil mencapai puncak tangga lagu-lagu di Australia (No 1) sepanjang tahun itu, Darlene mewakili gereja Tuhan dan Hillsong Church untuk menerima penghargaan bagi album CD praise and worship mereka, For All You’ve Done, yang sudah terjual paling laris di awal bulan Juli 2004.

Album tersebut juga berhasil mengubah sejarah tangga lagu-lagu musik sekuler di negara Kangguru ini. Karena untuk pertama kalinya sebuah album kristiani, album lagu-lagu puji dan sembah, berhasil mengalahkan penjualan album-album nasional dan internasional yang pada saat itu sedang menguasai pasaran-pasaran musik sekuler di Australia. (Baca: Fenomena Australia: Hillsong Church).

Selain menjadi seorang penggubah lagu-lagu Kristen yang termasyhur di dunia, Darlene juga sudah menulis tiga buah buku. Yang pertama: Extravagant Worship, dan yang terakhir: Kiss of Heaven.

Bersamaan dengan penerbitan buku tersebut, pada tahun 2003 ia meluncurkan sebuah album solo CD rekaman studio yang pertama: Kiss of Heaven, yang diproduksi secara ‘independent’, di luar Gereja Hillsong. Dua tahun kemudian, Darlene merekam album solonya yang kedua: Change Your World.

Ia menggambarkan lagu-lagu di dalam album-album tersebut sebagai suatu gabungan pelbagai macam musik-musik kristiani yang ada semenjak dahulu, seperti hymne, kontemporer dan lagu-lagu abadi lainnya. Lagu-lagu di dalamnya merefleksikan kasihnya yang berapi-api kepada Kristus. Menurut Darlene isinya sederhana sekali: “Mereka menggambarkan kasih keluargaku, kekagumanku pada Tuhan yang kusembah, dan seni musik yang kugemari. Lagu-lagu tersebut melukiskan isi hatiku sendiri, tentang segala sesuatu yang terpenting dan berharga bagiku.”

Mark dan Darlene Zschech dikaruniai tiga anak perempuan: Amy Jaye, Cloe Jaz dan Zoe Jewel. Darlene mengakui, prioritas utama di atas segala pelayanan-pelayanan yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya ialah melayani keluarganya sendiri terlebih dahulu.

Di tengah-tengah segala jadwal-jadwal kesibukan pekerjaan mereka sehari-hari yang sudah amat berat, Darlene dan suaminya juga merangkap sebagai Executive Directors dari Mercy Ministries Australia. Badan pelayanan Kristen sukarela ini adalah cabang dari Mercy Ministries of America, yang mempunyai sarana untuk menyediakan tempat perlindungan, memberikan pertolongan dan harapan kepada wanita-wanita muda yang sedang dilanda oleh masalah-masalah hidup, seperti ‘eating disorder’, hamil di luar pernikahan dan lain sebagainya.

Selain itu mereka berdua juga terlibat di dalam usaha sukarela global Hope: Rwanda, untuk membantu kehidupan rakyat jelata bangsa di benua Afrika tersebut, yang telah mengalami ‘genocide’ amat mengerikan pada tahun 1994.

Darlene mengakui, di tengah-tengah kesibukan komitmen-komitmen pelayanannya sehari-hari, ia harus lebih waspada, agar ‘focus’ tujuannya yang paling utama tidak berubah! Karena seperti kebiasaan-kebiasaan yang sering kali terjadi, tanpa menyadarinya sendiri, umat Tuhan condong untuk menyembah Penyembahan atau Sang Penyembah, dari pada ALLAH BAPA yang SEHARUSNYA disembah. Godaan-godaan untuk bersandar pada bakat-bakat kita sendiri, sering kali menyebabkan kita menjadi lupa akan PEMBERI bakat-bakat tersebut.

Oleh karena itu ia harus selalu mengingatkan dirinya sendiri, dan juga umat Tuhan di sekitarnya, agar ia dan mereka tidak pernah lupa akan pusat dan tujuan utama segala tugas-tugas yang kita kerjakan di ladang Tuhan, yaitu … untuk mengabarkan Injil Tuhan Yesus Kristus!

Di dalam wawancara dengan seorang pendeta gereja Baptist di Liverpool, England, mengenai lagu-lagu hasil karyanya, Darlene berkata: “Semua itu bukan hasil usahaku sendiri, melainkan sesuatu yang aku yakin adalah penggenapan rancangan-rancangan Tuhan bagi hidupku. Apabila aku tidak mempunyai hubungan yang erat dengan Dia, maka aku tidak mempunyai sesuatu apa pun yang bisa kuberikan kepada tubuh Kristus. Karena yang akan kuciptakan hanya lagu-lagu biasa yang tidak berarti.”

Pada malam perayaan hari jadi ke-50 tahun Garden City Christian Church di kota Brisbane yang diselenggarakan tepat pada hari Paskah tahun 2005, gereja kami dibanjiri oleh kedatangan pengunjung-pengunjung dari gereja-gereja lain yang ingin menyaksikan kehadirannya di sana secara pribadi. Auditorium gereja yang biasanya setiap liburan Natal atau Paskah selalu tampak kosong melompong, malam itu menjadi penuh sesak. Kunjungan Ps Darlene Zschech ke kota Brisbane yang bersifat ‘low key’ tersebut, ternyata tidak bisa mengelakkan tersebarnya berita-berita di gereja-gereja lain mengenai kehadirannya di gereja kami.

Selain penampilannya yang sederhana, sepanjang malam itu setiap kata-kata yang keluar dari dalam mulutnya selalu menggambarkan kerendahan hatinya. Tidak pernah ia ‘memancing’ emosi para jemaat yang hadir di sana dengan melemparkan umpan-umpan ‘tersembunyi’ untuk memamerkan secara tidak langsung, bahwa ia adalah seorang hamba Tuhan yang amat penting, yang sudah berhasil melakukan pelayanan-pelayanan luar biasa di seluruh dunia, ‘hanya’ bagi kemuliaan nama Tuhan.

Sekali pun Darlene tidak pernah menyinggung tentang keberhasilan Gereja Hillsong di Australia atau di dunia, bahkan tentang berkat-berkat finansial yang sudah Tuhan berikan kepada mereka. Ia juga tidak pernah menceriterakan tentang pengorbanan-pengorbanan yang harus ia berikan pada awal pelayanannya di gereja tersebut, baik waktu maupun uang, demi tercapainya kesuksesan yang sekarang sudah dikaruniakan oleh Tuhan kepada Hillsong Church. Ia tidak pernah menonjol-nonjolkan keterlibatannya di sana!

Syair lagu ciptaannya yang berbunyi: “Segala mahkota, kemuliaan dan penghargaan yang telah kuterima, aku kembalikan kepada-Mu, Tuhan. Karena hanya Engkau saja yang patut menerima semuanya”, dari lagu You are Worthy, benar-benar tampak transparan sekali di sana. Ia tidak hanya menulis di dalam syair lagu penyembahan tersebut kalimat-kalimat yang berasal dari Kitab Wahyu 4 ayat 10-11, tetapi jelas sekali … ia juga mempraktekkannya tanpa dibuat-buat.

Saya percaya, tidak ada seorang pun yang berhak menerima julukan ‘superstar’ di dalam tubuh Kristus, karena hanya Tuhan saja yang patut dikagumi, dipuja dan disembah oleh pengikut-pengikut-Nya, bukan umat yang lain atau hamba-hamba Tuhan tertentu.

Tetapi … meminjam istilah tersebut dari dunia musik sekuler masakini, jika ada bintang-bintang muda cemerlang yang berbakat seperti Kelly Clarkson, Hilary Duff, BoA atau Utada Hikaru, ada juga artis-artis berkaliber superstar seperti Celine Dion, Whitney Houston, Barbara Streisand atau Aretha Franklin. Tidak perlu diperdebatkan, Darlene Zschech jelas termasuk di dalam golongan yang kedua tersebut!

Malam itu ia memilih untuk menyanyikan sebuah lagu gubahannya sendiri: Worthy is the Lamb (Thank You for the Cross), diiringi hanya oleh dua orang pemain gitar akustik dari gereja kami.

Tanpa ingin melebih-lebihkannya, saya harus mengakui dengan jujur, bahwa pada saat Ps Darlene Zschech mulai mendendangkan lagu tersebut, atmosfir di dalam auditorium gereja terasa berbeda sekali. Seakan-akan dengan setiap nada dan kata-kata yang ia alunkan ada ‘kuasa’ yang mendukung suaranya. Saya yakin, oleh karena kesederhanaan dan kerendahan hatinya, Tuhan amat berkenan untuk mengangkat dirinya ke tingkat yang sama sekali tidak diharapkan olehnya sendiri.

Amsal raja Salomo mengatakan: “Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian.” (Amsal 29:23)

Darlene adalah salah seorang dari beberapa hamba-hamba Tuhan yang saya kenal dan ketahui, yang selalu tampak jauh lebih cantik/tampan, menarik dan bersinar terang pada saat melayani di atas altar gereja. Bukan oleh karena dandanan yang sempurna, sorotan cahaya lampu-lampu dari sudut-sudut yang sudah diperhitungkan, atau kecanggihan lensa-lensa kamera yang bisa ‘memperindah’ wajah seseorang, tetapi … oleh karena kehadiran Roh Kudus melalui setiap pelayanan yang mereka lakukan bagi Tuhan!

Sering kali saya bertanya-tanya, mengapa Darlene bisa memimpin tim musik gereja sebesar itu, ... mungkin terbesar di dunia, tetapi setiap tahun masih tetap berhasil meluncurkan album-album praise and worship yang mengesankan? Mengepalai dan mengatur 800 volunteers, tidaklah mudah.

Bagi mereka yang pernah terlibat di bidang pelayanan yang sama, tentu bisa menghayati hal ini. Ketrampilan untuk memimpin, dan terutama … hikmat sorgawi, sangat dibutuhkan untuk menjaga keharmonisan di dalam sebuah tim musik yang hanya terdiri dari beberapa puluh orang, bahkan ... beberapa orang saja. Apalagi untuk mengurus tim musik sebesar itu!

Percaya atau tidak, ... sasaran Iblis untuk menghancurkan persatuan di dalam gereja-gereja Tuhan paling sering dimulai di tim musik mereka. Di sana gosip, iri hati, kesombongan, backstabbing, sikut-menyikut, sikap tidak mau kalah, sok pintar dan lain sebagainya, dipergunakan olehnya untuk mengadu-dombakan anak-anak Tuhan. Apalagi ... jika lalu-lintas’ uang (mamon) sudah menjadi landasan sebab-sebab mengapa mereka ‘melayani’ di bidang tersebut.

Tanpa ingin mengabaikan pengaruh ketrampilan Ps Brian Houston, Gembala Sidang Gereja Hillsong, di dalam memimpin dan mengendalikan keseluruhan pelayanan gereja mereka yang sedang berkembang dengan pesat sekali, saya yakin pengaruh Ps Darlene Zschech sebagai Worship Pastor mereka memegang peranan paling penting di dalam menjaga kesatuan hati pelayanan musik gereja tersebut.

Dan tanpa ingin menimbulkan kesan seakan-akan ia di-idola-kan secara berlebih-lebihan, harus diakui, bahwa keberhasilan tersebut adalah keberhasilan yang dicapai oleh sebuah tim yang semua anggota-anggotanya bersedia bekerja sama untuk mendedikasikan bakat-bakat mereka dengan penuh ketaatan bagi kebesaran kerajaan Tuhan. Karena pada akhirnya, mau-tidak-mau, … di dalam tubuh Kristus hanya ada PELAYANAN BERSAMA, bukan pelayanan pribadi atau pelayanan perseorangan bagi … wannabe-wannabe primadonnas!

Hanya hikmat Roh Kudus saja yang akan memampukan seseorang seperti Ps Darlene Zschech bertahan selama hampir dua dasawarsa berturut-turut, untuk bisa membawa tim Hillsong Church dari sebuah grup musik gereja lokal kecil di Australia yang tidak dikenal, menjadi sebuah ‘supergroup’ yang digemari oleh tubuh Kristus antar-denominasi di mana-mana.

Darlene benar-benar darling para penggemar musik praise and worship di seluruh dunia!

Terpujilah nama Tuhan, karena ternyata masih ada hamba-hamba-Nya yang tidak menyalah-gunakan pelayanan-pelayanan yang sudah dipercayakan oleh Tuhan kepada mereka.

Sering kali saya berdoa untuk Ps Darlene Zschech, agar Ia saja yang selalu menjaga kemurnian hatinya, agar nama Tuhan Yesus Kristus tetap dimuliakan melalui pelayanannya, dan juga pelayanan Hillsong Church! Haleluya!

Amin!

John Adisubrata
Juni 2007

Friday, January 2, 2009

Tribute: Darlin' Darlene (2)


THE DARLENE ZSCHECH STORY
Oleh: John Adisubrata

SHOUT TO THE LORD

Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi!” (Mazmur 100:1)

Ternyata gereja lokal KECIL di kota Sydney yang mempunyai visi dan misi AMAT BESAR tersebut adalah Gereja Hillsong yang terletak di sebuah ‘suburb’ bernama Baulkham Hills. Gereja yang baru saja beberapa tahun sebelumnya dirintis oleh Ps Brian Houston (Gembala Sidang) dan isterinya, Bobbie, mempunyai sebuah visi yang amat pasti dan terarah, yaitu: Memproklamirkan kebesaran nama Tuhan melalui lagu-lagu puji dan sembah kontemporer yang akan diproduksi di dalam gereja mereka untuk memperkenalkan Kristus dan kasih karunia-Nya kepada masyarakat dunia, terutama generasi-generasi yang masih muda belia.

Mark terjun menjadi ‘volunteer’ di bidang produksi, video dan dokumentasi, sedangkan Darlene menggabungkan diri dengan tim musik Gereja Hillsong yang berada di bawah pimpinan Geoff Bullock, seorang pemusik yang sangat berbakat dan penggubah lagu-lagu kristiani kontemporer yang termahir di Australia pada masa itu.

Awalnya Darlene hanya menjadi salah seorang penyanyi di antara banyak penyanyi-penyanyi lainnya. Kadang kala saja ia menerima kesempatan untuk memimpin satu atau dua buah lagu-lagu pujian dan penyembahan yang kebanyakan adalah hasil karya pena Geoff Bullock.

Berdua dengan David Evans, seorang penyanyi muda berbakat yang berasal dari kota Adelaide, mereka menjadi penyanyi inti tim musik tersebut yang mendukung Geoff dari belakang. Karena pada waktu itu ia juga merangkap sebagai Worship Leader Gereja Hillsong.

Tetapi … semua orang yang sudah dari semula dipilih dan ditentukan oleh Tuhan untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu di ladang-Nya, tidak bisa dihalang-halangi oleh ‘musuh’ kita, atau oleh orang-orang yang dipakai olehnya untuk menghancurkan rancangan-rancangan Tuhan bagi kehidupan mereka.

Dalam waktu hanya beberapa tahun saja, seperti ‘cream’ putih dingin yang segera mengambang ke atas ketika dituangkan ke dalam secangkir kopi yang panas, bakat Darlene yang istimewa, yang jelas melebihi rekan-rekannya mulai tampak menonjol sekali. Baik jemaat, maupun tim pemusik gereja itu, maupun para penggemar lagu-lagu kristiani karya mereka, semua bisa merasakan keunikan cara-caranya ketika ia memimpin pujian.

Pada tahun 1994, ketika live album Hillsong Church yang ketiga diluncurkan: People Just Like Us, kedudukan Darlene, David dan Geoff sudah disejajarkan oleh para pemimpin gereja sebagai Worship Leaders tim penyembahan mereka.

Lagu ciptaan Darlene, Shout to the Lord, diselipkan di antara lagu-lagu gubahan Geoff Bullock, yang biasanya selalu memonopoli daftar isi lagu-lagu yang ada di dalam album-album karya gereja tersebut sebelumnya.

Itulah awal mula meledaknya pelayanan seniwati bertabiat halus, lembut dan pendiam ini, yang sekarang sudah bertaraf antarbangsa di bidang seni musik kristiani. Namanya tidak hanya dikenal di kalangan sendiri saja, tetapi juga oleh dunia musik sekuler di mana-mana.

Lagu Shout to the Lord, yang diilhami oleh ayat-ayat Mazmur 100, diakui oleh masyarakat Kristen di seluruh dunia sebagai sebuah lagu praise and worship yang paling populer masakini di antara pilihan lagu-lagu ‘hymne’ dan lagu-lagu rohani lainnya.

Menurut catatan statistik, pada saat ini lagu penyembahan tersebut dinyanyikan oleh kurang lebih 30-60 juta orang di dalam ibadah-ibadah gereja antar-denominasi di seluruh dunia setiap minggu, termasuk gereja-gereja di Indonesia. Jumlah orang-orang yang menyanyikannya setiap tahun meningkat terus.

Jika ada lagu-lagu rohani yang awalnya sangat digemari oleh masyarakat Kristen pada umumnya, tetapi dengan berlalunya waktu juga cepat dilupakan, lagu Shout to the Lord semakin lama menjadi semakin mengesankan hati. Lagu yang mampu menjamah hidup setiap pendengarnya ini terus menyebar luas dengan bebas ke mana-mana, diterjemahkan oleh pelbagai bangsa dan dinyanyikan di dalam persekutuan-persekutuan umat kristiani serta ibadah-ibadah gereja di pelosok-pelosok dunia yang terpencil.

Oleh karena begitu seringnya dipergunakan, lagu yang baru berumur belasan tahun ini sekarang sudah hampir menjangkau puncak tertinggi yang sedang diduduki oleh lagu Amazing Grace, sebuah lagu rohani populer lainnya, yang juga paling sering dinyanyikan oleh orang-orang di dalam ibadah-ibadah gereja di seluruh dunia.

Perlu dicatat, lagu gubahan John Newton ini diperkenalkan kepada jemaat kristiani untuk pertama kalinya dua abad yang lalu. (Baca: Fenomena Australia: Hillsong Church)

Jadi melalui hasil penelitian statistik yang amat langka ini dapat disimpulkan, bahwa penggenapan firman Tuhan mengenai kepesatan perkembangan tubuh Kristus di akhir zaman sedang digenapi oleh-Nya. Karena meskipun akhir-akhir ini gereja Tuhan harus menghadapi berbagai macam masalah, seperti tentangan, larangan, penutupan, pembakaran, bahkan penganiayaan-penganiayaan, pertumbuhannya yang melaju dengan cepat di seluruh penjuru bumi tidak dapat dihalang-halangi lagi. Karena kemutlakan firman Tuhan tidak akan pernah bisa diganggu-gugat oleh ‘siapa’ pun juga!

Lagu Shout to the Lord secara resmi direkam oleh paling sedikit 20 artis kristiani kenamaan lainnya. Lagu yang melukiskan kekaguman hati umat yang mengasihi, menghormati dan memuja kedahsyatan Penciptanya ini juga dibajak oleh tak terhitung banyaknya artis-artis yang lain secara diam-diam!

Sampai sekarang Darlene sudah menciptakan banyak sekali ‘choruses’ dari lagu-lagu praise and worship yang tak terlupakan. Lebih dari 70 lagu-lagu gubahannya sudah diterbitkan oleh Hillsong Music Australia (HMA), ditulis olehnya selama hampir 20 tahun, semenjak ia melayani di gereja besar tersebut. Lagu-lagu ciptaannya selalu mempunyai nada-nada alunan yang amat unik, manis dan ‘catchy’ sekali, dilengkapi dengan syair-syair lagu yang erat berdasarkan pada ayat-ayat firman Tuhan.

Selain Shout to the Lord, lagu-lagu ciptaan Darlene yang sangat dikenal dan digemari oleh jemaat tubuh Kristus di seluruh dunia adalah: Lord I Give Myself, God is in the House, I Will Run to You, All Things are Possible, I Live to Know You, I Know It, Glory to the King, The Potter’s Hand, And That My Soul Knows Very Well, Let the Peace of God Reign, One Hope, Worthy is the Lamb, Blessed, My Hope, You are Worthy, Glorify Your Name dan lain sebagainya.

Pada tahun 1996 untuk pertama kalinya nama Darlene Zschech menjadi termasyhur di seluruh dunia ketika album CD Shout to the Lord diluncurkan secara internasional oleh Integrity Music di Amerika Serikat. Album itu berhasil menduduki tingkat tertinggi (No 1) tangga lagu-lagu kristiani negara itu 30 minggu lamanya.

Tahun berikutnya album tersebut dinominasikan oleh Dove Awards di Amerika sebagai Album of the Year. Sedangkan lagu Shout to the Lord dinominasikan oleh mereka sebagai Song of the Year pada tahun 1998.

Setahun kemudian Darlene menerima penghargaan: International Impact of the Year Award dari American Gospel Music Association di Nashville, Amerika, kota asal banyak sekali lagu-lagu Kristen yang termasyhur di dunia.

Ia juga dinominasikan sebagai Songwriter of the Year oleh Dove Awards pada tahun 2000.

Darlene Zschech diakui di dunia sebagai Worship Leader wanita yang pertama, yang berhasil mematahkan tradisi-tradisi kuno, di mana biasanya hanya kaum pria saja yang diperbolehkan untuk memimpin ibadah-ibadah puji dan sembah di dalam setiap acara pertemuan yang diadakan oleh tubuh Kristus.

Semenjak tahun 1996 Darlene menjabat sebagai Worship Pastor Gereja Hillsong. Sekarang ia mengawasi kurang-lebih 800 volunteers yang bekerja di Worship and Creative Arts Departments, departemen musik mereka. Acara rutin Hillsong Television, di mana ia juga hampir setiap minggu tampil sebagai pemimpin pujian dan penyembahan, ditayangkan dari kota Sydney di Australia, ke 180 negara di seluruh pelosok bumi.

Selain ia bertanggung-jawab atas semua produksi-produksi rekaman live albums Hillsong Music Australia, bersama dengan suaminya, Darlene juga ditugaskan sebagai Associate Director dari Hillsong Conference, yang diselenggarakan setiap tahun di awal bulan Juli di kota metropolitan yang amat besar itu.

Telah dicatat, pada tahun 2006 konferensi yang termasyhur tersebut sudah dikunjungi oleh lebih dari 29000 delegasi-delegasi yang datang dari seluruh dunia untuk mengikutinya.

“Aku, Akulah yang mengatakannya dan yang memanggil dia juga, Akulah yang mendatangkan dia, dan segala usahanya akan berhasil.” (Yesaya 48:15)

(Bersambung)

Tribute:
DARLIN’
DARLENE (3)
THE
DARLENE ZSCHECH STORY

THANK YOU FOR THE CROSS

Tribute: Darlin' Darlene (1)


THE DARLENE ZSCHECH STORY
Oleh: John Adisubrata

A HUMBLE BEGINNING

“Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; …” (Galatia 1:15-16)

Paskah 2005 yang lalu gereja kami, Garden City Christian Church di kota Brisbane, Australia, merayakan tahun Jubilee. Hari jadi ke-50 itu diperingati tepat pada hari Paskah dengan mengundang Ps Darlene Zschech dari Hillsong Church di Sydney, sebagai seorang tamu pembicara di sana.

Kira-kira tiga bulan sebelumnya, untuk pertama kalinya saya mengetahui, bahwa Darlene, yang menurut akte kelahirannya bernama Darlene Steinhart, ternyata lahir dan dibesarkan di kota Brisbane. Sedari kecil ia sudah menjadi anggota jemaat gereja kami, melayani pada masa remajanya, bahkan lahir baru di sana.

Saya yang pada waktu itu ikut terlibat di bidang paduan suara gereja, mendapat kesempatan bersama tim pemusik yang lain untuk mengikuti seminar singkat pada suatu malam di hari Rabu, di mana Darlene memberikan penyajian kursus musik kilat kepada kami.

Kesan yang saya dapatkan ketika bertemu muka dengan dia secara pribadi, sama sekali tidak mengubah persepsi saya mengenai dirinya. Kesan yang menyejukkan hati kala mendengarkan keindahan suaranya serta syair-syair lagu yang menguatkan iman melalui musik CD, atau melihat dia dan tim Gereja Hillsong memuji dan menyembah Tuhan melalui layar televisi, tidak berubah sama sekali.

Bahkan sejujurnya saja, saya menjadi semakin menghormati hamba Tuhan ini!

Meskipun status dirinya yang amat tinggi di kalangan masyarakat kristiani di seluruh dunia sebagai salah seorang tokoh terpenting di bidang musik Praise and Worship masakini, sikapnya tetap ramah, lemah lembut, penuh perhatian, dan perkataan-perkataannya selalu melukiskan kerendahan hatinya.

Selain itu tampak nyata sekali melalui tingkah lakunya, bahwa ia mengasihi Tuhan Yesus Kristus dengan segenap hati dan hidupnya.

Melihat paras, sikap dan gerak-geriknya sore hari itu, kami bisa merasakan, bahwa Ia tidak hanya menggubah atau mengalunkan syair-syair lagu yang berdasarkan ayat-ayat firman Tuhan saja, tetapi Ia juga melakukannya.

Memperhatikan keseimbangan hidupnya sekarang, sukar sekali untuk mempercayai, bahwa Darlene sebenarnya berasal dari sebuah rumah tangga yang berantakan! Kedua orang tuanya yang menurunkan bakat-bakat artistik luar biasa di bidang musik kepadanya, bercerai pada saat ia masih berusia 13 tahun.

Saya merasa terkesan dan kagum sekali melihat kekokohan pribadinya yang penuh kelembutan seseorang yang memiliki kasih Kristus yang berlimpah-limpah. Saya yakin, hanya iman di dalam Tuhan Yesus saja yang memungkinkan hal seperti itu bisa terjadi di dalam kehidupannya!

Hampir tidak pernah ia menyebut, apalagi memperbincangkan ibunya di depan umum. Di dalam setiap wawancara yang ditayangkan melalui televisi, ia selalu hanya menceriterakan tentang ayahnya saja, serta pengaruh-pengaruh kehidupan rohani yang diwariskan olehnya.

Ayah Darlene, Desmond Steinhart, seorang pengikut Kristus yang sudah lahir baru, memperkenalkan Tuhan kepadanya semenjak ia masih kecil dengan rajin membawanya pergi ke gereja setiap hari Minggu. Ia melewati masa kanak-kanak dan masa remajanya di Sekolah Minggu dan di Youth Group gereja kami.

Selain ia mempunyai bakat-bakat kesenian musik lahiriah, ia juga digembleng selama delapan tahun di bidang seni suara, dan sembilan tahun di bidang tari-tarian oleh pengajar-pengajar yang termahir diAustralia pada masa itu. Selain orang tuanya harus membayar biaya ekstra setiap minggu yang cukup mahal, ia juga harus mengorbankan banyak sekali waktu-waktu luangnya, di mana ia sebenarnya bisa melaluinya, bermain dan bersenang-senang bersama anak-anak lain yang sebaya umurnya dengan dia.

Tetapi ... jika ia merenungkan semuanya kembali, ia bersyukur kepada Tuhan, bahwa pengorbanan-pengorbanan yang harus ia berikan selama bertahun-tahun ternyata tidak sia-sia belaka. Tuhan sendiri yang sudah mengatur segala-galanya sebagai persiapan pelaksanaan pelayanan yang sekarang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya.

Pada saat ia masih berumur 10 tahun, Darlene sudah mempunyai penghasilan sambilan yang tetap. Ia menyanyi dan menari, bahkan dipercayai untuk mengasuh sebuah acara anak-anak: Happy Go Round di televisi lokal kota Brisbane.

Begitu juga ketika ia mulai menginjak usia remaja, ia mendapat banyak sekali pengalaman-pengalaman yang berguna melalui keterlibatannya dengan beberapa Gospel Bands setempat, di mana ia menjadi penyanyi utama mereka.

Kendatipun ia sudah menjadi seorang Kristen yang rajin mendampingi ayahnya pergi ke gereja selama bertahun-tahun, bahkan ikut melayani di sana, sesuatu hal yang menakjubkan baru terjadi pada dirinya, ketika Darlene berumur 15 tahun. Pada suatu malam Jum’at ketika ia mengikuti acara ibadah kaum muda di Garden City Christian Church, ia bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus secara pribadi.

Ia menggambarkan pengalaman kelahiran-barunya di malam bersejarah itu sebagai: Suatu pertemuan pribadi dengan Penciptanya di mana ia menyadari untuk pertama kalinya kebenaran dan kemurnian kasih Tuhan yang tiada batasnya.

Ia sadar, bahwa kekosongan hidupnya selama itu hanya bisa dipenuhi dan dipuaskan oleh kehadiran Tuhan di dalam hatinya. Ironis sekali, nama gadisnya: Steinhart, sebuah nama keluarga yang berasal dari Jerman, mempunyai arti: Keras Seperti Batu.

Tetapi malam itu kekerasan hati Darlene diluluhkan oleh kesadarannya akan kasih Kristus yang luar biasa, yang bisa mengubah sikap hidupnya secara spontan untuk selama-lamanya. Semenjak saat itu ia mengambil keputusan yang tetap untuk selalu mengikuti langkah-langkah-Nya.

Selain sekolah dan aktif terlibat di dalam kegiatan-kegiatan para muda-mudi gereja kami, pada tahun 80-an Darlene juga bekerja sebagai pencipta lagu-lagu ‘jingles’ yang dikumandangkan dan ditayangkan melalui radio dan televisi di seluruh Australia. Lagu-lagu ciptaannya, bahkan kadang-kadang juga suaranya, bisa didengar pada masa itu melalui commercials untuk perusahaan-perusahaan internasional seperti: McDonalds, KFC, Special K, Diet Coke dan lain sebagainya.

Perjalanan hidupnya yang menakjubkan ini mulai terarah secara pasti, sebagai salah satu dari persiapan-persiapan pelayanannya yang bertaraf antarbangsa di ladang Tuhan, ketika Darlene bertemu dengan calon suaminya, Mark Zschech, seorang pemuda yang berasal dari keluarga missionaries di Queensland, Australia. Pertemuan mereka di sebuah Youth Conference yang diadakan pertengahan tahun 80-an merupakan awal-mula berseminya benih-benih cinta yang tumbuh dengan subur di dalam hati mereka berdua.

Sebagai seorang pria yang juga memiliki bakat-bakat artistik, Mark merupakan pasangan yang amat setimpal bagi Darlene. Berdua mereka saling melengkapi, … dipilih dan dipersiapkan oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin-pemimpin yang sangat berarti bagi perkembangan gereja Tuhan di akhir zaman. Menjelang akhir dasawarsa yang ke-80 mereka menikah dan diberkati di Garden City Christian Church.

Semenjak saat itu Mark dan Darlene Zschech bermukim di kota Ipswich, sebuah kota kecil yang terletak kurang-lebih 60 km di sebelah barat kota Brisbane. Tetapi sekitar tahun 1990 mereka berdua memutuskan untuk pindah ke kota Sydney, ketika mereka mendapat tawaran untuk bergabung dengan tim musik sebuah gereja Pantekosta KECIL di kota metropolitan tersebut, yang baru saja dirintis oleh sepasang suami isteri yang berasal dari New Zealand.

Tak pernah terduga, bahwa keputusan mereka yang ‘berani’ pada saat itu adalah suatu langkah iman yang akan mengawali segala penggenapan rancangan-rancangan Tuhan bagi kehidupan mereka sekeluarga.

Di kota itu mereka berdua menjadi terlibat di dalam tim pembinaan suatu proyek Kristen tahunan, yang ternyata dengan berlalunya waktu, sudah berubah dan berkembang menjadi suatu acara pertemuan pengikut-pengikut Kristus dari seluruh penjuru bumi yang terbesar di Australia, bahkan … di dunia.

Selain itu, acara konferensi yang diadakan setiap tahun di awal bulan Juli tersebut juga berhasil menjadi landasan peluncuran lagu-lagu orisinil praise and worship ciptaan Darlene Zschech dan timnya, yang sudah mempengaruhi dan mengubah jalannya sejarah musik kristiani dunia!

Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel.” (Keluaran 19:6)

(Bersambung)

Tribute:
DARLIN’
DARLENE (2)

THE
DARLENE ZSCHECH STORY

SHOUT TO THE LORD