Kesaksian John Adisubrata
THE TRUE WORSHIPPERS: VOICE OF A GENERATION
“Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.” (Efesus 2:3)
Menjelang akhir bulan Maret 1997, sebuah rombongan yang dipimpin oleh Ev Jeffrey Rachmat datang dari Indonesia untuk melayani beberapa gereja kota-kota besar di Australia. Di samping Sydney dan Perth, kota Brisbane termasuk di dalam daftar perjalanan rombongan tersebut, yang terdiri dari dua grup artis pemusik yang dikenal di kalangan umat kristiani di Indonesia sebagai VOG (Voice of Galilee)* dan The True Worshippers. Mereka datang untuk mengadakan konser-konser musik rohani berkaitan dengan beberapa Revival Meetings (Kebaktian-Kebaktian Kebangunan Rohani) yang diadakan oleh gereja-gereja setempat.
Khususnya di kota kami, mereka datang untuk memberikan sebuah konser pada hari Sabtu malam, tanggal 29 Maret 1997. Besok siangnya, tanggal 30 Maret, mereka juga ikut mengambil bagian melayani ibadah gereja yang pada hari Minggu itu diselenggarakan secara khusus, karena gereja Indonesia yang pertama ada di kota Brisbane tersebut merayakan hari ulang tahun mereka yang keenam!
Melalui persekutuan wanita di bawah naungan gereja itu, isteri saya mendapat tawaran untuk membeli tiket konser. Semenjak beberapa minggu sebelumnya ia terlibat sebagai salah satu anggota yang ikut menghadiri acara-acara persekutuan mereka yang diadakan setiap hari Rabu pagi di rumah para anggotanya secara bergilir. Terus terang saja, saya kurang menyetujui keterlibatannya di sana! Karena memang sudah lama saya mendengar ‘keanehan’ tingkah laku para anggota gereja itu, terutama pendetanya, yang bisa dikategorikan sebagai orang-orang ‘fanatik’ yang amat menjengkelkan! Tetapi oleh karena setiap acara persekutuan mereka diadakan pada saat saya tidak berada di rumah, saya memilih untuk mengacuhkannya saja.
Sekalipun saya pernah mendengar istilah Revival Meeting, atau KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani), secara sambil lalu saja, pengertian saya mengenai arti dan tujuan pertemuan-pertemuan seperti itu sangat terbatas, bahkan salah kaprah sekali. Oleh karena itu ketika istri saya menyarankan kami bertiga untuk pergi menghadirinya, saya segera menolak usulnya dengan tegas! Berbagai alasan saya kemukakan kepadanya. Selain mengungkit-ungkit ketidak-setujuan saya akan keterlibatannya dengan persekutuan para wanita ‘aneh’ dari gereja Indonesia yang tidak saya sukai itu, saya juga menyatakan ketidak-simpatisan saya akan lagu-lagu rohani, yang menurut pendapat saya adalah genre musik berirama kuno yang kurang menarik dan membosankan.
Sampai kurang-lebih seminggu sebelum penampilannya, saya tetap bersikeras menolak untuk pergi ke konser tersebut.
Tetapi … tiba-tiba, suatu hal yang cukup mengherankan terjadi, yang pada waktu itu seolah-olah tidak mempunyai arti apa-apa bagi saya, karena tampak lumrah sekali. Di tengah-tengah ‘perdebatan panas’ yang sedang bergejolak di dalam hati nurani saya, antara penolakan tegas dan usaha untuk memahami keinginan istri, saya mendengar dengan jelas teguran lembut sebuah suara yang berusaha melunakkan pendirian saya. Berulang-ulang kali ia menganjurkan kepada saya sebuah saran yang terdengar cukup logis: “Dari pada engkau tinggal di rumah sendirian di malam Minggu, ikutlah pergi dengan mereka ke konser itu. Apa ruginya …?”
Jelas sekali suara itu berhasil meredakan gejolak di dalam hati saya, yang pada waktu itu masih terus ingin membangkang, ... berusaha untuk tetap menolak ajakan istri saya. Tetapi setelah menimbang-nimbang beberapa saat lamanya, akhirnya saya bisa ‘melihat’ kebenaran anjuran tersebut: “Benar juga, … jika aku ikut pergi, aku khan ‘nggak bakalan rugi.”
Sampai sekarang masih terdengar dengan jelas di dalam ingatan saya anjuran yang pada waktu itu sumbernya tidak mempunyai arti sama sekali. Karena saya menduga, itu berasal dari suara-suara hati nurani saya sendiri. Baru setelah kejadian ajaib yang akan saya ceriterakan di dalam kesaksian ini terjadi dan berlalu, ... mengingatnya kilas balik, saya menyadari ‘SIAPAKAH’ yang sebenarnya ikut terlibat di dalam menengahi ‘perdebatan panas’ yang berlangsung di dalam hati nurani saya tersebut.
Kendatipun masih disertai oleh rasa kurang senang, ... sambil tak henti-hentinya menggerutu di dalam hati, akhirnya saya menyetujuinya.
Untuk ibadah gereja di hari Minggu tanggal 30 Maret keesokan harinya, berkesinambungan dengan acara perayaan hari jadi mereka yang keenam, istri saya ditugaskan untuk membuat 100 biji kue sus. Oleh karena itu hari Sabtu siangnya, di tengah-tengah kesibukan rutin akhir pekan yang harus dilalui oleh setiap keluarga di Australia, ia mulai mempersiapkan pembuatan vla, isi kue susnya. Bahkan saya ditugasi untuk membantu mengolahnya di atas kompor.
Kesibukan-kesibukan itu membuat kami sekeluarga hampir terlambat untuk berangkat ke Brisbane City Hall, di mana konser tersebut diselenggarakan. Tergesa-gesa, dengan persiapan yang sangat acak-acakan, saya mengantarkan mereka ke sana tanpa mengharapkan apa-apa, selain untuk bisa melewati malam itu secepatnya.
Sikap saya yang amat ‘negatif’ sore itu, masih tetap terpancar ketika kami memasuki ruang konser di mana para pemusiknya sedang sibuk mempersiapkan sound system mereka di atas panggung. Nama kedua grup tersebut tidak pernah saya dengar sebelumnya, lagi pula malam itu … terus terang saja, oleh karena kejengkelan hati saya, saya tidak mempunyai keinginan sama sekali untuk mengenal mereka!
Saya sebenarnya adalah penggemar musik populer, yang selalu mengikuti setiap perkembangan terakhir yang terjadi di dunia musik internasional, terutama rock dan pop. Musik adalah salah satu passion saya yang terbesar! Selain gemar bermain gitar, sendirian atau bersama sahabat-sahabat yang seminat, meskipun hanya secara amatiran saja, saya juga senang mengumpulkan piringan-piringan hitam, kaset-kaset atau CDs dari artis-artis sekuler yang termasyhur di dunia. Koleksi saya cukup lengkap, beraneka ragam musik dari pelbagai-macam era, dari yang klasik sampai era yang terbaru. Itulah hobby saya yang terbesar semenjak dahulu. Tetapi, di antara koleksi itu ada satu jenis musik yang belum pernah termasuk di dalamnya: … lagu-lagu rohani!
Semenjak berkeluarga, saya tidak pernah merasa tertarik untuk memasang kaset-kaset rohani milik istri saya. Sering kali saya mengomentarinya dengan sinis sekali, kala memergoki dia sedang mendengarkan lagu-lagu tersebut. Selain mencap musik kristiani ‘boring’, saya juga menganggapnya sebagai musik yang ketinggalan zaman, kurang kreatif, bahkan kadang-kadang terdengar agak … kampungan!
Tapi itu pendapat saya ... dulu, sebelum bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus secara pribadi!
“Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, …” (Kolose 2:13)
* VOG juga pernah dikenal di kalangan kristiani di Indonesia sebagai Voice of Generation
(Bersambung)
SEMUANYA ADALAH KASIH KARUNIA (4)
Kesaksian John Adisubrata
KEAJAIBAN PERTAMA: SENTUHAN DARI SURGA
No comments:
Post a Comment