Sunday, January 4, 2009

WWJD


Oleh: John Adisubrata

Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yohanes 14:21)

Akhir-akhir ini seni cetak dan semboyan-semboyan yang ditampilkan di atas baju-baju T-shirt modern zaman sekarang sudah menjadi bertambah berani saja, dihiasi dengan yang gambar-gambar yang berwarna-warni. Dari merek-merek terkenal di dunia, nama-nama atau foto-foto orang/artis termasyhur disertai oleh kalimat-kalimat sangat ‘catchy’, sampai kalimat-kalimat yang mengutarakan tema-tema yang sudah menjurus pada hal-hal yang tidak sopan, bahkan kadang-kadang ... berbau porno.

Tetapi di lain pihak, pernahkah Anda melihat, atau paling sedikit mendengar tentang ‘slogan’ pendek termasyhur yang sekarang sudah menjadi ‘trademark’ orang-orang Kristen semenjak pertengahan dasawarsa ke-90, yang berbunyi: WWJD (What Would Jesus Do?)?

Sampai saat ini baju-baju T-shirt seperti itu masih bisa terlihat dikenakan oleh kaum muda-mudi, bahkan kadang-kadang oleh orang-orang yang sudah lebih ‘mature’ umurnya, baik di Australia, Eropah, maupun di Indonesia. Saya sendiri memiliki dan sering kali mengenakannya.

Semboyan berbentuk pertanyaan pendek yang berhasil dipromosikan secara global oleh perusahaan-perusahaan ‘kristiani’ ini mempunyai sejarah yang cukup mengesankan. Tahukah Anda, siapa yang memulai slogan yang sudah diterima secara internasional oleh para pengikut Kristus dari berbagai denominasi, besar ataupun kecil, sebagai salah satu semboyan kristiani yang paling dikenal di dunia saat ini?

Alkisah, … pada tahun 1896 sebuah buku yang ditulis oleh Charles Sheldon, berjudul In His Steps, mengakibatkan ungkapan yang sudah berabad-abad sebelumnya menjadi pedoman hidup orang-orang Kristen ditanggapi oleh tubuh Kristus dengan lebih serius lagi. Imitatio Dei yang berarti: Meniru Tuhan, menjadi tema utama buku yang sebenarnya adalah hasil kumpulan khotbah-khotbah yang ia berikan setiap hari Minggu kepada jemaat gerejanya di Topeka, Kansas, di Amerika.

Di dalam buku tersebut ungkapan Charles Sheldon tampil berkali-kali untuk menantang jemaat setempat (dan juga para pembacanya), agar mereka mau memberikan ‘commitment’ pada kehidupan Christian Socialism. Di sana phrase What Would Jesus Do? disinggung berulang-ulang kali, di mana Tuhan Yesus Kristus lebih dipromosikan sebagai seorang Pemberi Contoh Moral yang harus diteladani, dari pada sebagai Juruselamat manusia.

Semboyan tersebut menjadi termasyhur sekali di antara para pengikut Kristus di abad itu, sehingga mengakibatkan timbulnya sebuah gerakan kristiani populer di Amerika Serikat yang dinamakan: Social Gospel, di mana Injil diberitakan oleh mereka melalui pelayanan kasih terhadap sesama manusia yang sedang membutuhkannya.

Salah seorang pelopornya yang bernama Walter Rauschenbusch mengakui, bahwa semboyan yang dibahas berkali-kali di dalam buku In His Steps sudah mempengaruhinya untuk melibatkan diri di dalam gerakan tersebut. Buku yang pada tahun 1935 sudah diterjemahkan ke dalam 21 bahasa ternyata berhasil menjadi salah satu bestseller bertaraf antarbangsa selama dua abad berturut-turut.

Salah satu kisah nyata mengharukan yang disajikan di sana adalah kisah pertemuan salah seorang dari beberapa tokoh-tokoh terpenting di dalam buku tersebut, seorang pendeta bernama Rev Henry Maxwell dengan seorang lelaki tunawisma, yang mengakibatkan hati nuraninya merasa tertegur sekali. Pertemuan tak terduga itu menggugah dirinya untuk mempertimbangkan kembali ungkapan: Meniru Tuhan dengan menanggapinya secara lebih serius lagi.

Laki-laki yang tidak memiliki tempat tinggal tetap tersebut menceriterakan kesulitannya untuk memahami tingkah-tingkah laku orang-orang Kristen yang pernah ditemui olehnya.

“Saya mendengarkan mereka menyanyi di dalam gereja pada suatu malam pertemuan doa,” ujarnya: All for Jesus, all for Jesus (Semua untuk Yesus, semua untuk Yesus), All my being’s ransomed powers (Seluruh keberadaanku di bawah kuasa-kuasa penebus), All my thoughts, and all my doings (Segala pikiran-pikiranku, dan segala perbuatan-perbuatanku), All my days, and all my hours (Semua hari-hariku, dan semua jam-jamku).”

“Saya merasa heran ketika duduk di atas tangga di luar gereja mendengarkan lagu itu dikumandangkan dari dalam,” terusnya: “Menurut pendapat saya, banyak sekali masalah yang terjadi di dunia ini yang bisa diatasi dengan segera, jika semua orang yang ada di dalam gereja tersebut tidak hanya menyanyi saja, tetapi pergi dan melakukannya.”

Ia menghela nafas sebentar sebelum meneruskan keluhannya: “Mungkin saya belum bisa memahaminya. Tapi … apakah yang akan Yesus lakukan? (What Would Jesus Do?) Apakah itu yang kalian maksudkan dengan mengikuti langkah-langkah-Nya? Kelihatannya, … orang-orang yang beribadah di dalam gereja-gereja yang besar dan megah selalu mengenakan pakaian-pakaian yang indah, tinggal di dalam rumah-rumah yang bagus, memiliki uang yang berlebih-lebihan untuk bisa membeli barang-barang yang mewah, pergi bertamasya di musim panas, dan lain sebagainya. Sedangkan orang-orang yang berada di luar gereja, … beribu-ribu banyaknya, mati kelaparan terhimpit di dalam rumah-rumah kecil bersesak-sesakan, harus berjalan kaki kian-kemari untuk mencari nafkah. Mereka tidak pernah memiliki piano atau pigura-pigura foto di dalam rumah, bahkan harus hidup penuh penderitaan akibat kekerasan, kemabukan dan perbuatan-perbuatan dosa yang terjadi di sekeliling mereka.”

Inilah awal dari banyak sekali tokoh-tokoh yang tampil di dalam buku itu yang menggunakan ungkapan berbentuk pertanyaan: What Would Jesus Do? pada saat mereka harus menghadapi berbagai macam persoalan-persoalan penting yang memerlukan keputusan-keputusan mereka seketika itu juga. Mereka selalu bertanya: “Tindakan apakah yang akan dilakukan oleh Yesus, jika Ia harus menghadapi masalah yang sedang kuhadapi ini?”

Sebagai akibat tantangan-tantangan tersebut, semua tokoh-tokoh yang tampil di dalam buku itu harus lebih bersungguh-sungguh di dalam menanggapi makna iman kristiani mereka. Mereka harus lebih bersandar pada pusat kepercayaan mereka, yaitu: Kristus dan Kehidupan-Nya!

Di dalam Kitab Matius pasal yang ke-25, Tuhan Yesus mengajar para pengikut-Nya mengenai hal-hal yang akan terjadi di akhir zaman. Ia berkata, bahwa Ia akan datang kembali diiringi oleh semua malaikat sorgawi, duduk di atas takhta kerajaan-Nya dengan penuh kemuliaan, serta mengumpulkan segala bangsa di dunia datang menghadap untuk diadili.

Di sana mereka akan dipisahkan seorang dari pada yang lain, seperti memisahkan domba dari kambing. Domba-domba akan ditempatkan di sebelah kanan-Nya, sedangkan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Kaum domba diibaratkan oleh Yesus sebagai hamba-hamba setia yang melakukan kehendak-kehendak-Nya. Sedangkan kambing-kambing diibaratkan sebagai para pengikut-Nya yang mengabaikan perintah-perintah-Nya.

Yesus melukiskan kesetiaan domba-domba-Nya seperti ini: Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. (Matius 25:34-36)

Hal-hal yang dilakukan oleh domba-domba tersebut adalah kebiasaan-kebiasaan yang selalu dikerjakan oleh Tuhan Yesus sendiri selama masa pelayanan-Nya di dunia yang amat singkat. Di dalam keempat Injil Perjanjian Baru dikatakan, bahwa Ia selalu melayani setiap orang yang memerlukan pertolongan-Nya. Semua itu Ia lakukan dengan penuh kasih dan ketulusan hati. Domba-domba itu berkenan di hadapan-Nya, karena mereka sudah meniru langkah-langkah-Nya.

Yesus mengakhiri tema bahasan mengenai domba-domba yang setia itu dengan berkata: Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25:40)

Ayat tersebut merangkum seluruh pengertian, bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan untuk orang-orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan kita, adalah tindakan dari Kristus (yang melayani), untuk Kristus (yang dilayani)!  

“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” (Yakobus 4:17) 

John Adisubrata 
Oktober 2007

No comments: