Showing posts with label Renungan. Show all posts
Showing posts with label Renungan. Show all posts

Thursday, December 1, 2011

Kenangan Natal: Dari Mulut Bayi-Bayi

Oleh: John Adisubrata

‘Kata Yesus kepada mereka: “…; belum pernahkah kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian?” (Matius 21:16b)

Awal peristiwa Natal dikisahkan di dalam Injil Lukas seperti ini: ‘Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” (Lukas 2:8-12)

Apakah Anda pernah mempertanyakan, mengapa malaikat Tuhan diutus untuk menyampaikan berita kelahiran Kristus pertama-tama kepada sekelompok gembala, orang-orang yang pada masa itu dianggap mempunyai kedudukan paling rendah di tangga sosial masyarakat Yahudi? Mengapa Tuhan tidak mengutus dia kepada orang-orang yang terpandang saja, … orang-orang yang berpendidikan dan yang berkedudukan tinggi? Perhatikanlah kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi, jika mereka yang dipilih untuk mendengarkan kabar gembira itu untuk pertama kalinya:

Para pemimpin gereja – Mereka akan memeriksa terlebih dahulu catatan-catatan buku doktrin agama sebelum mengadakan rapat darurat bersama badan-badan pengurus denominasi setempat untuk memperdebatkan kemungkinan asli palsunya berita tersebut.

Para kepala eksekutif bisnis (CEO) – Mereka akan memeriksa diary mereka terlebih dahulu untuk menentukan, apakah di tengah-tengah kesibukan kerja, mereka masih mempunyai waktu luang untuk menerima kedatangannya dan mendengarkan berita tersebut?

Para pengusaha – Karena tahu bahwa kabar itu sudah dinubuatkan beribu-ribu tahun sebelumnya, mereka akan mendahulukan di atas segalanya produksi dan profit penjualan barang-barang souvenir klenak-klenik untuk merayakan dan memperingati hari bersejarah itu.

Para selebriti – Tentu mereka mau memastikan terlebih dahulu, apakah ada orang-orang yang sedang menyorot mereka? Apakah gara-gara berita itu mereka bisa menjadi lebih dikenal dan populer?

Melihat beberapa skenario fiksi di atas yang terbukti sampai sekarang masih relevan dan mungkin sekali terjadi, tidaklah mengherankan Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk menyampaikan berita terpenting dalam sejarah kehidupan umat manusia kepada orang-orang yang tidak mempunyai alasan untuk mencari keuntungannya sendiri, yang tidak mendahulukan reputasi mereka di atas segalanya, dan yang tidak menggunakannya sebagai kesempatan terbaik untuk ‘naik daun’. Tuhan memilih para gembala di padang, oleh karena kesederhanaan hidup, kerendahan hati dan keterbukaan pikiran mereka, dan terutama … oleh karena mereka mempunyai iman yang amat bersahaja, yang serupa dengan iman anak-anak kecil.

Apabila kita memeriksa ketiga Injil yang ditulis oleh Matius, Markus dan Lukas, dikatakan di sana bahwa Yesus mengagumi iman anak-anak kecil, karena kesediaan mereka untuk menerima kebenaran firman Tuhan tanpa argumentasi, tanpa menggunakan logika-logika dunia yang selalu mengharapkan bukti-buktinya terlebih dahulu. Ketika harus menanggapi pertanyaan murid-murid-Nya mengenai siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga, Ia menjawab, umat yang mempunyai iman seperti anak-anak kecil itulah! (Matius 18:1-5)

Bahkan alkitab menyatakan, dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Tuhan telah … meletakkan dasar kekuatan (Mazmur 8:3), dan juga … menyediakan puji-pujian (Matius 21:16). Memang sulit sekali untuk mencernakan maksud raja Daud di Mazmur 8 tersebut yang kemudian dikutip oleh Yesus kira-kira 1000 tahun kemudian ketika Ia ditegur oleh para imam kepala dan ahli-ahli Taurat di dalam Bait Allah kota Yerusalem. Apakah benar anak-anak sekecil itu sudah mampu berpikir dan mengekspresikan perasaan mereka? Bukankah tubuh dan jiwa mereka masih belum berkembang? Itulah pendapat manusia pada umumnya. Tetapi menurut firman Tuhan, Allah yang adalah Roh mempunyai pandangan yang berbeda sekali! Mungkin kenangan Natal yang pernah saya alami dan yang akan saya ceriterakan di bawah ini bisa mencerahkan sedikit pernyataan Yesus di Matius 21 tersebut.

Kendatipun tidak mampu membayangkannya secara detil dan akurat, saya ingat akan masa silam di mana saya mendengar dan mengalami Natal untuk pertama kalinya tanpa mengerti makna atau sebab-sebab hari termasyhur itu setiap tahun diperingati dan dirayakan di seluruh dunia.

Semua itu diawali oleh pertemuan kami dengan keluarga yang baru pindah dan menempati rumah sebelah, ketika saya masih berusia kira-kira 4/5 tahunan. Oleh karena mereka mempunyai anak-anak yang berumur sebaya dengan kami, secara instan hubungan kami dengan mereka menjadi erat sekali. Keluarga kami mengenal mereka sebagai orang-orang Kristen yang mendidik anak-anaknya sesuai ajaran-ajaran firman Tuhan, … tegas tetapi penuh kasih sayang. Sekalipun saat itu saya belum mengerti maksudnya, saya ingat bahwa kami sekeluarga menjuluki mereka: ‘orang-orang Kristen yang fanatik’.

Suatu hari di bulan Desember, anak-anak mereka mengajak saya dan kakak saya main drama sekolah minggu untuk perayaan Natal yang akan diadakan di gereja mereka. Dengan restu orang tua kami yang pada waktu itu masih belum memeluk agama apa-apa, kami mulai ikut latihan setiap hari Minggu siang. Di situlah untuk pertama kalinya sebagai anak kecil yang masih lugu sekali, yang belum mengerti apa-apa, apalagi tentang agama, saya mendengar kisah kelahiran Kristus.

Sekalipun tampak hanya samar-samar saja, saya ingat bahwa saya memerankan Balthazar, orang Majus yang ketiga. Bersama-sama, kami dilatih oleh guru sekolah minggu gereja itu untuk melakukan beberapa adegan kecil di mana kami diharuskan menghafal beberapa kalimat pendek berdasarkan ayat-ayat alkitab dan menyanyikan lagu-lagu Natal, seperti: Hai Mari Berhimpundan Malam Kudus. Meskipun ditampilkan secara amatiran sekali, drama itu mengisahkan berita gembira kelahiran Sang Juruselamat persis seperti yang tertulis di dalam alkitab di mana bayi Yesus menjadi pusat penyajiannya, tanpa embel-embel lain yang sudah dilazimkan oleh umum yang sekarang sudah berhasil menyelewengkan kebenaran makna hari bersejarah itu.

Malam itu jelas sekali sesuatu yang supranatural telah terjadi pada diri saya seperti perkataan Yesus sendiri: “Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian.” Karena saya yang sebelumnya tidak tahu siapakah Tuhan, bayi Yesus, malaikat sorgawi, orang-orang majus, para gembala di padang, Yusuf atau Maria, bahkan raja Herodes dan lain sebagainya, sudah ‘dipilih’ untuk ikut membagikan kabar gembira itu melalui acara drama di mana kami bersama sejumlah besar bala tentara sorga memuji dan menyembah Tuhan: Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” (Lukas 2:14)

Sesudah lahir baru saya menyadari, bahwa “firman yang keluar dari mulut Allah tidak akan kembali lagi kepada-Nya dengan sia-sia, tetapi akan melaksanakan apa yang Ia kehendaki, dan akan berhasil dengan segala sesuatu yang diperintahkan oleh-Nya.” (Yesaya 55:11) Ternyata taburan benih-benih firman yang diam-diam sudah menerobos masuk, tertanam dan bersemi di dalam hati melalui kegiatan Natal tersebut, tidak pernah meninggalkan saya lagi. Itulah bukti kebenaran kasih karunia Tuhan!

Mengenangnya kembali, sering kali saya bersyukur bahwa Ia telah mengirim keluarga kristiani yang begitu saleh untuk menjadi tetangga kami, … keluarga yang sekalipun awalnya kami cap aneh dan fanatik, tetapi berhasil memperkenalkan makna Natal yang sejati kepada saya dan kakak saya pada saat kami berdua masih mempunyai hati serta iman yang murni sekali, … iman bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu. Saya juga mengucap syukur kepada Tuhan, karena ternyata berpuluh-puluh tahun sesudahnya, sesuai rencana-Nya, saya diberi kehormatan untuk menggabungkan diri dan menjadi anggota keluarga besar mereka!

Saya berdoa, agar iman sederhana yang sudah mengawali semua itu tetap saya miliki seumur hidup sampai saat terakhir di mana saya bisa membuktikan kebenarannya. Terpujilah nama Tuhan sampai selama-lamanya. Haleluya!

John Adisubrata
Desember 2012

Thursday, November 17, 2011

Hidup yang ‘Diberkati’ (4)


Oleh: John Adisubrata

BERKAT-BERKAT SORGAWI

“Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32)

Saya menyadari, bahwa mengenai berkat, setiap orang, baik masyarakat sekuler maupun umat kristiani, mempunyai pendapat sendiri-sendiri. Oleh karena itu saya juga selalu berusaha untuk menghargai pandangan orang-orang lain, selama pandangan itu tidak menyelewengkan isi firman Tuhan, atau merugikan kehidupan umat yang lain.

Mengawali persiapan untuk menulis artikel ini, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, saya mengunjungi situs Dictionary.com untuk mempelajari kata berkat sesuai pandangan umum. (lihat: Hidup yang Diberkati - Bab 1) Selain itu saya juga mencoba mempelajari makna kata tersebut dari sudut pandangan masyarakat kristiani sendiri. Karena ingin mengetahui datanya, menggunakan search engine Alkitab SABDA Online, saya berusaha menemukan jumlah kata berkat yang tercantum di dalam alkitab berbahasa Indonesia. Menurut keterangan situs itu kata tersebut tampil sebanyak 278 kali di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, baik yang dipergunakan sebagai kata kerja transitif, kata sifat, maupun kata benda.

Berkat di dalam Perjanjian Lama berasal dari kata Ibrani: berakha yang mempunyai arti: karunia benda (material), lawan dari kata ‘kutuk’, dan pemberkatan. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru kata itu berasal dari kata Yunani: eulogia yang berarti: terakhir, karunia rohani yang didatangkan oleh Injil, karunia material, dan juga kemewahan.

Ternyata kata berkat tampil untuk pertama kalinya di awal kitab Kejadian, ketika Allah sedang memperhatikan ciptaan-Nya di hari yang kelima: ‘Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: “Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.” (Kejadian 1:22) Dan untuk terakhir kalinya kata itu tercantum di dalam surat Petrus yang pertama: …, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab: …” (1 Petrus 3:9b)

Melalui referensi-referensi di atas, terbukti bahwa berkat memang dianugerahkan oleh Tuhan kepada segenap ciptaan-Nya. Umat manusia tak terkecualikan, baik yang ingin diselamatkan, maupun yang menolaknya! Yesus meneguhkan hal itu saat berkhotbah di atas bukit: “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Matius 5:45)

Jadi segala sesuatu yang dari awalnya diciptakan oleh Bapa di sorga, … dunia dan segala isinya, adalah berkat-berkat yang menjadi hak semua orang untuk dinikmati. Oleh karena itu mudah sekali untuk memahami perasaan wanita di pertemuan selgrup kami yang menjadi tersinggung ketika ditantang untuk menjadi pengikut Kristus. (lihat: Hidup yang Diberkati – Bab 1)

Padahal sesuai terjemahan kata-kata berakha dan eulogia, berkat sebenarnya mempunyai arti yang jauh lebih luas, yang tidak terbatas pada hal-hal duniawi saja. Raja Salomo menulis amsal berdasarkan pengalamannya sendiri: Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak.” (Amsal 16:16) Sedangkan nabi Yesaya menubuatkan: “Masa keamanan akan tiba bagimu; kekayaan yang menyelamatkan ialah hikmat dan pengetahuan; takut akan TUHAN, itulah harta benda Sion.” (Yesaya 33:6)

Di dalam surat yang ditujukan kepada jemaat di Efesus, rasul Paulus menulis: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.” (Efesus 1:3) Dan inilah berkat terpenting yang berhasil mengubah arah sejarah dunia: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16)

Memang bagi masyarakat Kristen yang mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati, janji-janji berkat ‘keselamatan’ dan ‘hidup yang kekal’ cukup memberikan dampak sukacita yang optimal. Karena bagi mereka, berkat itulah yang terpenting, yang membuat berkat-berkat lainnya tampak pudar dan tak berarti sama sekali. Orang-orang yang pernah mengalami fenomena kelahiran baru tentu bisa memahami hal tersebut.

Tetapi, ... apakah itu berarti bahwa orang-orang kristiani tidak berhak untuk mengingini berkat-berkat lain ciptaan Tuhan yang sudah dikaruniakan kepada mereka? Tentu saja tidak! Lagi pula, siapakah yang tidak mau hidup enak, makmur, sehat dan kaya raya? Saya yakin semua orang mau, ... saya tak terkecualikan! Hanya motif-motif setiap orang saja yang akan membedakan sebab, hasil dan akibatnya!

Bertentangan dengan ajaran Injil Kemakmuran, menurut kitab Ulangan 28:1-14, berkat (berakha) tidak dianugerahkan begitu saja, tetapi selalu disertai oleh syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh mereka yang menghendakinya. Perhatikanlah potongan ayat-ayat yang mengandung kata-kata jika dan apabila ini: Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, …” (ayat 1a); “… , jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu: …” (ayat 2b); “…, jika engkau berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya.” (ayat 9b) dan “…, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya.” (ayat 14)

Apabila semua itu sudah dilakukan oleh mereka, maka: “Segala berkat (berakha) ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu.” (ayat 2a) Termasuk di dalamnya: Berkat untuk segala sesuatu yang kita lakukan; berkat untuk keluarga, pekerjaan dan seluruh harta milik kita; berkat kemenangan atas lawan-lawan kita; bekat sebagai umat pilihan Allah. (Ulangan 28:1-14)

Biasanya umat Tuhan selalu mengharapkan berkat-berkat yang luar biasa. Tetapi mereka tidak mau tahu akan syarat-syaratnya. Karena memang berkat-berkat yang radikal dan luar biasa datang dari sikap berserah yang radikal dan luar biasa juga. Kemauan untuk menuruti kehendak Tuhan berdasarkan hikmat, baik yang dinyatakan melalui firman-Nya maupun yang dibisikkan di dalam hati kita, pasti akan memberi berkat kemampuan adikodrati, apabila kita bersedia untuk melakukannya. Sikap yang taat itulah yang menyebabkan berkat-berkat Tuhan dicurahkan kepada kita. Kitab Amsal melukiskan kehidupan orang-orang yang memiliki hikmat: Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan.” (Amsal 3:16)

Oleh karena itu alkitab selalu memperingatkan umat Tuhan untuk tidak mementingkan harta kekayaan, apalagi mengejarnya. Dianjurkan di sana agar orang-orang percaya, khususnya para pemuka gereja harus bebas dari mencintai uang. (1 Timotius 3:1-3) Iman sebesar biji sesawi tidak dikaruniakan kepada kita untuk ‘mengimani’ kekayaan dan kemakmuran hidup, melainkan untuk selalu percaya dan berserah kepada-Nya, karena tahu bahwa Ia tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita! Surat Ibrani memperingatkan: Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5)

Bagi umat kristiani, Mazmur Daud inilah yang mencerminkan kehidupan mereka yang sejati: TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” (Mazmur 23)

Mazmur tersebut membuktikan, bahwa kendatipun raja Daud, seorang yang dipilih dan berkenan di hati Tuhan (1 Samuel 16:13; Kisah Para Rasul 13:22), tahu bahwa ia selalu berada di dalam pemeliharaan-Nya, ternyata seperti umat Tuhan lainnya, ia juga tidak kebal terhadap kesulitan atau tantangan-tantangan hidup. (Mazmur 23:4a) Perlu ditekankan, bahwa tokoh-tokoh alkitab lainnya yang mahamakmur seperti Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Ayub dan raja Salomo, … mereka semua juga harus melewati perjuangan-perjuangan yang serupa! Karena memang tidak ada jaminan bagi orang-orang kristiani untuk selalu hidup makmur, sejahtera dan tanpa masalah. Itu adalah ajaran-ajaran isapan jempol! Yang pasti hanyalah janji-janji Tuhan untuk selalu menyertai dan menolong kita di dalam segala keadaan! (Mazmur 23:4b; Matius 28:20)

Tidak bisa disangkal, bahwa di setiap generasi umat kristiani akan selalu ada orang-orang tertentu yang menerima karunia berkat kekayaan yang luar biasa. Seakan-akan kesuksesan hidup tidak mau berhenti mengejar mereka! Tetapi selama mereka menyadari, bahwa semua itu dianugerahkan oleh Tuhan dengan satu tujuan yang mulia, yaitu untuk kebesaran kerajaan dan kemashyuran nama-Nya, dan … bukan untuk memperkaya diri sendiri dengan menyalah-gunakan kepercayaan itu, tujuan karunia tersebut tentu tidak akan sia-sia. Umat Kristen yang sudah menerima kehormatan seperti itu wajib mengingat, bahwa … semua itu adalah milik Tuhan! (1 Korintus 10:26)

Marilah kita bersyukur dengan selalu menyadari berkat-berkat yang sudah kita terima selama ini, agar kita bisa dijadikan berkat oleh Tuhan bagi umat-Nya yang lain, yang sedang membutuhkannya. Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Haleluya!

John Adisubrata
November 2011

Friday, November 4, 2011

Hidup yang ‘Diberkati’ (3)


Oleh: John Adisubrata

MAKMUR ‘MELAYANI’

Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Matius 6:24)

Pernah sekali melalui surat yang ditujukan kepada Timotius, rasul Paulus memperingatkan agar murid kesayangannya itu tidak terpengaruh oleh orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan. (1 Timotius 6:5) Ia juga memperingatkan akibat-akibatnya: Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.” (1 Timotius 6:9)

Paulus meneruskan: Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” (1 Timotius 6:10)

Perhatikanlah teladan-teladan yang diberikan oleh Kristus kepada para pengikut-Nya ketika Ia masih melayani di dunia. Apabila harta kekayaan merupakan tujuan utama kehidupan umat kristiani di dunia, pasti Ia sudah mengajarkan hal itu kepada mereka. Namun alkitab membuktikan kebalikannya! (Matius 6:11, Lukas 22:34) Karena selama itu Tuhan Yesus justru hidup sederhana sekali. Matius mencatat perkataan-Nya sendiri: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (Matius 8:20)

Berlawanan sekali dengan kebiasaan orang-orang kristiani yang terpandang di akhir zaman ini, Ia tidak berkecimpung hanya dengan orang-orang yang berpengaruh, intelektuil, atau yang kaya raya saja, yang bisa menguntungkan diri-Nya, tetapi Ia justru menghabiskan banyak waktu dengan mereka yang diabaikan oleh masyarakat, yang sangat membutuhkan pertolongan-Nya.

Selain itu seperti keadaan sekarang, para murid dan pengikut-pengikut Kristus dahulu juga berasal dari pelbagai lapisan masyarakat, dari orang-orang yang tergolong cendekiawan sampai yang tak berpendidikan, dari orang-orang yang sangat berada sampai yang miskin sekali. Kecuali salah seorang murid-Nya, alkitab mencatat, bahwa mereka selalu meneladani tingkah laku-Nya. Hanya murid itu saja yang berani mengkhianati dengan menjual Dia, terdorong oleh rasa tamak akan keping-keping uang perak. (Matius 26:14-16)

Belajar melalui sejarah yang tertulis di dalam firman Tuhan, terutama melihat konsekuensi tragis yang harus ditanggung oleh murid tersebut (Kisah Para Rasul 1:16-20), tentu kita tidak ingin diasosiasikan dengan perbuatan-perbuatannya! Lagi pula, … terus terang saja, siapakah yang mau disetarakan dengan pribadi Yudas Iskariot, dan dijuluki sebagai ‘orang-orang Kristen yang serakah masakini’?

Sampai sekarang kami masih terus menerima surat-surat permohonan sumbangan dari salah seorang televangelist termasyhur di dunia yang pernah kami dukung pelayanannya, ... kurang lebih 8 tahun lamanya.

Berbeda sekali dengan keberhasilan pelayanan Bunda Theresa di kota Kalkuta, India yang amat sederhana dan prihatin untuk orang-orang miskin berpenyakit kusta yang sudah diabaikan negara itu, masyarakat dunia mengenal dia sebagai seorang penginjil antarbangsa yang sukses, yang hidup mewah penuh kelimpahan.

Penyajian acara-acara televisinya sangat modern, dibuat di dalam studio-studio yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan yang canggih sekali. Bangunan besar di mana kegiatan-kegiatan itu direkam dan dirakit, dibeli olehnya menggunakan dana sumbangan uang berjuta-juta dolar, yang dikumpulkan dari para partners-nya dan juga penggemar-penggemar pelayanannya yang tersebar di seluruh dunia. Proses yang sama juga berhasil dilakukan ketika ia berniat untuk membeli sebuah pesawat udara pribadi untuk meningkatkan taraf pelayanan nasionalnya di Amerika.

Karena sering mengikuti acara-acaranya, saya tahu, bahwa Kristus dan kuasa Roh Kudus selalu menjadi pusat setiap pelayanannya. Tetapi selain itu mau tak mau saya juga bisa menarik kesimpulan, bahwa … ajaran-ajarannya selalu berkisar pada berkat (kekayaan) dan kemakmuran hidup umat Tuhan, terutama partners dan para pemirsa kristiani lainnya yang bersedia membantu dia di bidang keuangan untuk mendukung pelayanannya yang bersifat internasional tersebut.

Karena sudah terlanjur tertera di dalam database mereka, sekalipun kami telah mengundurkan diri bertahun-tahun lamanya, sampai sekarang kami masih terus dihubungi secara rutin. Seperti biasa, surat-suratnya selalu berisi janji-janji berkat (kekayaan) yang akan dicurahkan atas kami, jika kami mau membantu dia dan timnya menutupi defisit keuangan mereka yang terjadi hampir setiap akhir tahun pembukuan.

Menurut dia, kami akan diberkati dan menjadi bebas dari akibat keterpurukan ekonomi dunia (Global Financial Crisis), jika kami bersedia membantu pekerjaan Tuhan melalui pelayanannya itu. Sering kali menggunakan ayat yang sudah dibahas di atas sebelumnya, Lukas 6:38, ia menjanjikan, bahwa semakin besar jumlah uang sumbangan kami untuk pelayanannya, semakin besar (berlipat-lipat ganda) janji-janji berkat (material) yang akan dicurahkan oleh Tuhan atas kami. Ironisnya, pada mulanya ia sendiri mengalami defisit keuangan gara-gara musibah tersebut, yang sudah mengakibatkan banyak sekali pendukung-pendukung pelayanannya kehilangan mata pencaharian mereka.

Saya ingat sekali akan pernyataannya sendiri, bahwa apabila kami meragukan ajaran yang ia berikan, kami dianjurkan untuk membandingkannya dengan isi firman Tuhan. Dan jika ternyata maknanya berbeda, kami harus percaya pada alkitab, … bukan dia. Sungguh suatu pernyataan yang patut sekali dikagumi!

Beberapa tahun yang lalu, tidak lama sesudah GFC, di antara kiriman-kiriman korespondensinya yang datang secara teratur, kami menerima sepucuk surat yang isinya cukup mengejutkan! Karena desperate sekali, di situ ia menganjurkan menggunakan alasan-alasan yang amat ‘menggelikan’, agar para partners-nya memberikan perpuluhan hak gereja lokal mereka kepada dia dan pelayanannya. Terpana saat membacanya, tahu bahwa hal itu sama sekali tidak alkitabiah, kami langsung mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan kami dengan pelayanannya.

Kami menyadari, bahwa masih ada banyak sekali pelayanan hamba-hamba Tuhan lainnya di dunia, yang hidup secara sederhana, tetapi selalu mendahulukan kepentingan orang-orang yang mereka layani. Yang tidak menggunakan dana sumbangan orang-orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi terlebih dahulu, atau untuk menutupi ongkos-ongkos pelayanan yang tidak perlu sama sekali.

Membandingkan pelayanan Kristus dengan pelayanan hamba Tuhan tersebut sekarang, kami bisa langsung menyaksikan kekontrasannya. Karena itu mudah sekali bagi kami untuk menarik kesimpulan, … ajaran siapakah yang harus kami ikuti!

Pelayanan-pelayanan sederhana tapi berarti sekali, yang mempunyai pengaruh sebesar pelayanan Bunda Teresa semasa hidupnya, … itulah yang seharusnya didukung dan ditanggung bersama oleh orang-orang Kristen, agar kabar keselamatan dan juga kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, bisa diberitakan ke seluruh penjuru bumi.

“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:19-20)

(Bersambung)

HIDUP YANG ‘DIBERKATI’ (4)

BERKAT-BERKAT SORGAWI

Friday, October 28, 2011

Hidup yang ‘Diberkati’ (2)


Oleh: John Adisubrata

INJIL KEMAKMURAN

Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Lukas 6:38)

Ipar saya pernah menceriterakan percakapannya dengan seorang teman di tahun 80-an, yang ingin mempengaruhi dia untuk menggabungkan diri dengan sebuah gereja besar baru di kotanya. Berapi-api ia menceriterakan, bahwa semenjak ia menjadi anggota gereja itu, hidupnya menjadi sangat diberkati. Menurut dia, ‘iman’-nya yang besar menyebabkan semua yang diinginkan olehnya selalu dikabulkan oleh Tuhan. Ia berkata penuh keyakinan: “Enak ikut gereja itu, hidup kita akan selalu diberkati. Apakah engkau tahu, jika kita menumpangkan tangan di atas sebuah mobil Mercedes baru yang mewah di dalam nama Yesus, lalu percaya bahwa dengan iman kita akan memilikinya, Tuhan pasti mengabulkannya. Coba periksa, buktinya ada di dalam alkitab.”

Saya setuju sekali dengan tanggapan jitu kakak ipar saya pada waktu itu: “Kok seperti tidak ada bedanya dengan pergi melawat ke gunung Kawi* saja.”

Tentu yang dimaksudkan oleh temannya adalah ayat-ayat yang diucapkan oleh Kristus, yang tercatat di dalam keempat Injil Perjanjian Baru, seperti yang diceriterakan kembali oleh Matius: “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.” (Matius 21:22) Atau ayat yang ditulis oleh Markus di dalam Injilnya: ‘Jawab Yesus: “Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya! (Markus 9:23)

Dan yang paling sering dipakai sebagai landasan argumentasi mengapa orang-orang kristiani seperti dia menyetujui ajaran Injil Kemakmuran: ‘Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: “Jadilah kepadamu menurut imanmu.” (Matius 9:29)

Apakah benar ayat-ayat tersebut mempunyai makna seperti yang ditafsirkan olehnya? Apakah seluruh keinginan orang-orang percaya yang diucapkan (diperintahkan!) dengan iman di dalam nama Yesus, juga pasti akan dikabulkan oleh Tuhan, seperti … harta kekayaan, kesehatan tubuh, kesembuhan dari penyakit, kebahagiaan hidup, dan lain-lainnya? Apakah benar, semua itu pasti akan terjadi sesuai dengan iman kita?

Pengertian kata berkat berdasarkan iman semacam itu memang sudah beredar di mana-mana, dan sudah di-‘iman’-i oleh para pengikut aliran-aliran ‘kristiani’ tertentu sebagai kebenaran yang mutlak. Kekayaan materiil atau kesuksesan finansiil, baik keluarga maupun bisnis, adalah tema-tema utama ajaran-ajaran gembala-gembala mereka. Penuh keyakinan mereka percaya, bahwa dengan iman berkat-berkat tersebut bisa dicapai oleh semua orang-orang Kristen, apabila mereka taat pada firman Tuhan.

Terus terang saja, siapakah yang tidak ingin menjadi kaya raya dan diberkati? Saya yakin semua orang mau, ... termasuk saya! Tetapi ajaran-ajaran seperti itu seolah-olah memantau orang-orang percaya agar mereka menjadi tamak dan materialistis, yang memandang agama Kristen sebagai sumber bisnis yang bisa menguntungkan diri sendiri. Bahkan Tuhan diperlakukan seperti ‘jin dalam botol’ yang baik hati, yang mau menuruti segala ‘permintaan’ (perintah-perintah!) mereka. Seakan-akan sebagai ganti ketaatan, kesetiaan dan perbuatan-perbuatan baik yang sudah mereka lakukan, Tuhan bisa dimanipulasi dengan seenaknya.

Mereka memandang Roh Kudus sebagai kuasa yang dapat diperalat setiap waktu oleh orang-orang percaya. Padahal apabila kita menyelidikinya dengan lebih cermat lagi, alkitab sebenarnya mengajarkan kebalikannya: Roh Kudus-lah yang memampukan umat-Nya, sehingga mereka bisa melaksanakan kehendak-kehendak Tuhan.

Sekalipun tidak semua, banyak dari televangelists (penginjil-penginjil melalui televisi) yang termasyhur di dunia bertanggung jawab atas kepesatan meluasnya pengertian yang tidak alkitabiah tersebut. Kebanyakan mereka adalah penginjil-penginjil yang berasal dari Amerika Serikat. Saya sering menyaksikan mereka di TV memaksakan pandangan mereka menggunakan pengertian iman yang dicomot ke luar secara sembarangan sekali dari dalam alkitab.

Biasanya motto iman mereka bisa diterjemahkan seperti ini: percaya kepada iman, atau: percaya, karena beriman pada iman! Sekalipun mereka berkata, bahwa mereka adalah hamba-hamba Kristus, jelas motto yang tidak alkitabiah itu menunjukkan, bahwa mereka mengandalkan iman yang percaya pada ‘keampuhan’ iman kristiani mereka sendiri. Dan bukan bersandar 100% pada kebesaran Tuhan dan kebenaran firman-Nya!

Salah satu contoh mengenai ayat-ayat yang paling dikenal orang-orang kristiani, yang sering secara sembarangan dicomot begitu saja dan dipakai di luar pengertian message yang sebenarnya, adalah ayat yang dicatat di dalam Injil Lukas: Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Lukas 6:38)

Sering kali saya mendengar ayat tersebut dipergunakan oleh hamba-hamba Tuhan pada saat-saat kolekte atau pengumpulan dana di gereja-gereja (atau melalui acara-acara TV kristiani), sebagai cara untuk memberi semangat atau menantang iman anggota jemaat (atau para pemirsa di rumah) agar mereka meningkatkan jumlah uang persembahan, bahkan ... perpuluhan mereka. Tidak jarang terdengar seolah-olah memantau ketamakan hati manusia, karena menjanjikan berkat berlipat-lipat ganda yang akan dikaruniakan oleh Tuhan sebagai ‘upah’ atas ‘ketaatan’ mereka terhadap firman-Nya!

Padahal ketika Tuhan Yesus mengajarkannya, Ia bukan membahas hal ‘memberi’, melainkan hal ‘menghakimi’ (Lukas 6:37-42). Perhatikanlah ayat 37 yang mengawalinya: “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.” Dari ayat 37 sampai 42, Ia sebenarnya memperbincangkan tingkah laku umat manusia yang selalu condong untuk membabi buta menghakimi orang-orang lain tanpa bisa melihat kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa mereka sendiri.

Ia memperingatkan, bahwa ukuran yang mereka pergunakan untuk menghakimi sesamanya akan diukurkan kembali kepada mereka, bahkan akan ditambahkan secara berlimpah-limpah.

Jadi pada waktu itu Yesus bukan berbicara mengenai ‘berkat’ (harta kekayaan) yang akan kita terima, jika kita memberikan persembahan atau sumbangan kepada hamba-hamba Tuhan serta pelayanan-pelayanan mereka, melainkan ‘pembalasan’ (besar) yang pasti akan terjadi di luar pengharapan kita, jika kita masih berani menghakimi sesama kita!

Saya yakin, semua orang kristiani yang sudah lahir baru pernah mendengar Lukas 6:38, dan juga ayat-ayat lainnya yang sering dicomot ke luar begitu saja dari makna konteks yang sebenarnya, dipergunakan oleh hamba-hamba Tuhan di gereja atau melalui acara-acara TV kristiani sebagai ayat penghimbau untuk mengumpulkan uang kolekte, atau sumbangan dana guna mendukung program-program mereka di bidang pembangunan, misi, Pekabaran Injil dan lain sebagainya.

Sekalipun tidak jarang ada ayat-ayat tertentu yang dipakai oleh Tuhan sebagai ‘firman’ (rhema) untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya kepada kita secara pribadi, makna firman tersebut pasti tidak akan bertentangan dengan dasar ajaran-ajaran-Nya yang lain. Tidak mungkin Yesus merestui sikap orang-orang yang ingin mendukung pekerjaan Tuhan, tetapi belum apa-apa sudah menuntut pahala-pahala mereka berdasarkan keserakahan dan egoisme, hanya oleh karena mereka ingin menjadi kaya, atau lebih gawat lagi: … mau memperkaya diri sendiri! Karena terbukti melalui ayat-ayat alkitab lainnya jelas dinyatakan, bahwa Ia menentang dan membenci ketamakan hati manusia.

‘Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15)

* Gunung Kawi dikenal di Jawa Timur sebagai sebuah gunung keramat, yang didiami oleh roh-roh yang ‘bermurah hati’. Biasanya orang-orang yang menginginkan kekayaan dan kesuksesan hidup pergi melawat ke sana dengan harapan bisa mendapatkan ‘berkat’ itu dari mereka.

(Bersambung)

HIDUP YANG ‘DIBERKATI’ (3)

MAKMUR ‘MELAYANI’

Friday, October 21, 2011

Hidup yang ‘Diberkati’ (1)


Oleh: John Adisubrata

BERKAT-BERKAT DUNIAWI

Berkat TUHAN-lah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22)

Suatu malam di hari Jum’at kurang-lebih dua/tiga tahun yang lalu, setelah membahas bersama isi firman Tuhan, sebagai penutup acara sel, pemimpin kami menantang beberapa pengunjung yang sudah sering datang, tetapi masih belum menjadi pengikut Kristus untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat mereka.

Seperti biasa, dengan dukungan doa, dan juga dukungan moril para anggota sel yang hadir lainnya, ia berusaha untuk meyakinkan ketiga orang tersebut.

Sebenarnya itu bukan kesempatan yang pertama. Pernah sekali beberapa minggu sebelumnya, saat ditantang, seorang di antaranya nyaris diselamatkan. Sayang sekali, oleh karena masih merasa gentar untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang lama, ia menolak tawaran tersebut. Padahal dengan jujur ia mengakui, bahwa saat itu ada ‘sesuatu’ yang terjadi di dalam dirinya, yang menyebabkan isi hatinya bergejolak secara mengherankan. Tentu saja karena pernah mengalaminya sendiri, kami menyadari, bahwa itu adalah pekerjaan Roh Kudus!

Berbeda dengan kegagalan-kegagalan seperti itu, yang biasanya selalu disebabkan oleh karena persepsi masyarakat yang keliru, yaitu bahwa orang-orang kristiani hidupnya terkekang dan tidak bebas, malam itu gara-gara sebuah pertanyaan yang diajukan oleh pemimpin sel kami, saat ditantang salah seorang di antara mereka merasa tersinggung sekali dan menjadi marah.

Di antara beberapa pernyataan mengenai Kristus dan apa yang telah dilakukan oleh-Nya untuk umat yang mau percaya kepada-Nya, ia menambahkan sebuah pertanyaan: “Apakah kalian tidak ingin menjadi orang-orang yang hidupnya diberkati?”

Kami yakin pertanyaan itu cukup beralasan dan diajukan tanpa maksud untuk menyinggung perasaan siapa pun juga. Tetapi oleh karena kata ‘berkat’ mempunyai arti yang berbeda-beda bagi telinga setiap orang yang mendengarnya, baik orang-orang Kristen maupun bukan, langsung saja wanita yang sudah sering hadir di sana bersama suaminya oleh karena undangan sahabat-sahabat mereka yang adalah anggota-anggota sel kami, menjawab dengan nada kurang senang sekali: “Siapa bilang aku tidak diberkati? Hidupku sangat diberkati!”

Kata berkat memang mempunyai makna yang sangat luas, terutama jika diartikan di dalam bahasa Inggris sesuai penggunaannya, seperti: bless, blessed atau blessing. Di antara berberapa arti-arti yang lain, Dictionary.com menjelaskan kata ‘blessing’ seperti ini: “A favor or gift bestowed by God, thereby bringing happiness.” Terjemahan bebasnya adalah: Kemurahan atau hadiah yang dilimpahkan oleh Tuhan, yang membawa kebahagiaan.”

Berkat mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kasih Tuhan, kasih karunia-Nya, serta kemurahan hati-Nya. Karena sebenarnya berkat selalu berasal dari sorga! Menurut firman Tuhan, hikmat-lah yang mengawalinya! Tanpa hikmat, pengetahuan akan keberadaan Tuhan serta firman-Nya tidak ada pada kita. Tanpa pengetahuan itu, kita tidak akan merasa takut terhadap kebesaran dan kuasa-Nya. Tanpa rasa takut itu, kita akan merasa enggan untuk mempelajari firman-Nya. Akibatnya, kita tidak tahu tujuan hidup kita di dunia, sehingga kita tidak mampu untuk melihat dan menikmati ‘berkat-berkat’ yang membawa kebahagiaan, yang dicurahkan oleh-Nya kepada kita.

Raja Salomo membahas hal tersebut dengan jelas sekali melalui berpuluh-puluh ayat di dalam kitab Amsal dengan memulainya menggunakan ayat yang amat penting ini: Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.” (Amsal 1:7)

Sedangkan menurut pandangan umum (masyarakat pada umumnya), berkat selalu dikaitkan dengan harta kekayaan manusia. Semakin berada keadaan seseorang, semakin besar berkat yang dipunyainya. Tentu saja kekayaan juga termasuk di dalam anugerah-anugerah berkat yang Tuhan berikan kepada umat kristiani, tetapi itu hanya sebagian kecil saja di antara banyak sekali berkat-berkat lainnya.

Suami wanita itu, seorang yang amat berbakat di bidang seni musik, adalah penyebab utama mengapa ia ikut hadir di sana hampir setiap hari Jum’at malam. Ia ingin membantu selgrup kami dengan bermain instrumen mengiringi kami saat puji dan sembah. Sekalipun mereka adalah (mantan) orang-orang beragama Budha yang kami simpulkan sekarang sudah menjadi simpatisan-simpatisan kelogisan pandangan hidup ‘agama’ populer masakini, The New Age Movement, tampak sekali bahwa mereka mempunyai pandangan yang amat luas mengenai kepercayaan-kepercayaan lainnya di dunia, termasuk ajaran-ajaran Kristus.

Jelas sekali malam itu, sebagai seorang intelektuil yang tidak kekurangan apa-apa, yang hidup sehat dan berkeluarga harmonis, arti kata berkat langsung diasosiasikan olehnya dengan kondisi kehidupannya sendiri. Ia adalah seorang wanita yang sangat mengandalkan kecerdikan otak dan pendidikannya yang tinggi, … yang merasa bangga sekali akan hal itu. Dugaan saya, ia menjadi tersinggung, oleh karena merasa hidupnya jauh lebih ‘beruntung’ dibandingkan dengan kehidupan pemimpin sel kami yang tidak lama sebelumnya mengalami beberapa musibah secara berturut-turut, baik di bidang bisnis maupun kesehatan anggota keluarganya.

Saya kurang ingat akan detil kelanjutan diskusi yang terjadi, di mana mau tak mau kami semua akhirnya juga ikut terlibat di dalamnya. Tetapi yang pasti, suasana malam tersebut menjadi sangat tidak enak. Sampai pertemuan itu berakhir ia tetap berpendapat, bahwa ia tidak perlu menjadi pengikut Kristus untuk ‘mengejar’ berkat, sebab ia sudah lama mempunyainya! Tentu saja oleh karena arti kata itu dipandang dari dua sudut yang berbeda sekali.

Tetapi saya bisa memahami pendapatnya, karena memang tidak jarang orang-orang kristiani sendiri pun menyalah-gunakan makna kata tersebut! Gerakan Prosperity Gospel (Injil Kemakmuran) di tahun 70-an adalah penyebab utama tersebarnya pengertian (baru) yang keliru, yang amat menjurus pada pandangan-pandangan duniawi masyarakat umum.

Mereka memberitakan, bahwa orang-orang Kristen mempunyai kepastian untuk selalu hidup diberkati, ... hidup tanpa masalah, penuh kedamaian, bebas penyakit, dan terutama, … kaya-raya! Semua itu adalah hak orang-orang percaya! Sehingga menurut mereka, jika ada orang-orang kristiani lainnya yang hidupnya tidak memancarkan kesuksesan-kesuksesan seperti itu, kebenaran iman mereka patut diragukan. Apalagi jika kesehatan tubuh mereka sedang terganggu! Yang terserang penyakit fatal biasanya dituduh … masih hidup di dalam dosa. Siapakah yang tidak pernah bertemu atau bersekutu dengan orang-orang ‘super kristiani’ semacam itu?

Patokan-patokan pandangan mereka selalu berdasarkan contoh-contoh kemakmuran hidup tokoh-tokoh alkitab pilihan Tuhan yang dilukiskan di dalam Perjanjian Lama, seperti Abraham, Ishak, Yakub dan Yusuf, begitu juga generasi-generasi mereka yang berikutnya. Kitab Kejadian menyatakan: “Adapun Abram sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya.” (Kejadian 13:2)

Tak terlupakan, Ayub, tokoh yang dikenal sebagai “… orang yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.” (Ayub 1:3c) Bahkan kekayaan raja Salomo di zaman dahulu, yang jelas bukan kekayaan biasa-biasa saja, dijadikan standar oleh mereka untuk kita, … umat (pilihan) Tuhan masakini! Kitab 1 Raja-Raja melukiskan kemakmuran hidupnya seperti ini: “Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat.” (1 Raja-Raja 10:23)

Tetapi tokoh-tokoh lainnya yang tidak memenuhi syarat-syarat itu jarang sekali disebut oleh mereka. Apalagi yang hidupnya selalu diliputi oleh penderitaan, seperti yang dialami oleh Yeremia, Hosea, Stefanus (Kisah Para Rasul 6-7) dan lain sebagainya.

Tidaklah mengherankan jika sebagai akibatnya, terpengaruh oleh ajaran-ajaran seperti itu banyak orang pergi ke gereja bukan untuk beribadah, agar bisa bersama umat kristiani lainnya mengasihi, memuji dan menyembah Tuhan dengan sepenuh hati, tetapi karena terdorong oleh motivasi-motivasi egois, yaitu untuk mengejar kesuksesan hidup dan harta kekayaan yang semuanya bersifat sementara serta duniawi sekali!

“Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal.” (Kejadian 24:1)

(Bersambung)

HIDUP YANG ‘DIBERKATI’ (2)

INJIL KEMAKMURAN

Sunday, December 19, 2010

Kristus - Pusat Perayaan Natal


Oleh: John Adisubrata

“Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. ...” (Matius 2:11a)

Di akhir zaman ini makna Natal sangat membingungkan mereka yang ikut merayakannya, baik orang-orang Kristen maupun tidak. Kebiasaan-kebiasaan yang dihalalkan masyarakat oleh karena tradisi turun-temurun, baik di dalam maupun di luar gereja, sudah menyelewengkan pengertian makna yang sebenarnya. Sebagai orang-orang beriman tentu kita sependapat, bahwa masa perayaan Natal adalah masa yang diadakan untuk memperingati kelahiran Kristus di kota Bethlehem 2000 tahun yang lalu. Kendatipun tanggal yang ditentukan bukan tanggal kelahiran Yesus yang sesungguhnya, kebanyakan orang kristiani mengakui, bahwa itu hanya merupakan sebuah simbol saja yang mewakili hari tersebut.

Natal adalah saat terpenting yang mengawali penggenapan seluruh rancangan Allah untuk menyelamatkan hidup umat manusia. Tanpa kehadiran Kristus di dunia, rencana tersebut tidak akan pernah terlaksana!

Karena itu, Yesus-lah yang harus menjadi fokus utama mengapa kita merayakannya. Bukan tokoh fiksi Santa Claus, untuk menggembirakan hati anak-anak kecil. Bukan sekedar saling memberi kado, untuk mengesankan hati sesama atau sanak saudara. Bukan sekali setahun merasa wajib (atau terpaksa) untuk pergi beribadah ke gereja. Bukan juga mengadakan pesta makan malam sekeluarga, untuk mengkompensasi waktu-waktu yang hilang gara-gara kesibukan masing-masing sepanjang tahun. Bukan mementingkan pergi bertamasya saat liburan (Natal dan Tahun Baru), untuk memanjakan diri sendiri setelah bekerja keras di tahun itu.

Perhatikanlah kisah hidup Tuhan Yesus Kristus yang penuh dengan makna menakjubkan, yang dicatat di dalam firman Tuhan, mulai dari hari di mana kita setiap tahun memperingati dan merayakannya untuk mengucapkan rasa syukur dan terimakasih atas kesediaan-Nya untuk meninggalkan segala kemuliaan sorgawi, hanya untuk menyelamatkan hidup kita saja!

Ia dilahirkan dalam lingkungan yang paling sederhana, namun langit cerah di malam itu dikumandangi oleh lagu-lagu pujian para malaikat sorgawi. (Lukas 2:14) Tempatnya hanya kandang ternak biasa saja, namun sebuah bintang yang bersinar cemerlang di atasnya membawa tiga bangsawan kaya dari negara-negara Timur untuk datang menyembah Dia. (Matius 2:11)

Proses kelahiran-Nya bertentangan dengan hukum alam (Yohanes 1:1-18), begitu pula cara kematian-Nya (Lukas 23:33-49). Namun di samping kebangkitan-Nya (Matius 28:1-10), tidak pernah ada keajaiban-keajaiban lain yang lebih dahsyat dari pada kedua peristiwa itu. Ajaran-ajaran yang Ia berikan pada masa pelayanan-Nya yang singkat di dunia juga dipenuhi oleh mujizat-mujizat yang menakjubkan. Tidak pernah Ia mengusahakan ladang atau industri perikanan, namun Ia mampu menjamu dan mengenyangkan perut lebih dari 5000 orang dengan roti dan ikan yang berkelimpahan. (Markus 6:30-44)

Permadani-permadani tebal yang empuk dan mewah tidak pernah menjadi alas di mana Ia berdiri, namun permukaan air danau yang lembut disertai ombak-ombak sebesar gunung pernah mengalasi jejak-jejak kedua kaki-Nya. (Yohanes 6:19)

Cara penyaliban-Nya dicatat sejarah sebagai hukuman mati yang terkejam sepanjang masa (Yohanes 19), karena bagi Tuhan tidak ada hukuman lain, sebagai korban yang sepadan, yang bisa menebus dosa-dosa umat manusia. Pada saat kematian-Nya hanya sekelompok kecil saja orang-orang yang berdukacita, namun langit kelam yang dipenuhi oleh gulungan-gulungan awan hitam mencurahkan hujan lebat ke atas bumi, ... melukiskan kepedihan hati-Nya. (Lukas 23:44-45)

Orang-orang yang menyalibkan Dia tidak gemetar (Markus 15:16-20a), namun bumi di mana mereka berdiri digoncangkan oleh gempa dahsyat yang menyebabkan tabir Bait Suci terbelah menjadi dua. (Matius 27:51)

Dosa tidak pernah menjamah diri-Nya (Lukas 4:1-13), sehingga tanah yang menjadi merah oleh karena curahan darah-Nya tidak bisa menuntut tubuh-Nya. (Markus 16:6)

Lebih dari tiga tahun lamanya Ia mengabarkan Injil di antara bangsa-Nya. Tidak pernah Ia menulis buku. Tidak pernah Ia mendirikan sebuah organisasi. Tidak pernah Ia membangun markas-markas besar untuk para pengikut-Nya. Namun ... 2000 tahun kemudian, selain tahun kelahiran-Nya dipergunakan sebagai poros untuk mengukur waktu, nama-Nya tetap dicatat sebagai tokoh terpenting di dalam sejarah kehidupan manusia. Bahkan dengan berlalunya waktu jumlah para pengikut-Nya juga terus meningkat berlipat-lipat ganda, tersebar di seluruh penjuru bumi.

Ajaran-ajaran dan kisah hidup-Nya merupakan tema menarik yang tak henti-hentinya dijadikan bahan percakapan, artikel, renungan dan khotbah orang-orang/hamba-hamba Tuhan. Sampai saat ini Ia dikenal oleh masyarakat dunia sebagai satu-satunya Penebus dosa umat manusia yang turun dari sorga. (Yohanes 14:6, Kolose 1:14) Tidak ada pelopor/pendiri agama-agama lainnya yang berani memberikan pernyataan seperti itu.

Biarlah kita selalu mengingat, bahwa Kristus-lah pusat perayaan Natal tahun ini, dan bukan kegiatan-kegiatan lain yang tampak menarik, yang dengan mudah bisa memindahkan fokus dari tujuan kita yang sebenarnya itu, yaitu untuk menggabungkan diri dengan ketiga orang Majus tersebut, ... pergi mencari-Nya, “... lalu sujud menyembah Dia.” (Matius 2:11)! Haleluya!

Terpujilah nama Tuhan sampai selama-lamanya! Amin.

John Adisubrata
Desember 2010

Thursday, April 8, 2010

Menatap 'Alam Seberang'


Oleh: John Adisubrata

“Samuel tidur sampai pagi; kemudian dibukanya pintu rumah TUHAN. Samuel segan memberitahukan penglihatan itu kepada Eli.” (1 Samuel 3:15)

Penglihatan adalah sebuah karunia adikodrati yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Tidak semua orang (kristiani) menerima anugerah luar biasa tersebut, anugerah yang menyebabkan mereka mampu menatap ‘alam seberang’. Alkitab mencatat banyak sekali tokoh-tokoh pilihan Tuhan yang dikaruniai keistimewaan itu, dari Abraham di awal Perjanjian Lama, sampai Yohanes di akhir Perjanjian Baru. Hingga sekarang masih ada banyak orang yang juga memberi kesaksian, bahwa mereka sering, atau paling sedikit pernah mengalami fenomena itu, … biasanya pada saat-saat pertobatan mereka.

Konon kabarnya, anak-anak yang masih kecil sekali mempunyai ‘daya penglihatan’ itu. ‘Kecil’, dalam arti masih bayi sampai kurang lebih umur di mana mereka mulai bisa mengekspresikan perasaan tanpa menggunakan kata-kata. Film The Sixth Sense pernah membahas tema itu dengan menarik sekali, tetapi dengan satu perbedaan, … anak kecil yang memiliki kemampuan supranatural tersebut bukan bayi lagi! Dikisahkan di sana, bahwa ia mampu melihat alam roh di tengah-tengah kesibukannya sehari-hari, bahkan bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang sudah mati. Jelas sekali jalan ceriteranya sangat berlawanan dengan isi firman Tuhan, karena semua itu disajikan murni berdasarkan dongeng-dongeng nenek moyang. Kalau bocah Samuel penglihatan sorgawi pada saat ia dipanggil oleh Tuhan (1 Samuel 3), anak kecil di dalam film tersebut justru mengalami kebalikannya. mendapat

Dahulu saya selalu merasa skeptis sekali, jika mendengar kisah-kisah semacam itu disebarkan dari mulut ke mulut. Seperti kisah yang terjadi pada anak-anak kecil yang diperkirakan sudah melihat ‘sesuatu’ di rumah duka yang tidak terlihat oleh orang-orang dewasa di sekitarnya, ketika diajak pergi melawat sanak keluarga yang sedang berdukacita semalam sebelum upacara penguburan jenazah. Andaikata saja mereka mempunyai kemampuan untuk menceriterakannya!

Tetapi rasa tidak percaya tersebut menjadi berubah, ketika kami sekeluarga mengalaminya sendiri kira-kira 17 tahun yang lalu. Peristiwa itu terjadi pada waktu kami sekeluarga bermaksud untuk pindah rumah. Dengan seorang agen real estate, kami bertemu di depan sebuah rumah yang sedang dipasarkan olehnya. Membawa putra kami yang masih kecil masuk ke rumah itu, kami dikejutkan oleh reaksinya yang tidak wajar. Tepat pada saat kami melangkah melewati pintu masuknya, anak yang biasanya tidak pernah rewel itu berteriak keras, … menangis tak henti-hentinya sampai warna kulit mukanya menjadi merah sekali. Apapun yang kami lakukan untuk menenangkan dirinya tidak bisa menghentikan jeritan dan tangisannya yang menggebu-gebu. Seolah-olah ada ‘sesuatu’ yang sangat asing di dalam rumah itu, yang membuat ia merasa takut sekali. Baru setelah kami pergi dari sana, ia mau berhenti. Sekarang setelah saya lahir baru dan mengetahui kenyataan alam roh yang sebenarnya, saya bisa mengerti dan memahami peristiwa itu. Tentu di luar pengetahuan kami, ia telah melihat ‘alam seberang’, dan menyaksikan roh-roh jahat yang tak terpandang oleh ‘mata’ orang-orang dewasa, menduduki dan menguasai rumah tersebut.

Selain bayi dan anak-anak kecil, orang-orang yang hampir mati juga diperkirakan mempunyai kemampuan untuk melihat alam seberang. Ev Sadhu Sundar Singh, seorang hamba Tuhan dari India, pernah menulis sebuah buku mengenai penglihatannya di alam roh ketika ia sedang berdoa. Di sana ia dikunjungi oleh empat orang kudus yang menjelaskan proses-proses kematian kepadanya. Mereka berkata, bahwa semua orang yang belum menerima Kristus sebagai Juruselamat, akan dijemput dari ranjang kematian oleh roh-roh jahat yang menakutkan. Sedangkan orang-orang beriman akan dijemput oleh para malaikat, orang-orang kudus, atau anggota-anggota keluarga serta sahabat-sahabat mereka yang sudah mati. Bahkan menurut kesaksian Ev Sadhu Sundar Singh, bagi orang-orang yang sudah berhasil mencapai suatu tingkat kedewasaan rohani tertentu, Tuhan Yesus sendiri yang akan datang menjemput untuk menuntun roh mereka masuk ke sorga! Mazmur 116:15 meneguhkan hal itu: Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.” sebagai

Ketika saya membaca kesaksian itu untuk pertama kalinya, saya harus mengakui, bahwa saya tidak menyetujui sebagian besar dari isi buku tersebut. Tetapi … pendirian yang keras itu pun melunak sedikit, ketika saya menyaksikan sendiri pengalaman seorang saudara seiman di hari-hari terakhir masa kehidupannya. Suatu malam ketika saya datang menjenguknya, dalam keadaan sekarat ia berkata, bahwa ia bisa melihat ‘orang-orang’ berdiri tidak jauh di sisi kiri dan kanan tempat tidurnya. Padahal di dalam kamar rumah sakit ICU sekecil itu, tidak ada orang-orang lain selain kami berempat, yaitu dia, bekas isterinya dengan suami yang baru, dan saya sendiri! Pernyataan itulah yang membuat saya mempertimbangkan lagi kisah penglihatan Ev Sadhu Sundar Singh, kendatipun sampai saat ini … terus terang saja, tetap tidak semuanya sesuai dengan pandangan saya.

Saya teringat akan ayat-ayat yang mendukung sebagian dari kesaksiannya, yaitu tentang penglihatan Stefanus sesaat sebelum ia mati dirajam: Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kisah Para Rasul 7:55) Sebelum menghembuskan nafas yang terakhir Stefanus berkata: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” (Kisah Para Rasul 7:59b)

Tetapi … selain anak-anak kecil dan orang-orang yang hampir mati, kucing-pun dikabarkan mempunyai kemampuan supranatural seperti itu. Film termasyhur Ghost, pernah menunjukkan adegan di mana kucing milik Molly Jensen (Demi Moore) bisa melihat ‘roh’ Sam Wheat (Patrick Swayzee) yang baru mati terbunuh berkeliaran di dalam rumah mereka. Apakah kesimpulan seperti itu diambil berdasarkan ajaran-ajaran tradisi turun-temurun, … saya kurang yakin. Tetapi memang sedari dahulu di negara-negara di mana penduduknya masih menyembah berhala, keberadaan kucing selalu dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan black magic!

Seperti biasa, … pada awalnya saya juga tidak mempercayai hal itu. Tetapi sebuah artikel karya Dr David Dosa mengenai seekor kucing bernama Oscar, yang ditampilkan di New England Journal of Medicine edisi tanggal 26 Juli 2007, berhasil mengubah pandangan saya tersebut. Dokter yang biasanya hanya menulis artikel-artikel yang bersifat ilmiah, kali ini diluar dugaan para pembacanya, menulis tentang ‘kemampuan’ luar biasa seekor kucing berumur dua tahun, yang tidak bisa dikaji dengan ilmu pengetahuan. Oscar adalah salah satu dari enam ekor kucing yang dipelihara di sebuah rumah orang-orang jompo di kota Providence, Amerika Serikat. Berbeda dengan kucing-kucing lainnya yang biasanya selalu ramah dan mau bergaul dengan semua orang, Oscar lebih suka menyendiri dan hanya mau mendekati orang-orang yang sudah hampir mati saja. Entah ‘apa’ atau ‘siapa’ yang menyebabkannya, tetapi ia selalu tahu waktunya, dan mau datang untuk menemani pada jam-jam terakhir kehidupan mereka. Menurut Dr David Dosa, Oscar selalu berhasil dengan tepat sekali di dalam meramal kematian setiap pasien yang menetap di sana. Sampai saat artikel itu ditulis, lebih dari 25 kasus kematian sudah diprediksi olehnya dengan sangat akurat.

Apabila Oscar naik ke atas ranjang seorang pasien, lalu membaringkan diri dan tidur di sisinya, para pekerja rumah orang-orang jompo tersebut tahu, bahwa itulah waktunya bagi mereka untuk segera menghubungi sanak saudaranya, karena dalam waktu dua sampai empat jam kemudian ia pasti akan meninggal dunia. Setiap hari secara rutin Oscar berjalan mengelilingi seluruh kompleks perumahan itu untuk mencari orang-orang tua yang akan mati, yang perlu ditemani olehnya. Proses kematian biasanya berlangsung berhari-hari lamanya, tetapi bagi Oscar yang terpenting hanya dua sampai empat jam terakhir saja. Bagaimana ia bisa mengetahuinya dengan begitu tepat, tidak ada seorang pun yang mampu untuk menelaah sebab-sebabnya.

Dr Joan Teno dari Brown University, seorang ahli perawat pasien-pasien yang sedang sakit keras, menganalisa tingkah laku Oscar selama mempersiapkan seorang pasien yang ia tahu tidak lama lagi akan meninggal dunia. Melihat sikap Oscar yang acuh sekali dengan pasiennya, ia merasa yakin, bahwa kali ini berita mengenai keahlian Oscar tersebut akan dibuktikan keliru olehnya! Pada waktu itu Oscar sudah memprediksi kematian 12 orang dengan tepat sekali. Jadi itu merupakan kasus yang ke-13 untuknya. Tetapi ternyata dugaan Dr Joan Teno-lah yang keliru, sebab orang tua itu akhirnya baru meninggal hari berikutnya. Seperti biasa, Oscar ditemukan melingkar di sisinya, tidur menemani orang tua itu selama empat jam sebelum saat kematiannya.

Berbagai teori dikemukakan oleh para ahli penyakit di sana, bahwa ada kemungkinan, seperti umumnya anjing-anjing yang sudah terlatih untuk mencium bau sel-sel kanker di dalam tubuh orang-orang sakit, Oscar juga bisa ‘mencium’ bau kematian, karena ada odor-odor tertentu yang diperkirakan terpancar keluar dari dalam tubuh orang-orang yang mau mati. Kemungkinan memang ada, tetapi saya yakin bukan itu penyebabnya, karena jelas sekali, di dalam hal ini kemampuan penciuman anjing jauh lebih superior dari pada kucing.

Tanpa bisa membuktikannya secara ilmiah, saya yakin, Oscar mempunyai kemampuan untuk menatap ‘alam seberang’, di mana ia menyaksikan di dalam rumah orang-orang jompo itu, bagaimana roh-roh, baik malaikat maupun setan, datang menjemput, menunggu saat kematian orang-orang tua tersebut, untuk ‘merengut’ nyawa mereka, seperti yang sudah diuraikan oleh Ev Sadhu Sundar Singh di dalam bukunya. Oscar hanya ingin menemani untuk menenangkan hati mereka saja pada saat-saat yang kritis itu.

Karena pernah mengalaminya sendiri pada waktu lahir baru, saya yakin, Oscar bisa menatap kenyataan alam roh yang tidak tampak bagi mata orang-orang biasa, tetapi bagi setiap kucing seperti dia, anak-anak yang masih kecil sekali, atau orang-orang yang sudah hampir mati, tampak dengan jelas sekali. Tak terkecualikan, … juga orang-orang beriman yang memang sudah dianugerahi oleh Tuhan karunia penglihatan yang luar biasa tersebut untuk melayani umat dan kerajaan-Nya di dunia. Haleluya!

Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Amin!

John Adisubrata
April 2010

Friday, March 19, 2010

Mendengar Suara Tuhan (6)


Oleh: John Adisubrata

SUARA ROH KUDUS

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, …” (Yohanes 10:27)

Saya teringat akan nasihat yang saya berikan kepada Sharon, gadis remaja yang meminta pendapat kami mengenai masalah yang sedang ia hadapi, di mana pendeta muda di gerejanya berkata, bahwa Roh Kudus sudah ‘bersabda’ (memberi ilham) di dalam hatinya, bahwa Sharon adalah jodohnya yang sudah ditentukan oleh Tuhan. (Baca: Mendengar Suara Tuhan Bab 1)

Berdasarkan pandangan yang baru saya uraikan di atas, saya berkata kepadanya: “Roh Kudus adalah Roh Allah yang berhati lembut dan bersikap sopan. Jika Ia benar-benar mempunyai rencana indah bagi kehidupan kalian berdua, tidak mungkin Ia hanya mengilhami hati pemuda itu saja, tanpa memberitahukannya kepadamu.”

Percakapan kami saya akhiri dengan sebuah nasihat: “Apabila seseorang bernubuat kepada kita di mana dirinya sendiri ikut tersangkut di dalamnya, serta akan memperoleh keuntungan darinya, lalu dengan berani mengatakan, bahwa Roh Kudus-lah yang menyuruh dia melakukannya, … kebenaran nubuatan itu justru harus segera diuji!”

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, mempunyai kemampuan untuk bisa mendengar suara Tuhan memang bukan suatu hal yang mudah. Diperlukan kemauan, ketaatan dan kerajinan untuk mempelajari firman-Nya, agar kita bisa menjadi lebih sensitif akan suara-Nya. Saya selalu berhati-hati untuk tidak membabi-buta di dalam mengkategorikan setiap suara yang ada di dalam hati atau pikiran saya sebagai suara Roh Kudus, sekalipun sering dianjurkan agar kita dengan iman menerimanya begitu saja, kalau perlu … mengucapkannya!

Ps Joyce Meyer, pelopor acara TV kristiani: Enjoying Everyday Life, pernah berkata: “Ada suatu garis yang sangat tipis, yang memisahkan suara Roh Kudus dari suara hati kita sendiri. Sering kali kita cenderung hanya bertindak menuruti suara-suara yang menyenangkan hati kita saja, … menyangka bahwa itulah yang dikehendaki oleh-Nya. Tapi kemudian, jika tindakan kita itu ternyata gagal, kita mengeluh apabila Tuhan tidak datang menolong! Padahal dari awalnya Ia tidak pernah ikut campur dengan keputusan yang kita ambil tersebut.” Jadi di manakah letak perbedaan suara Roh Kudus dengan suara kita sendiri, atau … suara-suara ‘musuh’ kita?

Saya pernah mendengar khotbah Ev Franky Sihombing melalui beberapa kaset, yang direkam ketika ia datang untuk memimpin KKR di kota kami hampir 15 tahun yang lalu. Ia berkata, bahwa jika kita mempunyai hubungan yang intim dengan Tuhan, kita bisa segera mengenali nada suara-Nya di antara suara-suara lain yang sering kali memenuhi pikiran dan hati kita. Ia memberi beberapa contoh sebagai ilustrasi untuk menjelaskannya.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah analogi hubungan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Di tempat umum (rumah sakit bersalin), di tengah-tengah kesimpang-siuran suara ibu-ibu dan tangisan bayi-bayi lainnya, ibu itu bisa mengenali nada suara tangisan bayinya sendiri. Begitu juga kebalikannya. Semua itu menjadi mungkin hanya oleh karena mereka mempunyai ikatan ‘batin’ yang begitu dekat!

Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan keintiman hubungan yang kita perlukan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk mendengar suara Tuhan. Karena memang, persekutuan melalui doa dan kerajinan mempelajari alkitab, dengan berlalunya waktu akan membuat ‘telinga’ hati kita menjadi semakin peka akan suara Roh Kudus. Yesus menggunakan perumpamaan tentang keintiman hubungan seorang gembala dengan domba-dombanya untuk menjelaskan hal itu: Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.” (Yohanes 10:4)

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, saya bisa dengan yakin mengatakan, bahwa Tuhan sudah berusaha memprakarsai hubungan yang intim dengan umat-Nya jauh sebelum kita mengenal Dia. Begitu besar kasih-Nya kepada kita, sehingga Ia mau sabar menunggu saat-Nya untuk ‘bertindak’. Karena sedari dulu saya sudah tahu, ketika saya masih kanak-kanak, bahwa … suatu hal telah terjadi di dalam diri saya, jauh sebelum kami sekeluarga menjadi orang-orang yang beragama Kristen. Entah apa atau siapa yang berhasil mempengaruhi diri saya, tetapi sebagai seorang anak yang masih kecil, saya sudah merasa yakin sekali, bahwa ada suatu ‘alam’ PRIBADI yang jauh lebih tinggi, yang tidak kelihatan secara kasat mata, berkuasa atas kita! lain di balik kebesaran mayapada yang tampak nyata ini, di mana

Selain itu entah mengapa, sedari kecil saya selalu merasa gentar untuk mengerjakan sesuatu yang saya ketahui adalah perbuatan-perbuatan yang jahat. Seolah-olah setiap kali saya tergoda untuk melakukannya, ada ‘suara’ yang memperingati hati nurani saya! Sekarang saya tahu, bahwa hanya oleh karena kasih karunia-Nya yang tak terbatas saja, sedari dahulu Roh Kudus sudah berusaha menghubungi saya. Bahkan sekalipun selama itu selalu saya acuhkan, Ia tetap bersedia untuk memperingati, melindungi, bahkan menuntun hidup saya! Jadi ketika saya masih kecil, Ia sudah mengaruniakan sebutir bibit iman di dalam hati, pada saat saya masih belum bisa memahami maknanya. (Mazmur 22:11) Karena memang, sesuai isi firman Tuhan, … iman adalah dasar dari segala sesuatu! (Ibrani 11:1)

Nabi Yeremia menjelaskan proses tersebut seperti ini: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5) Rasul Paulus mendukung pernyataan itu di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Efesus 1:4)

Penuh keharuan saya membaca kedua ayat tersebut untuk pertama kalinya tidak lama setelah kelahiran baru saya, di mana suara Roh Kudus dengan jelas sekali bersabda di dalam hati saya, bahwa seperti semua orang kristiani lainnya, saya juga sudah dipilih dan dikuduskan oleh Tuhan jauh sebelum saya dilahirkan, … bahkan sebelum dunia dijadikan. Sungguh suatu kehormatan yang luar biasa! Haleluya!

Saya teringat akan hari-hari terakhir sebelum hidup saya diubahkan oleh Tuhan. Selama itu hati nurani saya terus bergejolak, dipenuhi oleh suara-suara yang memperdebatkan sikap saya yang tegas menolak ajakan istri untuk pergi menghadiri malam konser musik kristiani dari Indonesia yang diadakan di kota kami. (Baca: Semuanya adalah Kasih Karunia – Bab 3) Karena pergumulan seperti itu sudah sering saya alami sebelumnya, seperti biasa saya menduga, bahwa suara-suara tersebut pasti berasal dari dalam hati atau pikiran saya sendiri. Tak pernah terbayangkan, bahwa setelah Tuhan membuka mata hati saya, ternyata di antaranya ada ‘suara-suara’ yang sebenarnya bukan suara hati saya sendiri.

Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Efesus: “…, karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Efesus 6:12) Sekarang saya mengerti, bahwa selain suara Roh Kudus, … dari alam itupun, yang sekarang saya ketahui adalah alam roh, sebenarnya asal suara-suara yang bukan suara hati kita sendiri, yang selalu berusaha untuk mencobai, mempengaruhi, bahkan menggugurkan iman kita!

Tugas kita hanyalah untuk belajar mengenali dan membedakannya, mana yang berasal dari Roh Kudus, dari kehendak diri kita sendiri, dan yang paling penting, yang berasal dari Iblis! Karena jika kita tidak bersandar sepenuhnya kepada isi firman Tuhan, dengan mudah ia juga bisa mengelabui mata hati kita melalui penglihatan, mimpi atau ilham di dalam hati! (2 Korintus 11:14) Ingatlah akan pengalaman Yesus, ketika Ia dicobai di padang gurun olehnya. Jawaban yang Ia berikan kepadanya selalu diawali dengan kata-kata: “Ada tertulis, …” (Lukas 4:1-13)

Teladan itulah yang harus selalu kita lakukan, agar sebagai orang-orang percaya yang mengasihi-Nya dengan sepenuh hati, kita tidak perlu merasa kuatir lagi. Karena Roh yang ada di dalam kita, jauh lebih besar dari pada roh-roh yang ada di dalam dunia ini! (1 Yohanes 4:4b) Alkitab mengatakan: “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.” (2 Korintus 1:21-22)

Saya menyadari, bahwa setiap orang mempunyai pengalaman-pengalaman sendiri bersama Roh Kudus. Tetapi kendatipun ada yang serupa, tidak seharusnya kita menuntut, bahwa yang dialami orang-orang lain mesti persis seperti pengalaman kita, … hanya oleh karena kita enggan untuk mempercayai kebenarannya. Memang tidak ada rumus-rumus tertentu yang diperlukan, agar kita bisa mengalami anugerah tersebut. Karena sebenarnya Roh Kudus selalu bersabda kepada kita melalui berbagai cara, … saat teduh, saat berdoa, saat membaca alkitab, saat mendengarkan firman, saat puji dan sembah, saat bercakap-cakap dengan orang-orang lainsekalipun bukan orang kristiani), saat menikmati keindahan alam semesta, dan lain sebagainya.

Nabi Yesaya menulis: “… Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yesaya 50:4c) Apabila kita mengadakan waktu untuk mendengarkan suara-Nya, Ia pasti akan berfirman kepada kita. Kepekaan hati kita saja yang diperlukan!

Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Haleluya!

John Adisubrata
Maret 2010

Friday, March 5, 2010

Mendengar Suara Tuhan (5)


Oleh: John Adisubrata

SUARA SIAPA?

‘Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: “Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!” (Mikha 3:11)

Seperti saya, tentu anda pernah mendengar melalui acara-acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang diadakan di kota anda, ‘humor’ yang sering kali dilontarkan dari atas altar gereja kepada jemaat oleh para hamba Tuhan sebelum kantong-kantong kolekte diedarkan: “Apabila anda mendengar dua suara di hati anda yang menganjurkan dua jumlah uang yang akan anda persembahkan saat ini, yang lebih tinggi … pasti berasal dari Tuhan, sedangkan yang sedikit jumlahnya … berasal dari Iblis. Oleh karena itu berikanlah yang Tuhan kehendaki!”

Seandainya saja ternyata anda belum pernah mengalaminya, … seperti saya ketika mendengarnya untuk pertama kali, tentu anda juga tersenyum membacanya. Sungguh sebuah ‘humor’ yang oleh karena begitu relevannya, mudah sekali untuk dihayati setiap orang, … termasuk mereka yang menganjurkannya dari atas mimbar!

Siapakah yang tidak pernah mendengar ‘perdebatan’ suara-suara seperti itu berkecamuk di dalam hati atau pikiran mereka ketika sedang mempertimbangkan besar kecilnya jumlah uang yang akan mereka ‘berikan’ kepada (gereja) Tuhan? Saya pernah mengalaminya!

Tetapi, sekalipun seolah-olah disampaikan di sana hanya dalam bentuk bercanda saja, apakah pernyataan seperti itu patut diutarakan oleh mereka? Apakah benar Tuhan mementingkan jumlah uang yang kita berikan, lebih dari pada sikap kita … kala mempersembahkannya?

Saya teringat akan teguran Tuhan Yesus kepada beberapa orang Farisi yang mengejek dan menyamakan kuasa-Nya untuk menyembuhkan seorang yang bisu dengan kuasa si penghulu setan, Beelzebul: “ … Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.” (Matius 12:34b) Memang, setiap perkataan yang kita ucapkan akan selalu memperlihatkan apa yang sebenarnya ‘menguasai’ pikiran dan hati kita, atau … paling sedikit menunjukkan prioritas hidup kita.

Perhatikanlah, orang-orang yang menyukai uang atau harta benda duniawi (mereka), jika mereka memberi kesaksian tentang mendengar suara Roh Kudus. Kesaksian mereka selalu berkisar dengan tema-tema berkat, kekayaan, kemakmuran, sejumlah besar uang (jutaandollar, milyaran rupiah) dan lain sebagainya. Ketika berkhotbah di atas bukit, Yesus juga memperingati para pengikut-Nya tentang ketamakan hati manusia: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21) Maksud-Nya, … apa yang sudah mengagumkan hati kita, itulah yang menjadi pusat perhatian kita, bahkan akan selalu menjadi bahan percakapan kita!

Belum lama ini di salah satu program TV hamba Tuhan yang sangat termasyhur di dunia, saya menyaksikan nubuatan seorang tamu penginjil/nabi yang khusus ditugaskan olehnya untuk membantu mengumpulkan dana (uang) bagi biaya pengeluarannya. Ia berkata: “Baru saja aku mendengar Tuhan berkata kepadaku, bahwa dalam waktu 30 menit mendatang ini ada 3000 pemirsa yang digerakkan hatinya untuk menyumbangkan uang sebesar US$ 3000,-. Jika mereka taat, Tuhan akan memberkati 100 kali lipat jumlah uang yang mereka persembahkan. Oleh karena itu, jika anda yang saya maksudkan, di mana pun anda berada, jangan mengulur-ulur waktu lagi. Segera isi buku cheque anda dan kirimkan saat ini juga. Ingatlah, waktunya sangat mendesak! Jika 30 menit ini telah berlalu, kesempatan anda untuk menerima berkat dari Tuhan pun akan berakhir.”

Saya menyadari, bahwa setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda-beda di dalam menanggapi pernyataan-pernyataan seperti itu. Banyak orang, baik yang Kristen maupun bukan, yang selalu mencurigainya, karena dari awalnya mereka sudah menolak untuk mempercayainya. Tetapi di lain pihak saya juga mengenal orang-orang yang langsung menyetujuinya, kendatipun mereka sebenarnya tidak bersedia untuk dijadikan salah satu dari ke-3000 orang tersebut!

Selain saya sendiri selalu berusaha untuk menjadi lebih jeli di dalam menanggapi nubuatan-nubuatan seperti itu, saya juga berpendapat, bahwa setiap orang berhak untuk mengekspresikan pandangan-pandangan mereka sesuai iman masing-masing. Demikian juga setiap orang kristiani yang merasa dibebani untuk bernubuat, berhak untuk melakukannya, jika itu adalah kehendak mereka!

Karena memang tidak jarang nubuatan-nubuatan yang tampak tidak berarti bagi seseorang, bisa mempunyai makna yang besar bagi orang-orang lain yang sedang memerlukannya. Bahkan nubuatan-nubuatan yang tampak jelas bagi orang-orang tertentu, bahwa itu diucapkan ‘di luarpengetahuan’ Tuhan, bisa diubah oleh-Nya dari sesuatu yang pada mulanya hanya dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, menjadi berkat yang berkelimpahan bagi umat Tuhan yang lain.

Oleh karena itu, motif-motif yang keliru pun bukan merupakan alasan bagi kita untuk mengecam mereka! Biarlah Tuhan saja yang menentukan akibatnya, … bukan kita, karena kelak jika saatnya telah tiba, setiap orang pasti harus mempertanggung-jawabkan segala tindak tanduk mereka di hadapan-Nya! Saya teringat akan nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika: Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (1 Tesalonika 5:19-21)

Sebagai orang percaya kita tahu, bahwa nubuatan (yang sejati) selalu berasal dari (diilhami oleh) Roh Kudus. Jika bukan, … dengan mudah kita bisa menguji dan membuktikannya!

Pertama: Apabila kita mengenal isi firman Tuhan, … sekalipun belum sempurna, tetapi oleh karena rajin mempelajarinya setiap hari di saat-saat teduh bersama Dia, kita akan mampu melihat kejanggalan-kejanggalannya seketika itu juga, jika nubuatan-nubuatan tersebut ternyata tidak selaras dengan kehendak-Nya. Banyaknya isi firman Tuhan yang terukir di dalam hati kita sangat tergantung dengan level kehausan kita akan firman-Nya. Itulah yang membuat kita menjadi jauh lebih peka akan suara Roh Kudus! Jika anda masih tetap merasa kurang yakin akan keotentikan nubuatan-nubuatan seperti itu, … saya anjurkan untuk selalu kembali kepada otoritas yang paling tinggi, yaitu alkitab! Karena tidak ada ‘suara’ Tuhan yang lebih konkrit dari pada ayat-ayat hidup yang tertulis di sana!

Kedua: Selain itu Roh Kudus yang ada di dalam hati kita tidak berbeda dengan Roh Kudus yang sudah mengilhami nabi atau hamba Tuhan tersebut. Oleh karena itu, jika nubuatan itu benar-benar berasal dari Tuhan, Roh Kudus pasti akan memberikan konfirmasi di dalam hati kita! Seluruh isi alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ditulis oleh orang-orang yang secara khusus sudah diilhami oleh Roh Kudus untuk melaksanakannya. Tulisan-tulisan mereka saling meneguhkan. Keempat Injil mengenai kehidupan Kristus, kendatipun ditulis oleh 4 pribadi dalam waktu yang berlainan, berisi laporan detil kesaksian-kesaksian yang serupa tapi tak sama, yang saling melengkapi!

Rasul Petrus menulis: “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Petrus 1:20-21)

Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” (Matius 7:15)

(Bersambung)

MENDENGAR SUARA TUHAN (6)

SUARA ROH KUDUS

Thursday, February 18, 2010

Mendengar Suara Tuhan (4)


Oleh: John Adisubrata

‘MEWAKILI’ TUHAN

‘Jawab TUHAN kepadaku: “Para nabi itu bernubuat palsu demi nama-Ku! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri.” (Yeremia 14:14)

Tetapi di samping orang-orang yang sudah dipilih oleh Tuhan tersebut, alkitab juga memperingatkan, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahwa akan selalu ada ‘wakil-wakil’ palsu, yang dengan berani menyampaikan ‘firman’ kepada umat-Nya, kendatipun Tuhan tidak pernah mengutus mereka untuk melakukannya!

Salah satu contoh adalah ‘nubuatan’ yang dikatakan oleh Simei kepada raja Daud: ‘Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: “Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.” (2 Samuel 16:7-8)

Nubuatan itu terbukti tidak pernah terjadi, karena memang dari awalnya ia bukan utusan Tuhan untuk mewakili-Nya!

Yeremia, salah seorang nabi yang harus menanggung banyak sekali penderitaan pada masa pelayanannya, sering kali diutus oleh Tuhan untuk menghadapi dan menghardik nabi-nabi palsu. Menggunakan nama Tuhan sebagai tameng mereka, para nabi tersebut berusaha untuk mengelabui mata bangsa Israel dan menyesatkan mereka. Kitab Yeremia mencatat keluhan Tuhan: “Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat.” (Yeremia 23:21) Di kitab yang sama Ia menekankan hal itu sekali lagi: “Sebab mereka bernubuat palsu kepadamu demi nama-Ku. Aku tidak mengutus mereka, demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 29:9)

Di kitab Matius pasal ke-24, pasal yang khusus membahas tanda-tanda akhir zaman, Tuhan Yesus juga memperingati para pengikut-Nya untuk selalu berhati-hati di dalam menghadapi orang-orang seperti itu: Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang.” (Matius 24:11) Terutama mereka yang mampu melakukan tanda-tanda dahsyat dan mujizat-mujizat yang luar biasa! (Matius 24:24)

Jadi, … bagaimana kita bisa membedakan nubuatan (firman) yang asli dari Tuhan, dan yang bukan? Nubuatan siapakah yang harus kita percayai? Apakah pernyataan setiap orang percaya kepada kita tentang penglihatan, mimpi atau ilham (Roh Kudus) di dalam hati mereka, adalah suatu jaminan, bahwa semua yang mereka katakan pasti berasal dari Tuhan? Dan oleh karena itu, apakah kita wajib mempercayai dan mengerjakan segala permintaan mereka?

Tidak seharusnya kita memojokkan orang-orang tertentu dengan meragukan atau langsung menolak ‘nubuatan-nubuatan’ mereka, sekalipun message-nya kadang-kadang terdengar amat berbeda dengan pendapat atau keinginan kita. Lebih baik kita berdiam diri serta menunggu hasilnya, daripada langsung mengecam (nubuatan) mereka.

Memperingati agar kita tidak menuduh secara sembarangan, Tuhan berkata: Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku!” (Mazmur 105:15) Tentu saja yang dimaksudkan di situ adalah wakil-wakil Tuhan yang sejati, yang benar-benar telah menerima mandat dari Tuhan untuk menyampaikan firman-Nya kepada kita. Sekalipun bernubuat adalah hak dan tanggung jawab setiap pribadi, yang biasanya dilakukan murni berdasarkan iman mereka, Tuhan tetap menganjurkan, agar kita tidak menerima begitu saja setiap nubuatan orang tanpa membandingkannya terlebih dahulu dengan kebenaran isi alkitab.

Selain itu beberapa pertanyaan ini bisa membantu menentukan keputusan kita mengenai keotentikan nubuatan orang-orang: Siapakah yang memberikannya? Apakah mereka hidup sesuai dengan firman Tuhan? Apakah mereka mempunyai nama-nama yang baik di mata jemaat gereja Tuhan? Apakah tindakan-tindakan mereka sehari-hari sesuai dengan perkataan-perkataan mereka sendiri? Apakah ada motif-motif pribadi di balik nubuatan-nubuatan mereka? Siapakah yang tampak lebih menonjol di sana: Tuhan atau diri sendiri?

Tentu saja sebagian besar dari pertanyaan-pertanyaan itu juga bisa dipergunakan sebagai checklist bagi mereka yang merasa terdorong untuk ‘bernubuat’! Termasuk kedua pertanyaan ini: Apakah nubuatan itu akan membangun iman, dan bukan malah menjerumuskannya! Apakah konfirmasi dari Tuhan diperlukan … sebelum melakukannya?

Sering kali oleh karena keadaan yang tampak sangat menguntungkan, kita langsung menarik kesimpulan, bahwa itu adalah kehendak Tuhan yang sudah ditanamkan oleh-Nya di dalam hati kita untuk dinubuatkan. Seperti peristiwa yang terjadi pada raja Daud, ketika Saul memasuki gua di mana dia dan pasukannya sedang bersembunyi. Anak buahnya menyangka, bahwa TUHAN sudah menyerahkan dia kepada Daud untuk diperlakukan sesuai kehendaknya.

‘Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: “Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.” Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam.’ (1 Samuel 24:5) Di sini anak buah Daud bernubuat ketika melihat keadaan yang sangat menguntungkan mereka tersebut. Tidak diterangkan di sana, apakah Tuhan benar-benar berfirman atau itu hanya dugaan mereka belaka. Jelas sekali mereka ingin melihat Daud membunuh Saul saat itu juga. Tetapi Daud tidak menanggapi kesempatan itu sesuai keadaan, melainkan sesuai kehendak Tuhan! Karena Daud mengenal isi hati-Nya, ia tidak mau mencelakai orang yang sudah diurapi oleh Tuhan!

Beberapa tahun yang lalu seorang saudara seiman mengutarakan kejengkelan hatinya kepada saya, karena baru saja ia ditegur oleh gembala sidangnya. Ketika mendengar tentang apa yang menjadi sumber mata pencahariannya sehari-hari, pendeta itu berkata: Casino adalah suatu bisnis yang terkutuk. Sebagai seorang Kristen, tidak seharusnya engkau bekerja di tempat maksiat seperti itu.”

Oh, … tentu saja teguran sekeras itu tidak hanya mengejutkan dia, tetapi juga ... saya! Memang tidak pada tempatnya menegur seseorang dengan cara demikian, apalagi sebagai gembala sidang gereja Tuhan. Pasti ada cara-cara lain yang lebih baik dan bijaksana, yang bisa ia pergunakan untuk mengutarakan keprihatinannya!

Teman kami menguraikan, bahwa semenjak ia tiba di kota Brisbane, Australia, untuk mengikuti suaminya, ia berusaha keras untuk mencari pekerjaan. Setelah melamar ke mana-mana tanpa tanggapan, akhirnya ia menerima kesempatan untuk bekerja di sebuah Casino yang tahun itu baru saja dibuka di kota kami, … di meja perjudiannya. “Kesempatan itu pasti berasal dari Tuhan, karena semenjak meninggalkan Indonesia aku sudah berdoa, agar Ia memberi aku pekerjaan di kota ini.” Ujarnya penuh semangat untuk membela dirinya! Dengan kata lain, sesuai imannya ia yakin, bahwa oleh karena tidak ada jalan lain yang tampaknya bisa mengabulkan keinginannya, jalan itu pasti berasal dari Tuhan.

Saya bisa memaklumi kesimpulannya, karena seperti yang sudah dilakukan oleh anak buah Daud, tidak jarang, … agar tampak benar, saya juga cenderung untuk mencocok-cocokkan hal-hal yang menguntungkan diri saya sendiri dengan isi firman Tuhan. Perlu diketahui, bahwa alkitab tidak pernah mendukung kesimpulan seperti itu, justru kebalikannya! (Matius 7:13-14) Tidak semua yang tampak positif, adalah yang terbaik untuk kita. Belum tentu semua yang membuat kita tampak berhasil dan makmur, adalah ‘kehendak’ Tuhan.

Memang tidak ada ayat-ayat alkitab yang melarang kita bekerja di Casino. Tetapi sebagai orang-orang yang beriman, kita seharusnya mampu membedakan mana yang berkenan di hati Tuhan, dan mana yang tidak. Karena orang-orang yang beriman akan selalu membaca alkitab, berusaha mendengarkan suara Tuhan, mengetahui rencana-rencana-Nya bagi kehidupan mereka, dan yang paling penting, bersedia untuk melakukan perintah-perintah-Nya! Iman adalah percaya kepada Tuhan dan percaya pada kebenaran firman-Nya! Karena di situlah letak sumber kebenaran hidup yang sejati!

Kendatipun teguran hamba Tuhan tersebut memberi kesan yang kurang menyenangkan, ternyata tidak lama sesudahnya beberapa musibah mulai terjadi di dalam kehidupan teman kami dan keluarganya. Pertama-tama suaminya terserang penyakit kanker otak yang cukup ganas, yang hanya oleh karena kasih karunia Tuhan saja berhasil dioperasi dan sembuh. Lalu kesehatannya sendiri menurun gara-gara rutin kerja sehari-hari yang akhirnya memaksa dia untuk mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Tetapi yang paling mencemaskan adalah status perkawinannya yang menjadi goncang sekali, disebabkan oleh karena konflik-konflik penuh kekerasan di dalam rumah tangganya yang semakin meruncing. Bertahun-tahun lamanya ia dan keluarganya kehilangan damai sejahtera Tuhan. Akhirnya … perceraian menjadi solusi yang tak terelakkan lagi!

“Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, …” (Roma 9:1)

(Bersambung)

MENDENGAR SUARA TUHAN (5)

SUARA SIAPA?