Oleh: John Adisubrata
MENGAPA MEREKA, TUHAN?
“Kemudian naiklah Yesus ke atas bukit. Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan merekapun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan.” (Markus 3:13-15)
Ternyata alasan-alasan saya, dan juga orang-orang lain untuk menghindari panggilan Tuhan, bukanlah suatu hal yang unik lagi. Kalimat-kalimat pertanyaan seperti: “Mengapa aku, Tuhan?” atau “Siapakah aku ini, Tuhan?” adalah pertanyaan-pertanyaan yang sudah sering dipergunakan oleh orang-orang lain beribu-ribu tahun sebelumnya sebagai cara-cara mereka untuk meragukan panggilan-Nya.
Memperhatikan bagaimana Tuhan Yesus menentukan lokasi-lokasi di mana Ia menemui para pengikut-Nya, saya bisa melihat perbedaan yang amat kontras dengan hal-hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat dunia. Sebenarnya tindakan-Nya yang ‘aneh’ dan tidak ‘normal’ tersebut sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang semenjak dulu selalu berkecamuk di dalam hati saya!
Logika manusia mengajarkan, bahwa setiap orang yang membutuhkan asisten-asisten yang cerdik dan berbakat, yang bisa membantu menyelesaikan proyek-proyek yang amat besar dan penting, tentu akan mencari orang-orang tersebut di tempat-tempat di mana mereka dengan mudah bisa ditemukan untuk direkrut. Bukankah itu suatu hal yang amat logis? Saya jamin, dari dahulu sampai sekarang, proses seperti itu masih tetap berlaku di mana-mana!
Sering kali saya bertanya-tanya, … mengapa Tuhan Yesus tidak menemui orang-orang yang paling cerdik dan terpandai di perguruan-perguruan tinggi kota Yerusalem saja? Bukankah di sana Ia bisa memilih dari antara mereka calon-calon asisten-Nya yang optimal?
Atau, … mengapa Ia tidak menentukan beberapa ahli Taurat yang paling mahir pada zaman itu, dan mengangkat mereka menjadi tangan-tangan kanan-Nya? Bukankah tidak semua dari para ahli Taurat yang disebut di dalam Alkitab adalah orang-orang yang berusaha untuk membunuh Dia? Tentu jauh lebih mudah bagi Yesus untuk mengajar orang-orang terpelajar seperti mereka, yang sudah mempunyai latar belakang kerohanian yang cukup, dari pada merintis orang-orang baru yang sama sekali tidak mempunyai pendidikan apa-apa.
Bukankah Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus adalah sebuah ‘proyek’ yang amat penting, yang membutuhkan orang-orang yang berkualifikasi tinggi? Sebuah tugas maha mulia yang tidak seharusnya dilaksanakan oleh para pengikut-Nya secara sembarangan!
Tetapi ternyata logika Tuhan tidak sama dengan logika-logika yang ada di dalam pikiran manusia. Bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan yang sudah umum itu, Ia justru pergi menuju ke pantai danau Galilea untuk menemui dan memanggil orang-orang yang sama sekali tidak mempunyai kualifikasi di bidang-bidang yang diperlukan oleh-Nya.
Di sana Ia mengajar sekelompok besar orang-orang yang sudah lama mengikuti-Nya ke mana-mana dan juga para nelayan setempat. Di depan mereka Ia memperlihatkan kuasa-Nya melalui sebuah mujizat yang terjadi di tengah-tengah danau yang tidak pernah mereka saksikan sebelumnya. Lalu Ia memanggil secara pribadi empat orang dari antara para penangkap ikan tersebut untuk dijadikan murid-murid-Nya, orang-orang biasa yang memiliki banyak sekali kelemahan dan kekurangan-kekurangan. (Matius 4:18-22)
Ketika Yesus mendekati Simon Petrus dan memanggilnya, Ia berkata, bahwa Petrus akan diubah oleh-Nya dari seorang penjala ikan menjadi seorang penjala manusia. Reaksinya terdengar amat senada dengan keluhan yang pernah keluar dari mulut nabi Yesaya. Injil Lukas mencatat: ‘Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” (Lukas 5:8) Seperti yang sudah dialami oleh nabi Yesaya, dan juga oleh orang-orang lain yang dipanggil pada masa-masa berikutnya, kekudusan hadirat Tuhan segera melucuti dan memaparkan dosa-dosa mereka!
Keempat Injil Perjanjian Baru jelas memperlihatkan adanya tiga kelompok orang-orang yang sudah menjadi pengikut-pengikut Yesus.
Kelompok pertama: Orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat yang oleh karena merasa takjub akan pengajaran-Nya, akan jamahan kasih karunia-Nya, dan akan mujizat-mujizat yang sudah dilakukan oleh-Nya, dengan sukarela mau mengikuti-Nya ke manapun Ia pergi.
Kelompok kedua: Orang-orang yang dipanggil langsung oleh Tuhan Yesus secara perseorangan untuk mengikuti dan menjadi murid-murid-Nya.
Dan kelompok yang ketiga: Orang-orang yang dipilih oleh Tuhan secara spesifik sekali dari kedua kelompok pertama untuk dijadikan rasul-rasul-Nya.
Ketika tiba saatnya bagi Yesus untuk menentukan ke-12 rasul yang akan mengambil alih pelayanan-Nya di dunia pada saat itu, Ia naik ke atas bukit untuk berdoa. Injil Lukas melukiskannya seperti ini: “Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul: …” (Lukas 6:12-13)
Semalam-malaman berarti sepanjang malam, atau … 12 jam penuh. Dari jam enam sore sampai keesokan harinya, jam enam pagi. Ternyata untuk menentukan ke-12 rasul tersebut saja, Ia memerlukan waktu semalam suntuk untuk bersekutu dengan Allah Bapa di sorga. Jadi, untuk setiap pribadi yang akan dipilih oleh-Nya Ia berdoa selama sejam!
Tetapi yang masih sering dipertanyakan sampai saat ini oleh orang-orang, termasuk saya, adalah: Sesudah menghabiskan waktu begitu lama, … mengapa keesokan harinya Ia menentukan rasul-rasul-Nya secara serampangan sekali?
Ia memilih Petrus, seorang nelayan yang bermulut besar. Cepat sekali berkata-kata tanpa memperhitungkan sebelumnya kemampuan untuk melaksanakannya! Kerap kali ia bertindak dengan membabi-buta tanpa mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi sebagai akibatnya. Ia juga memilih Yohanes dan Yakobus, anak-anak Zebedeus. Mereka dicatat di dalam Alkitab sebagai rasul-rasul yang bertemperamen tinggi sekali. Jika mereka merasa tersinggung atau marah, mereka cenderung untuk bertindak penuh kekerasan. (Lukas 9:54)
Tetapi yang paling menguatirkan, Ia mau memilih Yudas! Selain akhirnya terbukti, bahwa ia adalah seorang pengkhianat yang sudah menjual Tuhan Yesus seharga 30 keping uang perak, ia juga dikenal di dalam Alkitab sebagai seorang pencuri krocoan yang justru ditunjuk dan dipercayai oleh-Nya untuk membendaharakan keuangan mereka sehari-hari!
Apakah yang menyebabkan Yesus memilih orang-orang semacam itu? Mengapa Ia tidak merekrut orang-orang yang pada dasarnya sudah pandai dan terpelajar saja, yang telah dikenal baik oleh masyarakat sebagai orang-orang yang bisa diandalkan dan dipercayai?
Di dalam Injil Matius 22, Yesus mengisahkan sebuah perumpamaan mengenai seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia mengundang banyak orang yang ternyata ogah sekali untuk menghadiri pestanya. Oleh karena itu ia menyuruh hamba-hambanya mengundang orang-orang lain, baik dan jahat, yang dijumpai oleh mereka di persimpangan-persimpangan jalan. Kendatipun ruangan perjamuan kawin itu akhirnya dipenuhi oleh tamu-tamu ‘cadangan’ tersebut, ternyata ada di antara mereka yang masih tidak mau menghargai kehormatan itu! Perumpamaan yang sebenarnya melambangkan keadaan Kerajaan Sorga di dunia saat ini, ditutup oleh-Nya dengan sebuah peringatan yang sangat mengerikan: “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” (Matius 22:14)
Di sini Tuhan ingin menekankan, bahwa sesudah dipanggil pun belum tentu kita dipilih. Dan seandainya kita dipilih pun kita harus selalu berhati-hati, agar dengan berlalunya waktu, kita tidak berubah menjadi orang-orang yang bersikap tamak seperti Yudas, yang berani mengkhianati Kristus dan tubuh-Nya untuk kepentingan-kepentingan diri sendiri!
‘Maka berbicaralah ia, katanya: “Inilah firman TUHAN kepada Zerubabel bunyinya: Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.” (Zakharia 4:6)
(Bersambung)
SOMETHING BEAUTIFUL (3)
NOL-NOL YANG KOSONG
No comments:
Post a Comment