Oleh: John Adisubrata
BERKAT-BERKAT SORGAWI
“Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32)
Saya menyadari, bahwa mengenai berkat, setiap orang, baik masyarakat sekuler maupun umat kristiani, mempunyai pendapat sendiri-sendiri. Oleh karena itu saya juga selalu berusaha untuk menghargai pandangan orang-orang lain, selama pandangan itu tidak menyelewengkan isi firman Tuhan, atau merugikan kehidupan umat yang lain.
Mengawali persiapan untuk menulis artikel ini, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, saya mengunjungi situs Dictionary.com untuk mempelajari kata berkat sesuai pandangan umum. (lihat: Hidup yang Diberkati - Bab 1) Selain itu saya juga mencoba mempelajari makna kata tersebut dari sudut pandangan masyarakat kristiani sendiri. Karena ingin mengetahui datanya, menggunakan search engine Alkitab SABDA Online, saya berusaha menemukan jumlah kata berkat yang tercantum di dalam alkitab berbahasa Indonesia. Menurut keterangan situs itu kata tersebut tampil sebanyak 278 kali di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, baik yang dipergunakan sebagai kata kerja transitif, kata sifat, maupun kata benda.
Berkat di dalam Perjanjian Lama berasal dari kata Ibrani: ‘berakha’ yang mempunyai arti: karunia benda (material), lawan dari kata ‘kutuk’, dan pemberkatan. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru kata itu berasal dari kata Yunani: ‘eulogia’ yang berarti: terakhir, karunia rohani yang didatangkan oleh Injil, karunia material, dan juga kemewahan.
Ternyata kata berkat tampil untuk pertama kalinya di awal kitab Kejadian, ketika Allah sedang memperhatikan ciptaan-Nya di hari yang kelima: ‘Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: “Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.” (Kejadian 1:22) Dan untuk terakhir kalinya kata itu tercantum di dalam surat Petrus yang pertama: “…, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab: …” (1 Petrus 3:9b)
Melalui referensi-referensi di atas, terbukti bahwa berkat memang dianugerahkan oleh Tuhan kepada segenap ciptaan-Nya. Umat manusia tak terkecualikan, baik yang ingin diselamatkan, maupun yang menolaknya! Yesus meneguhkan hal itu saat berkhotbah di atas bukit: “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Matius 5:45)
Jadi segala sesuatu yang dari awalnya diciptakan oleh Bapa di sorga, … dunia dan segala isinya, adalah berkat-berkat yang menjadi hak semua orang untuk dinikmati. Oleh karena itu mudah sekali untuk memahami perasaan wanita di pertemuan selgrup kami yang menjadi tersinggung ketika ditantang untuk menjadi pengikut Kristus. (lihat: Hidup yang Diberkati – Bab 1)
Padahal sesuai terjemahan kata-kata berakha dan eulogia, berkat sebenarnya mempunyai arti yang jauh lebih luas, yang tidak terbatas pada hal-hal duniawi saja. Raja Salomo menulis amsal berdasarkan pengalamannya sendiri: “Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga dari pada mendapat perak.” (Amsal 16:16) Sedangkan nabi Yesaya menubuatkan: “Masa keamanan akan tiba bagimu; kekayaan yang menyelamatkan ialah hikmat dan pengetahuan; takut akan TUHAN, itulah harta benda Sion.” (Yesaya 33:6)
Di dalam surat yang ditujukan kepada jemaat di Efesus, rasul Paulus menulis: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.” (Efesus 1:3) Dan inilah berkat terpenting yang berhasil mengubah arah sejarah dunia: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16)
Memang bagi masyarakat Kristen yang mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati, janji-janji berkat ‘keselamatan’ dan ‘hidup yang kekal’ cukup memberikan dampak sukacita yang optimal. Karena bagi mereka, berkat itulah yang terpenting, yang membuat berkat-berkat lainnya tampak pudar dan tak berarti sama sekali. Orang-orang yang pernah mengalami fenomena kelahiran baru tentu bisa memahami hal tersebut.
Tetapi, ... apakah itu berarti bahwa orang-orang kristiani tidak berhak untuk mengingini berkat-berkat lain ciptaan Tuhan yang sudah dikaruniakan kepada mereka? Tentu saja tidak! Lagi pula, siapakah yang tidak mau hidup enak, makmur, sehat dan kaya raya? Saya yakin semua orang mau, ... saya tak terkecualikan! Hanya motif-motif setiap orang saja yang akan membedakan sebab, hasil dan akibatnya!
Bertentangan dengan ajaran Injil Kemakmuran, menurut kitab Ulangan 28:1-14, berkat (berakha) tidak dianugerahkan begitu saja, tetapi selalu disertai oleh syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh mereka yang menghendakinya. Perhatikanlah potongan ayat-ayat yang mengandung kata-kata ‘jika’ dan ‘apabila’ ini: “Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, …” (ayat 1a); “… , jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu: …” (ayat 2b); “…, jika engkau berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya.” (ayat 9b) dan “…, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya.” (ayat 14)
Apabila semua itu sudah dilakukan oleh mereka, ‘maka’: “Segala berkat (berakha) ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu.” (ayat 2a) Termasuk di dalamnya: Berkat untuk segala sesuatu yang kita lakukan; berkat untuk keluarga, pekerjaan dan seluruh harta milik kita; berkat kemenangan atas lawan-lawan kita; bekat sebagai umat pilihan Allah. (Ulangan 28:1-14)
Biasanya umat Tuhan selalu mengharapkan berkat-berkat yang luar biasa. Tetapi mereka tidak mau tahu akan syarat-syaratnya. Karena memang berkat-berkat yang radikal dan luar biasa datang dari sikap berserah yang radikal dan luar biasa juga. Kemauan untuk menuruti kehendak Tuhan berdasarkan hikmat, baik yang dinyatakan melalui firman-Nya maupun yang dibisikkan di dalam hati kita, pasti akan memberi berkat kemampuan adikodrati, apabila kita bersedia untuk melakukannya. Sikap yang taat itulah yang menyebabkan berkat-berkat Tuhan dicurahkan kepada kita. Kitab Amsal melukiskan kehidupan orang-orang yang memiliki hikmat: “Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan.” (Amsal 3:16)
Oleh karena itu alkitab selalu memperingatkan umat Tuhan untuk tidak mementingkan harta kekayaan, apalagi mengejarnya. Dianjurkan di sana agar orang-orang percaya, khususnya para pemuka gereja harus bebas dari mencintai uang. (1 Timotius 3:1-3) Iman sebesar biji sesawi tidak dikaruniakan kepada kita untuk ‘mengimani’ kekayaan dan kemakmuran hidup, melainkan untuk selalu percaya dan berserah kepada-Nya, karena tahu bahwa Ia tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita! Surat Ibrani memperingatkan: ‘Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5)
Bagi umat kristiani, Mazmur Daud inilah yang mencerminkan kehidupan mereka yang sejati: “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” (Mazmur 23)
Mazmur tersebut membuktikan, bahwa kendatipun raja Daud, seorang yang dipilih dan berkenan di hati Tuhan (1 Samuel 16:13; Kisah Para Rasul 13:22), tahu bahwa ia selalu berada di dalam pemeliharaan-Nya, ternyata seperti umat Tuhan lainnya, ia juga tidak kebal terhadap kesulitan atau tantangan-tantangan hidup. (Mazmur 23:4a) Perlu ditekankan, bahwa tokoh-tokoh alkitab lainnya yang mahamakmur seperti Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Ayub dan raja Salomo, … mereka semua juga harus melewati perjuangan-perjuangan yang serupa! Karena memang tidak ada jaminan bagi orang-orang kristiani untuk selalu hidup makmur, sejahtera dan tanpa masalah. Itu adalah ajaran-ajaran isapan jempol! Yang pasti hanyalah janji-janji Tuhan untuk selalu menyertai dan menolong kita di dalam segala keadaan! (Mazmur 23:4b; Matius 28:20)
Tidak bisa disangkal, bahwa di setiap generasi umat kristiani akan selalu ada orang-orang tertentu yang menerima karunia berkat kekayaan yang luar biasa. Seakan-akan kesuksesan hidup tidak mau berhenti mengejar mereka! Tetapi selama mereka menyadari, bahwa semua itu dianugerahkan oleh Tuhan dengan satu tujuan yang mulia, yaitu untuk kebesaran kerajaan dan kemashyuran nama-Nya, dan … bukan untuk memperkaya diri sendiri dengan menyalah-gunakan kepercayaan itu, tujuan karunia tersebut tentu tidak akan sia-sia. Umat Kristen yang sudah menerima kehormatan seperti itu wajib mengingat, bahwa … semua itu adalah milik Tuhan! (1 Korintus 10:26)
Marilah kita bersyukur dengan selalu menyadari berkat-berkat yang sudah kita terima selama ini, agar kita bisa dijadikan berkat oleh Tuhan bagi umat-Nya yang lain, yang sedang membutuhkannya. Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Haleluya!
John Adisubrata
November 2011