Oleh: John Adisubrata
SUARA ROH KUDUS
“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, …” (Yohanes 10:27)
Saya teringat akan nasihat yang saya berikan kepada Sharon, gadis remaja yang meminta pendapat kami mengenai masalah yang sedang ia hadapi, di mana pendeta muda di gerejanya berkata, bahwa Roh Kudus sudah ‘bersabda’ (memberi ilham) di dalam hatinya, bahwa Sharon adalah jodohnya yang sudah ditentukan oleh Tuhan. (Baca: Mendengar Suara Tuhan – Bab 1)
Berdasarkan pandangan yang baru saya uraikan di atas, saya berkata kepadanya: “Roh Kudus adalah Roh Allah yang berhati lembut dan bersikap sopan. Jika Ia benar-benar mempunyai rencana indah bagi kehidupan kalian berdua, tidak mungkin Ia hanya mengilhami hati pemuda itu saja, tanpa memberitahukannya kepadamu.”
Percakapan kami saya akhiri dengan sebuah nasihat: “Apabila seseorang bernubuat kepada kita di mana dirinya sendiri ikut tersangkut di dalamnya, serta akan memperoleh keuntungan darinya, lalu dengan berani mengatakan, bahwa Roh Kudus-lah yang menyuruh dia melakukannya, … kebenaran nubuatan itu justru harus segera diuji!”
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, mempunyai kemampuan untuk bisa mendengar suara Tuhan memang bukan suatu hal yang mudah. Diperlukan kemauan, ketaatan dan kerajinan untuk mempelajari firman-Nya, agar kita bisa menjadi lebih sensitif akan suara-Nya. Saya selalu berhati-hati untuk tidak membabi-buta di dalam mengkategorikan setiap suara yang ada di dalam hati atau pikiran saya sebagai suara Roh Kudus, sekalipun sering dianjurkan agar kita dengan iman menerimanya begitu saja, kalau perlu … mengucapkannya!
Ps Joyce Meyer, pelopor acara TV kristiani: ‘Enjoying Everyday Life’, pernah berkata: “Ada suatu garis yang sangat tipis, yang memisahkan suara Roh Kudus dari suara hati kita sendiri. Sering kali kita cenderung hanya bertindak menuruti suara-suara yang menyenangkan hati kita saja, … menyangka bahwa itulah yang dikehendaki oleh-Nya. Tapi kemudian, jika tindakan kita itu ternyata gagal, kita mengeluh apabila Tuhan tidak datang menolong! Padahal dari awalnya Ia tidak pernah ikut campur dengan keputusan yang kita ambil tersebut.” Jadi di manakah letak perbedaan suara Roh Kudus dengan suara kita sendiri, atau … suara-suara ‘musuh’ kita?
Saya pernah mendengar khotbah Ev Franky Sihombing melalui beberapa kaset, yang direkam ketika ia datang untuk memimpin KKR di kota kami hampir 15 tahun yang lalu. Ia berkata, bahwa jika kita mempunyai hubungan yang intim dengan Tuhan, kita bisa segera mengenali nada suara-Nya di antara suara-suara lain yang sering kali memenuhi pikiran dan hati kita. Ia memberi beberapa contoh sebagai ilustrasi untuk menjelaskannya.
Salah satu yang menarik perhatian saya adalah analogi hubungan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Di tempat umum (rumah sakit bersalin), di tengah-tengah kesimpang-siuran suara ibu-ibu dan tangisan bayi-bayi lainnya, ibu itu bisa mengenali nada suara tangisan bayinya sendiri. Begitu juga kebalikannya. Semua itu menjadi mungkin hanya oleh karena mereka mempunyai ikatan ‘batin’ yang begitu dekat!
Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan keintiman hubungan yang kita perlukan untuk bisa mempunyai kemampuan untuk mendengar suara Tuhan. Karena memang, persekutuan melalui doa dan kerajinan mempelajari alkitab, dengan berlalunya waktu akan membuat ‘telinga’ hati kita menjadi semakin peka akan suara Roh Kudus. Yesus menggunakan perumpamaan tentang keintiman hubungan seorang gembala dengan domba-dombanya untuk menjelaskan hal itu: “Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.” (Yohanes 10:4)
Berdasarkan pengalaman saya sendiri, saya bisa dengan yakin mengatakan, bahwa Tuhan sudah berusaha memprakarsai hubungan yang intim dengan umat-Nya jauh sebelum kita mengenal Dia. Begitu besar kasih-Nya kepada kita, sehingga Ia mau sabar menunggu saat-Nya untuk ‘bertindak’. Karena sedari dulu saya sudah tahu, ketika saya masih kanak-kanak, bahwa … suatu hal telah terjadi di dalam diri saya, jauh sebelum kami sekeluarga menjadi orang-orang yang beragama Kristen. Entah apa atau siapa yang berhasil mempengaruhi diri saya, tetapi sebagai seorang anak yang masih kecil, saya sudah merasa yakin sekali, bahwa ada suatu ‘alam’ ‘PRIBADI’ yang jauh lebih tinggi, yang tidak kelihatan secara kasat mata, berkuasa atas kita! lain di balik kebesaran mayapada yang tampak nyata ini, di mana
Selain itu entah mengapa, sedari kecil saya selalu merasa gentar untuk mengerjakan sesuatu yang saya ketahui adalah perbuatan-perbuatan yang jahat. Seolah-olah setiap kali saya tergoda untuk melakukannya, ada ‘suara’ yang memperingati hati nurani saya! Sekarang saya tahu, bahwa hanya oleh karena kasih karunia-Nya yang tak terbatas saja, sedari dahulu Roh Kudus sudah berusaha menghubungi saya. Bahkan sekalipun selama itu selalu saya acuhkan, Ia tetap bersedia untuk memperingati, melindungi, bahkan menuntun hidup saya! Jadi ketika saya masih kecil, Ia sudah mengaruniakan sebutir bibit iman di dalam hati, pada saat saya masih belum bisa memahami maknanya. (Mazmur 22:11) Karena memang, sesuai isi firman Tuhan, … iman adalah dasar dari segala sesuatu! (Ibrani 11:1)
Nabi Yeremia menjelaskan proses tersebut seperti ini: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5) Rasul Paulus mendukung pernyataan itu di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Efesus 1:4)
Penuh keharuan saya membaca kedua ayat tersebut untuk pertama kalinya tidak lama setelah kelahiran baru saya, di mana suara Roh Kudus dengan jelas sekali bersabda di dalam hati saya, bahwa seperti semua orang kristiani lainnya, saya juga sudah dipilih dan dikuduskan oleh Tuhan jauh sebelum saya dilahirkan, … bahkan sebelum dunia dijadikan. Sungguh suatu kehormatan yang luar biasa! Haleluya!
Saya teringat akan hari-hari terakhir sebelum hidup saya diubahkan oleh Tuhan. Selama itu hati nurani saya terus bergejolak, dipenuhi oleh suara-suara yang memperdebatkan sikap saya yang tegas menolak ajakan istri untuk pergi menghadiri malam konser musik kristiani dari Indonesia yang diadakan di kota kami. (Baca: Semuanya adalah Kasih Karunia – Bab 3) Karena pergumulan seperti itu sudah sering saya alami sebelumnya, seperti biasa saya menduga, bahwa suara-suara tersebut pasti berasal dari dalam hati atau pikiran saya sendiri. Tak pernah terbayangkan, bahwa setelah Tuhan membuka mata hati saya, ternyata di antaranya ada ‘suara-suara’ yang sebenarnya bukan suara hati saya sendiri.
Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Efesus: “…, karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Efesus 6:12) Sekarang saya mengerti, bahwa selain suara Roh Kudus, … dari alam itupun, yang sekarang saya ketahui adalah alam roh, sebenarnya asal suara-suara yang bukan suara hati kita sendiri, yang selalu berusaha untuk mencobai, mempengaruhi, bahkan menggugurkan iman kita!
Tugas kita hanyalah untuk belajar mengenali dan membedakannya, mana yang berasal dari Roh Kudus, dari kehendak diri kita sendiri, dan yang paling penting, yang berasal dari Iblis! Karena jika kita tidak bersandar sepenuhnya kepada isi firman Tuhan, dengan mudah ia juga bisa mengelabui mata hati kita melalui penglihatan, mimpi atau ilham di dalam hati! (2 Korintus 11:14) Ingatlah akan pengalaman Yesus, ketika Ia dicobai di padang gurun olehnya. Jawaban yang Ia berikan kepadanya selalu diawali dengan kata-kata: “Ada tertulis, …” (Lukas 4:1-13)
Teladan itulah yang harus selalu kita lakukan, agar sebagai orang-orang percaya yang mengasihi-Nya dengan sepenuh hati, kita tidak perlu merasa kuatir lagi. Karena Roh yang ada di dalam kita, jauh lebih besar dari pada roh-roh yang ada di dalam dunia ini! (1 Yohanes 4:4b) Alkitab mengatakan: “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.” (2 Korintus 1:21-22)
Saya menyadari, bahwa setiap orang mempunyai pengalaman-pengalaman sendiri bersama Roh Kudus. Tetapi kendatipun ada yang serupa, tidak seharusnya kita menuntut, bahwa yang dialami orang-orang lain mesti persis seperti pengalaman kita, … hanya oleh karena kita enggan untuk mempercayai kebenarannya. Memang tidak ada rumus-rumus tertentu yang diperlukan, agar kita bisa mengalami anugerah tersebut. Karena sebenarnya Roh Kudus selalu bersabda kepada kita melalui berbagai cara, … saat teduh, saat berdoa, saat membaca alkitab, saat mendengarkan firman, saat puji dan sembah, saat bercakap-cakap dengan orang-orang lainsekalipun bukan orang kristiani), saat menikmati keindahan alam semesta, dan lain sebagainya.
Nabi Yesaya menulis: “… Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yesaya 50:4c) Apabila kita mengadakan waktu untuk mendengarkan suara-Nya, Ia pasti akan berfirman kepada kita. Kepekaan hati kita saja yang diperlukan!
Terpujilah nama Tuhan untuk selama-lamanya. Haleluya!
John Adisubrata
Maret 2010