Oleh: John Adisubrata
INJIL KEMAKMURAN
“Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Lukas 6:38)
Ipar saya pernah menceriterakan percakapannya dengan seorang teman di tahun 80-an, yang ingin mempengaruhi dia untuk menggabungkan diri dengan sebuah gereja besar baru di kotanya. Berapi-api ia menceriterakan, bahwa semenjak ia menjadi anggota gereja itu, hidupnya menjadi sangat diberkati. Menurut dia, ‘iman’-nya yang besar menyebabkan semua yang diinginkan olehnya selalu dikabulkan oleh Tuhan. Ia berkata penuh keyakinan: “Enak ikut gereja itu, hidup kita akan selalu diberkati. Apakah engkau tahu, jika kita menumpangkan tangan di atas sebuah mobil Mercedes baru yang mewah di dalam nama Yesus, lalu percaya bahwa dengan iman kita akan memilikinya, Tuhan pasti mengabulkannya. Coba periksa, buktinya ada di dalam alkitab.”
Saya setuju sekali dengan tanggapan jitu kakak ipar saya pada waktu itu: “Kok seperti tidak ada bedanya dengan pergi melawat ke gunung Kawi* saja.”
Tentu yang dimaksudkan oleh temannya adalah ayat-ayat yang diucapkan oleh Kristus, yang tercatat di dalam keempat Injil Perjanjian Baru, seperti yang diceriterakan kembali oleh Matius: “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.” (Matius 21:22) Atau ayat yang ditulis oleh Markus di dalam Injilnya: ‘Jawab Yesus: “Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!” (Markus 9:23)
Dan yang paling sering dipakai sebagai landasan argumentasi mengapa orang-orang kristiani seperti dia menyetujui ajaran Injil Kemakmuran: ‘Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: “Jadilah kepadamu menurut imanmu.” (Matius 9:29)
Apakah benar ayat-ayat tersebut mempunyai makna seperti yang ditafsirkan olehnya? Apakah seluruh keinginan orang-orang percaya yang diucapkan (diperintahkan!) dengan iman di dalam nama Yesus, juga pasti akan dikabulkan oleh Tuhan, seperti … harta kekayaan, kesehatan tubuh, kesembuhan dari penyakit, kebahagiaan hidup, dan lain-lainnya? Apakah benar, semua itu pasti akan terjadi sesuai dengan iman kita?
Pengertian kata berkat berdasarkan iman semacam itu memang sudah beredar di mana-mana, dan sudah di-‘iman’-i oleh para pengikut aliran-aliran ‘kristiani’ tertentu sebagai kebenaran yang mutlak. Kekayaan materiil atau kesuksesan finansiil, baik keluarga maupun bisnis, adalah tema-tema utama ajaran-ajaran gembala-gembala mereka. Penuh keyakinan mereka percaya, bahwa dengan iman berkat-berkat tersebut bisa dicapai oleh semua orang-orang Kristen, apabila mereka taat pada firman Tuhan.
Terus terang saja, siapakah yang tidak ingin menjadi kaya raya dan diberkati? Saya yakin semua orang mau, ... termasuk saya! Tetapi ajaran-ajaran seperti itu seolah-olah memantau orang-orang percaya agar mereka menjadi tamak dan materialistis, yang memandang agama Kristen sebagai sumber bisnis yang bisa menguntungkan diri sendiri. Bahkan Tuhan diperlakukan seperti ‘jin dalam botol’ yang baik hati, yang mau menuruti segala ‘permintaan’ (perintah-perintah!) mereka. Seakan-akan sebagai ganti ketaatan, kesetiaan dan perbuatan-perbuatan baik yang sudah mereka lakukan, Tuhan bisa dimanipulasi dengan seenaknya.
Mereka memandang Roh Kudus sebagai kuasa yang dapat diperalat setiap waktu oleh orang-orang percaya. Padahal apabila kita menyelidikinya dengan lebih cermat lagi, alkitab sebenarnya mengajarkan kebalikannya: Roh Kudus-lah yang memampukan umat-Nya, sehingga mereka bisa melaksanakan kehendak-kehendak Tuhan.
Sekalipun tidak semua, banyak dari televangelists (penginjil-penginjil melalui televisi) yang termasyhur di dunia bertanggung jawab atas kepesatan meluasnya pengertian yang tidak alkitabiah tersebut. Kebanyakan mereka adalah penginjil-penginjil yang berasal dari Amerika Serikat. Saya sering menyaksikan mereka di TV memaksakan pandangan mereka menggunakan pengertian iman yang dicomot ke luar secara sembarangan sekali dari dalam alkitab.
Biasanya motto iman mereka bisa diterjemahkan seperti ini: percaya kepada iman, atau: percaya, karena beriman pada iman! Sekalipun mereka berkata, bahwa mereka adalah hamba-hamba Kristus, jelas motto yang tidak alkitabiah itu menunjukkan, bahwa mereka mengandalkan iman yang percaya pada ‘keampuhan’ iman kristiani mereka sendiri. Dan bukan bersandar 100% pada kebesaran Tuhan dan kebenaran firman-Nya!
Salah satu contoh mengenai ayat-ayat yang paling dikenal orang-orang kristiani, yang sering secara sembarangan dicomot begitu saja dan dipakai di luar pengertian message yang sebenarnya, adalah ayat yang dicatat di dalam Injil Lukas: “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Lukas 6:38)
Sering kali saya mendengar ayat tersebut dipergunakan oleh hamba-hamba Tuhan pada saat-saat kolekte atau pengumpulan dana di gereja-gereja (atau melalui acara-acara TV kristiani), sebagai cara untuk memberi semangat atau menantang iman anggota jemaat (atau para pemirsa di rumah) agar mereka meningkatkan jumlah uang persembahan, bahkan ... perpuluhan mereka. Tidak jarang terdengar seolah-olah memantau ketamakan hati manusia, karena menjanjikan berkat berlipat-lipat ganda yang akan dikaruniakan oleh Tuhan sebagai ‘upah’ atas ‘ketaatan’ mereka terhadap firman-Nya!
Padahal ketika Tuhan Yesus mengajarkannya, Ia bukan membahas hal ‘memberi’, melainkan hal ‘menghakimi’ (Lukas 6:37-42). Perhatikanlah ayat 37 yang mengawalinya: “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.” Dari ayat 37 sampai 42, Ia sebenarnya memperbincangkan tingkah laku umat manusia yang selalu condong untuk membabi buta menghakimi orang-orang lain tanpa bisa melihat kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa mereka sendiri.
Ia memperingatkan, bahwa ukuran yang mereka pergunakan untuk menghakimi sesamanya akan diukurkan kembali kepada mereka, bahkan akan ditambahkan secara berlimpah-limpah.
Jadi pada waktu itu Yesus bukan berbicara mengenai ‘berkat’ (harta kekayaan) yang akan kita terima, jika kita memberikan persembahan atau sumbangan kepada hamba-hamba Tuhan serta pelayanan-pelayanan mereka, melainkan ‘pembalasan’ (besar) yang pasti akan terjadi di luar pengharapan kita, jika kita masih berani menghakimi sesama kita!
Saya yakin, semua orang kristiani yang sudah lahir baru pernah mendengar Lukas 6:38, dan juga ayat-ayat lainnya yang sering dicomot ke luar begitu saja dari makna konteks yang sebenarnya, dipergunakan oleh hamba-hamba Tuhan di gereja atau melalui acara-acara TV kristiani sebagai ayat penghimbau untuk mengumpulkan uang kolekte, atau sumbangan dana guna mendukung program-program mereka di bidang pembangunan, misi, Pekabaran Injil dan lain sebagainya.
Sekalipun tidak jarang ada ayat-ayat tertentu yang dipakai oleh Tuhan sebagai ‘firman’ (rhema) untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya kepada kita secara pribadi, makna firman tersebut pasti tidak akan bertentangan dengan dasar ajaran-ajaran-Nya yang lain. Tidak mungkin Yesus merestui sikap orang-orang yang ingin mendukung pekerjaan Tuhan, tetapi belum apa-apa sudah menuntut pahala-pahala mereka berdasarkan keserakahan dan egoisme, hanya oleh karena mereka ingin menjadi kaya, atau lebih gawat lagi: … mau memperkaya diri sendiri! Karena terbukti melalui ayat-ayat alkitab lainnya jelas dinyatakan, bahwa Ia menentang dan membenci ketamakan hati manusia.
‘Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15)
* Gunung Kawi dikenal di Jawa Timur sebagai sebuah gunung keramat, yang didiami oleh roh-roh yang ‘bermurah hati’. Biasanya orang-orang yang menginginkan kekayaan dan kesuksesan hidup pergi melawat ke sana dengan harapan bisa mendapatkan ‘berkat’ itu dari mereka.
(Bersambung)
HIDUP YANG ‘DIBERKATI’ (3)
MAKMUR ‘MELAYANI’