Oleh: John Adisubrata
HANCUR DAN REMUK
“Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk.” (Yesaya 57:15b)
Tetapi selain itu Tuhan juga tidak pernah mengatakan, bahwa Ia tidak mau menggunakan orang-orang yang berpendidikan, orang-orang yang terpandang dan kaya, atau orang-orang yang terkenal, yang dikagumi oleh masyarakat. Isi firman Tuhan membuktikannya, baik di dalam Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru.
Lukas, sahabat rasul Paulus, yang menulis Injil yang ketiga dan juga kitab Kisah Para Rasul, adalah seorang dokter. Oleh karena latar belakang bidang pekerjaannya yang membutuhkan kepribadian seseorang yang teliti, ia dipilih oleh Tuhan untuk menceriterakan kembali peristiwa-peristiwa bersejarah itu secara akurat dan terperinci sekali. Zakheus, yang bertobat ketika Yesus menumpang di rumahnya, adalah seorang kepala pemungut cukai yang amat berada. (Lukas 19:1-10) Yusuf dari Arimatea, seorang kaya-raya yang berkedudukan tinggi di dalam masyarakat, dipercayai oleh Tuhan untuk mengapani dan mengubur tubuh Yesus setelah penyaliban-Nya. (Matius 27:57-61) Lidia, yang menjadi percaya kepada Kristus oleh karena pelayanan rasul Paulus, juga dicatat di dalam Alkitab sebagai seorang pengusaha wanita yang berhasil pada zamannya. (Kisah Para Rasul 16:14-15)
Tuhan mengenal isi hati setiap insan, siapa pun juga orangnya yang akan dipanggil atau dipilih oleh-Nya. Ia hanya menolak orang-orang yang sombong, yang selalu merasa diri mereka paling pintar, paling sukses, paling terkenal, paling hebat, paling kaya, atau paling benar! Alkitab berkata, bahwa kecongkakan mata dan kesombongan hati yang menjadi pelita orang fasik adalah perbuatan dosa! (Amsal 21:4)
Tetapi oleh karena keajaiban kasih karunia Tuhan, … jika akhirnya mereka juga ditentukan untuk menjadi saksi-saksi-Nya, sikap-sikap hidup mereka akan dihancurkan dan diremukkan terlebih dahulu! Sifat-sifat yang jahat tersebut akan dibasmi, sebelum mereka dipercayai oleh Tuhan untuk mengerjakannya. Saulus, yang diubah menjadi rasul Paulus, mengalaminya ketika ia dilawat oleh Tuhan dalam perjalanannya ke kota Damsyik. (Kisah Para Rasul 9:1-19a)
Tidak jarang orang-orang seperti itu dipaksa turun ke suatu tingkat di mana kata ‘bawah’ benar-benar mempunyai arti yang sesungguhnya. Begitu rendahnya, sehingga tiada kemungkinan lain bagi mereka selain menatap ke atas, menunggu dan mengharapkan pertolongan dari sana.
Yusuf mengalaminya. (Kejadian 37-41) Yesus juga menyinggung prinsip tersebut di dalam perumpamaan termasyhur yang diceriterakan oleh-Nya mengenai anak yang hilang. (Lukas 5:11-32) Demikian pula Musa, yang dipersiapkan oleh Tuhan selama 40 tahun di negara orang, diubah dari seorang putra raja Mesir yang hidup penuh kelimpahan, menjadi seorang buronan dan penggembala domba yang tidak memiliki apa-apa. (Keluaran 2-3)
Roma 3:23: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, …”, menunjukkan, bahwa setiap orang, tanpa perkecualian, sebenarnya tidak berharga untuk dipanggil, bahkan untuk dipilih oleh-Nya! Tetapi ayat tersebut tidak berakhir di situ saja, melainkan disambung dengan sebuah tawaran anugerah sebagai solusinya: “…, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.”
Keangkuhan adalah dosa, tidak berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan jahat lainnya. Semua orang mewarisinya semenjak Adam dan Hawa melakukannya untuk pertama kali di taman Eden. Tidak ada seorang pun yang bisa mengatakan, bahwa mereka bebas dari dosa tersebut. Karena hanya memandang rendah orang-orang lain saja, sekalipun itu terjadi di luar kesadaran kita, adalah suatu tindakan kesombongan. Apalagi menolak atau meremehkan perintah-perintah Allah. Siapakah yang tidak pernah melakukannya?
Saya pernah! Bahkan terus terang saja, … kadang-kadang tanpa sadar saya masih melakukannya!
Dari seorang yang selalu merasa minder di masa kanak-kanaknya, saya yakin, saya tumbuh menjadi seorang yang (terkesan) angkuh sekali, karena saya selalu berusaha untuk menutupi kekurangan-kekurangan saya dengan memamerkan ‘kelebihan-kelebihan’ yang saya duga saya ‘miliki’. Saya menjadi bangga akan keberhasilan hidup saya, … baik di bidang pendidikan, di bidang pekerjaan, maupun di bidang pernikahan/keluarga. Kenyataan yang sesungguhnya, semua yang sudah berhasil saya capai, memang saya perjuangkan seorang diri, tanpa menerima bantuan dari siapapun juga. Di situlah saya menjadi lupa akan campur tangan Tuhan di dalamnya. Tanpa bakat-bakat yang Ia karuniakan, dan juga bantuan doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang kudus yang mengasihi saya, semua itu tidak mungkin terjadi.
Beberapa tahun sebelum saya menerima panggilan Tuhan, saya dihadapkan dengan dosa kesombongan itu melalui suatu rentetan peristiwa tidak menyenangkan yang harus saya lalui di bidang pekerjaan saya. Perubahan di bagian pimpinan kantor yang menyebabkannya. Dari seorang yang sebelumnya selalu dihargai dan diperhatikan kontribusinya, sesudah perubahan itu terjadi, saya menerima perlakuan yang berbeda 180 derajat! Merasa tertolak, sikap saya berubah dari seorang yang confident, menjadi seperti seorang yang baru kehilangan identitasnya. Saya merasa putus asa sekali, bahkan … menjadi bingung akan makna hidup saya di dunia! Kalau saat itu hati saya sudah terasa hancur sekali, jiwa saya jauh lebih remuk lagi! Seperti ingin mati saja!
Kemarahan yang tidak bisa saya salurkan kepada orang yang menyebabkannya, terus membara di dalam hati. Sebagai akibatnya, yang menjadi sasaran kegeramannya adalah orang-orang yang berada di sekitar saya! Hidup yang tadinya penuh ketenangan, tiba-tiba berubah penuh dengan konflik-konflik tegang yang tidak menyenangkan!
Sedikit yang saya ketahui pada saat itu, bahwa Tuhan sedang mempersiapkan sesuatu yang indah di tengah-tengah kehancuran hidup yang saya alami tersebut. Saya lahir baru setahun sesudah peristiwa itu berlalu! Ternyata untuk bisa mencapai titik terpenting itu, saya memerlukan waktu tiga tahun untuk dipersiapkan oleh Tuhan di mana Ia memaksa saya turun ke suatu tingkat di mana kata ‘bawah’ benar-benar mempunyai arti yang sesungguhnya. Begitu rendahnya, sehingga ketika Ia menawarkan keselamatan hidup dari sorga secara tiba-tiba dan tak terduga, dengan hati hancur dan jiwa yang remuk saya meraih kesempatan itu dan meresponinya. Mazmur 34:19 yang berkata: “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”, benar-benar dibuktikan oleh-Nya.
Apabila saat ini Anda sedang melalui saat-saat genting yang serupa, di mana Anda benar-benar tak berdaya tergeletak di ‘bawah’, bersiap-siagalah! Karena Tuhan sedang mempersiapkan sesuatu yang indah bagi Anda. Ingatlah akan kata metamorphoo yang sudah dibahas sebelumnya, karena dalam waktu dekat Anda akan mengalaminya juga! Haleluya!
Pertanyaan-pertanyaan seperti: “Siapakah aku ini, Tuhan?”, “Mengapa aku, Tuhan?” atau “Tuhan, apakah Engkau tidak keliru?”, ternyata lumrah sekali. Setiap orang yang dipanggil oleh-Nya akan selalu mempertanyakan kemampuan-kemampuan mereka, sebab di hadapan Tuhan segala sesuatu yang tidak berkenan akan dimusnahkan. Setiap orang yang ‘penuh’ dengan diri mereka sendiri akan ‘dikosongkan’ terlebih dahulu! Karena Roh Kudus hanya mau memenuhi nol-nol yang kosong saja.
Sampai sekarang saya tetap menyadari, bahwa bakat-bakat saya di pelbagai bidang, yang sudah saya uraikan sebelumnya, tidak berubah. Mereka tetap mediocre, … sama persis seperti ketika saya masih belum bertemu dengan Kristus. Tidak ada satupun di antaranya yang menonjol! Kendatipun demikian saya juga tahu, bahwa Tuhan mau memakai segala ketidak-sempurnaan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan tersebut, dan mengubahnya dari dalam dengan menambahkan kuasa-Nya, sehingga mereka bisa ‘menjelma’ menjadi alat-alat yang berguna untuk mendemonstrasikan kemuliaan dan kasih karunia-Nya.
Keindahan Tuhan akan selalu tampil keluar melalui bakat-bakat yang Ia karuniakan kepada Anda dan saya, pada saat kita mempersembahkan semuanya itu kembali kepada Dia.
Janganlah kuatir akan standar-standar kemampuan Anda, atau membanding-bandingkannya dengan ‘kecanggihan’ orang-orang lain. Tuhan melihat sikap hati kita, dan bukan tingkat-tingkat kemampuan kita! Tugas kita di dalam hal ini hanya mentaati kebenaran firman Allah yang mengatakan, bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah karunia-karunia yang harus kita persembahkan kembali kepada-Nya. (Roma 11:36)
Syair lagu ‘Something Beautiful’ di bawah ini, karya William dan Gloria Gaither, melukiskan keindahan transformasi yang akan terjadi, jika kita mau menyadari dan mempersembahkan segala kelemahan dan kekurangan-kekurangan kita kepada Tuhan:
Something beautiful, something good (Sesuatu yang indah, sesuatu yang baik)
All my confusion He understood (Segala kebingunganku Ia mengerti)
All I had to offer Him was brokenness and strife (Semua yang bisa kupersembahkan kepada-Nya hanyalah kehancuran dan masalah)
But He made something beautiful of my life (Tapi Dia membuat sesuatu yang indah dari hidupku)
Marilah dengan setia kita mengerjakan tugas-tugas yang sudah dipercayakan oleh Tuhan kepada kita. Selama kita masih mampu melakukannya, janganlah menunda-nunda kesempatan itu. Karena setiap orang mempunyai waktu yang sangat terbatas di dunia. Siapakah yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi besok? Biarlah kesempatan yang ada di hari ini kita pergunakan sebaik-baiknya, untuk menghindari penyesalan diri di kemudian hari, jika ternyata kita sudah tidak berdaya lagi untuk mengerjakannya.
Rasul Paulus menasehati jemaat di Korintus: “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1 Korintus 15:58)
Terpujilah nama Tuhan sampai selama-lamanya, karena kasih karunia-Nya yang besar. Dan terutama, … oleh karena kerelaan-Nya untuk menerima Anda dan saya seperti apa adanya. Haleluya!
Syalom,
John Adisubrata
April 2009
No comments:
Post a Comment