Oleh: John Adisubrata
‘MEWAKILI’ TUHAN
‘Jawab TUHAN kepadaku: “Para nabi itu bernubuat palsu demi nama-Ku! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri.” (Yeremia 14:14)
Tetapi di samping orang-orang yang sudah dipilih oleh Tuhan tersebut, alkitab juga memperingatkan, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahwa akan selalu ada ‘wakil-wakil’ palsu, yang dengan berani menyampaikan ‘firman’ kepada umat-Nya, kendatipun Tuhan tidak pernah mengutus mereka untuk melakukannya!
Salah satu contoh adalah ‘nubuatan’ yang dikatakan oleh Simei kepada raja Daud: ‘Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: “Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.” (2 Samuel 16:7-8)
Nubuatan itu terbukti tidak pernah terjadi, karena memang dari awalnya ia bukan utusan Tuhan untuk mewakili-Nya!
Yeremia, salah seorang nabi yang harus menanggung banyak sekali penderitaan pada masa pelayanannya, sering kali diutus oleh Tuhan untuk menghadapi dan menghardik nabi-nabi palsu. Menggunakan nama Tuhan sebagai tameng mereka, para nabi tersebut berusaha untuk mengelabui mata bangsa Israel dan menyesatkan mereka. Kitab Yeremia mencatat keluhan Tuhan: “Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat.” (Yeremia 23:21) Di kitab yang sama Ia menekankan hal itu sekali lagi: “Sebab mereka bernubuat palsu kepadamu demi nama-Ku. Aku tidak mengutus mereka, demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 29:9)
Di kitab Matius pasal ke-24, pasal yang khusus membahas tanda-tanda akhir zaman, Tuhan Yesus juga memperingati para pengikut-Nya untuk selalu berhati-hati di dalam menghadapi orang-orang seperti itu: “Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang.” (Matius 24:11) Terutama mereka yang mampu melakukan tanda-tanda dahsyat dan mujizat-mujizat yang luar biasa! (Matius 24:24)
Jadi, … bagaimana kita bisa membedakan nubuatan (firman) yang asli dari Tuhan, dan yang bukan? Nubuatan siapakah yang harus kita percayai? Apakah pernyataan setiap orang percaya kepada kita tentang penglihatan, mimpi atau ilham (Roh Kudus) di dalam hati mereka, adalah suatu jaminan, bahwa semua yang mereka katakan pasti berasal dari Tuhan? Dan oleh karena itu, apakah kita wajib mempercayai dan mengerjakan segala permintaan mereka?
Tidak seharusnya kita memojokkan orang-orang tertentu dengan meragukan atau langsung menolak ‘nubuatan-nubuatan’ mereka, sekalipun message-nya kadang-kadang terdengar amat berbeda dengan pendapat atau keinginan kita. Lebih baik kita berdiam diri serta menunggu hasilnya, daripada langsung mengecam (nubuatan) mereka.
Memperingati agar kita tidak menuduh secara sembarangan, Tuhan berkata: “Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku!” (Mazmur 105:15) Tentu saja yang dimaksudkan di situ adalah wakil-wakil Tuhan yang sejati, yang benar-benar telah menerima mandat dari Tuhan untuk menyampaikan firman-Nya kepada kita. Sekalipun bernubuat adalah hak dan tanggung jawab setiap pribadi, yang biasanya dilakukan murni berdasarkan iman mereka, Tuhan tetap menganjurkan, agar kita tidak menerima begitu saja setiap nubuatan orang tanpa membandingkannya terlebih dahulu dengan kebenaran isi alkitab.
Selain itu beberapa pertanyaan ini bisa membantu menentukan keputusan kita mengenai keotentikan nubuatan orang-orang: Siapakah yang memberikannya? Apakah mereka hidup sesuai dengan firman Tuhan? Apakah mereka mempunyai nama-nama yang baik di mata jemaat gereja Tuhan? Apakah tindakan-tindakan mereka sehari-hari sesuai dengan perkataan-perkataan mereka sendiri? Apakah ada motif-motif pribadi di balik nubuatan-nubuatan mereka? Siapakah yang tampak lebih menonjol di sana: Tuhan atau diri sendiri?
Tentu saja sebagian besar dari pertanyaan-pertanyaan itu juga bisa dipergunakan sebagai checklist bagi mereka yang merasa terdorong untuk ‘bernubuat’! Termasuk kedua pertanyaan ini: Apakah nubuatan itu akan membangun iman, dan bukan malah menjerumuskannya! Apakah konfirmasi dari Tuhan diperlukan … sebelum melakukannya?
Sering kali oleh karena keadaan yang tampak sangat menguntungkan, kita langsung menarik kesimpulan, bahwa itu adalah kehendak Tuhan yang sudah ditanamkan oleh-Nya di dalam hati kita untuk dinubuatkan. Seperti peristiwa yang terjadi pada raja Daud, ketika Saul memasuki gua di mana dia dan pasukannya sedang bersembunyi. Anak buahnya menyangka, bahwa TUHAN sudah menyerahkan dia kepada Daud untuk diperlakukan sesuai kehendaknya.
‘Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: “Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.” Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam.’ (1 Samuel 24:5) Di sini anak buah Daud bernubuat ketika melihat keadaan yang sangat menguntungkan mereka tersebut. Tidak diterangkan di sana, apakah Tuhan benar-benar berfirman atau itu hanya dugaan mereka belaka. Jelas sekali mereka ingin melihat Daud membunuh Saul saat itu juga. Tetapi Daud tidak menanggapi kesempatan itu sesuai keadaan, melainkan sesuai kehendak Tuhan! Karena Daud mengenal isi hati-Nya, ia tidak mau mencelakai orang yang sudah diurapi oleh Tuhan!
Beberapa tahun yang lalu seorang saudara seiman mengutarakan kejengkelan hatinya kepada saya, karena baru saja ia ditegur oleh gembala sidangnya. Ketika mendengar tentang apa yang menjadi sumber mata pencahariannya sehari-hari, pendeta itu berkata: “Casino adalah suatu bisnis yang terkutuk. Sebagai seorang Kristen, tidak seharusnya engkau bekerja di tempat maksiat seperti itu.”
Oh, … tentu saja teguran sekeras itu tidak hanya mengejutkan dia, tetapi juga ... saya! Memang tidak pada tempatnya menegur seseorang dengan cara demikian, apalagi sebagai gembala sidang gereja Tuhan. Pasti ada cara-cara lain yang lebih baik dan bijaksana, yang bisa ia pergunakan untuk mengutarakan keprihatinannya!
Teman kami menguraikan, bahwa semenjak ia tiba di kota Brisbane, Australia, untuk mengikuti suaminya, ia berusaha keras untuk mencari pekerjaan. Setelah melamar ke mana-mana tanpa tanggapan, akhirnya ia menerima kesempatan untuk bekerja di sebuah Casino yang tahun itu baru saja dibuka di kota kami, … di meja perjudiannya. “Kesempatan itu pasti berasal dari Tuhan, karena semenjak meninggalkan Indonesia aku sudah berdoa, agar Ia memberi aku pekerjaan di kota ini.” Ujarnya penuh semangat untuk membela dirinya! Dengan kata lain, sesuai imannya ia yakin, bahwa oleh karena tidak ada jalan lain yang tampaknya bisa mengabulkan keinginannya, jalan itu pasti berasal dari Tuhan.
Saya bisa memaklumi kesimpulannya, karena seperti yang sudah dilakukan oleh anak buah Daud, tidak jarang, … agar tampak benar, saya juga cenderung untuk mencocok-cocokkan hal-hal yang menguntungkan diri saya sendiri dengan isi firman Tuhan. Perlu diketahui, bahwa alkitab tidak pernah mendukung kesimpulan seperti itu, justru kebalikannya! (Matius 7:13-14) Tidak semua yang tampak positif, adalah yang terbaik untuk kita. Belum tentu semua yang membuat kita tampak berhasil dan makmur, adalah ‘kehendak’ Tuhan.
Memang tidak ada ayat-ayat alkitab yang melarang kita bekerja di Casino. Tetapi sebagai orang-orang yang beriman, kita seharusnya mampu membedakan mana yang berkenan di hati Tuhan, dan mana yang tidak. Karena orang-orang yang beriman akan selalu membaca alkitab, berusaha mendengarkan suara Tuhan, mengetahui rencana-rencana-Nya bagi kehidupan mereka, dan yang paling penting, bersedia untuk melakukan perintah-perintah-Nya! Iman adalah percaya kepada Tuhan dan percaya pada kebenaran firman-Nya! Karena di situlah letak sumber kebenaran hidup yang sejati!
Kendatipun teguran hamba Tuhan tersebut memberi kesan yang kurang menyenangkan, ternyata tidak lama sesudahnya beberapa musibah mulai terjadi di dalam kehidupan teman kami dan keluarganya. Pertama-tama suaminya terserang penyakit kanker otak yang cukup ganas, yang hanya oleh karena kasih karunia Tuhan saja berhasil dioperasi dan sembuh. Lalu kesehatannya sendiri menurun gara-gara rutin kerja sehari-hari yang akhirnya memaksa dia untuk mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Tetapi yang paling mencemaskan adalah status perkawinannya yang menjadi goncang sekali, disebabkan oleh karena konflik-konflik penuh kekerasan di dalam rumah tangganya yang semakin meruncing. Bertahun-tahun lamanya ia dan keluarganya kehilangan damai sejahtera Tuhan. Akhirnya … perceraian menjadi solusi yang tak terelakkan lagi!
“Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, …” (Roma 9:1)
(Bersambung)
MENDENGAR SUARA TUHAN (5)
SUARA SIAPA?
No comments:
Post a Comment