Oleh: John Adisubrata
TIGA PENYESUAIAN
“Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka.” (1 Korintus 9:22)
ILUSTRASI PERTAMA: Sari, seorang gadis remaja yang bermukim di kota Surabaya, merasa yakin sekali, bahwa panggilan hidupnya adalah untuk selalu bekerja bersama anak-anak kecil yang masih ingusan. Selain ia belajar di salah satu perguruan tinggi di kotanya untuk menjadi seorang guru taman kanak-kanak (atau sekolah dasar), ia juga mengambil bagian pelayanan sekolah minggu di gerejanya. Di sana Sari mengerti akan kedudukannya sebagai seorang pengasuh dan sekaligus pendidik anak-anak yang berusia muda sekali. Oleh karena itu, penuh pengertian dan kesabaran yang amat mengagumkan, ia terus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan mereka.
Tidak jarang Sari harus memerankan seorang ibu, terkadang seorang ayah, seorang kakak, seorang penuntun, seorang sahabat, seorang teman bermain, bahkan jika perlu, ia juga harus bersedia mengambil tindakan-tindakan yang tegas. Tetapi satu hal terpenting yang harus selalu ia lakukan, adalah … merendahkan tingkat usianya sendiri, setimpal tahun-tahun yang dibutuhkan, agar ia menjadi setara dengan anak-anak asuhannya. Karena mereka akan merasa ‘comfortable’ dan akrab sekali tatkala bercakap-cakap dengan Sari, memakai perbendaharaan kata-kata sederhana yang mereka miliki. Semua itu dilakukan oleh Sari dengan sepenuh hati, sebab ia ingin menabur benih kasih Kristus ke dalam hidup mereka sedini mungkin.
Oleh karena itu Sari sangat dikasihi oleh anak-anak momongannya, bahkan orang-orang tua mereka pun menyayanginya, serta menghargai pelayanan gadis mungil berwajah manis tersebut. Di situlah letak keberhasilan segala upaya pelayanan Sari di ladang Tuhan, yaitu dengan menyesuaikan dirinya sedemikian rupa, sehingga ia bisa menjadi sederajat dengan anak-anak kecil yang sedang diraih olehnya bagi Kerajaan Allah!
ILUSTRASI KEDUA: David adalah seorang pria muda, anggota jemaat gereja kami di kota Brisbane, Australia. Beberapa tahun yang lalu kami berdua pernah melayani di bidang musik dalam waktu yang bersamaan. David berwajah tampan, ‘boyish’, dan mempunyai perawakan tubuh yang cukup tinggi, tegap dan gagah. Mudah sekali untuk mengkategorikan dirinya ke dalam kelompok pria-pria muda yang bertampang ‘above average’! Oleh karena itu, bukan merupakan sesuatu hal yang mengherankan, jikalau banyak gadis remaja sepelayanan kami yang ‘terpesona’ dan jatuh cinta dengan pemuda ganteng ini. Terutama gadis-gadis yang ‘merasa’ yakin sekali, bahwa mereka mempunyai penampilan luar yang ‘seimbang’ dengan dirinya!
Tetapi anehnya, perhatian David hanya ditujukan kepada Jane, seorang gadis pendiam yang gemar menyendiri. Dibandingkan dengan gadis-gadis lain yang berumur sebaya dengan dia, raut muka dan perawakan tubuh Jane boleh dikatakan sangat ‘ordinary’, atau lebih tepat lagi … di bawah rata-rata! Warna kulitnya pucat, dandanannya ketinggalan zaman, bahkan cara-cara Jane mengenakan pakaian pun sangat acak-acakan dan kurang menarik. Berbeda dengan gadis-gadis lain segenerasi dengannya, Jane sama sekali tidak memiliki ketrampilan untuk ‘memoles’ kekurangan-kekurangannya.
Di luar pengertian mereka yang ‘merasa’ jauh lebih berharga untuk menjadi pasangan David, ternyata jejaka berparas ‘awet muda’ tersebut benar-benar jatuh hati dengan Jane. Banyak yang menjadi sewot, karena menolak untuk menerima kenyataan yang sesungguhnya! Mereka merasa cemburu sekali, mengetahui bahwa bukan diri mereka yang menjadi gadis pilihan David!
Yang lebih menakjubkan lagi, … dan ini adalah puncak dari segala sesuatu yang sampai sekarang tidak dapat dipahami oleh pengertian gadis-gadis ‘cantik’ tersebut: Pada waktu David mengetahui, bahwa Jane sebenarnya adalah seorang gadis yang … bisu dan tuli, David menjadi semakin mabuk kepayang mengasihinya, dan bersikeras untuk mengawininya.
Ia menyadari, bahwa tanpa kesediaan diri untuk mengorbankan waktu yang cukup lama guna mempelajari ‘sign language’ orang-orang yang senasib dengan Jane, ia takkan pernah bisa bercakap-cakap dengan gadis idamannya tersebut. Oleh karena itu, ia mendaftarkan dirinya di sekolah TAFE (Technical and Further Education) kota Brisbane untuk mengikuti kursus ‘bahasa isyarat’ orang-orang gagu dan tuli.
Melalui pengorbanannya, David berhasil mendekati dan berkomunikasi dengan Jane. Akhirnya, … mereka menikah, hidup berbahagia, dan sekarang sudah dikaruniai oleh Tuhan beberapa orang anak yang sehat. Di situlah letak keberhasilan segala usaha dan jerih payah David, yaitu dengan menyesuaikan dirinya sedemikian rupa, sehingga ia menjadi sederajat dengan Jane.
ILUSTRASI KETIGA: Ps Gary Skinner dan isterinya Marilyn, adalah pasangan hamba-hamba Tuhan yang berasal dari Kanada. Menjelang akhir dasawarsa ke-70 mereka menyadari panggilan Tuhan untuk melayani umat-Nya di Uganda, salah satu negara termiskin di benua Afrika yang saat ini dikenal di dunia sebagai negara yang paling memusuhi bangsa-bangsa berkulit putih. Sebelum keberangkatan mereka pada tahun 1979 sebagai misionari-misionari Kristus, mereka mempersiapkan segala-galanya dengan seksama. Mereka berusaha mempelajari bahasa daerah orang-orang Uganda, sifat, sikap dan kebiasaan-kebiasaan, bahkan tradisi-tradisi yang dipeluk oleh penduduk negara tersebut.
Beberapa tahun kemudian Ps Gary Skinner dan keluarganya mulai merintis sebuah gereja kecil di kota Kampala. Kendatipun mereka harus melintasi pelbagai-macam tantangan dan rintangan-rintangan yang tidak mudah, gereja tersebut tumbuh dengan kecepatan yang luar biasa. Data terakhir menyatakan, bahwa jumlah anggota jemaat gereja mereka saat ini sudah melampaui 13000 orang.
Di kota yang sama mereka juga mendirikan sebuah panti asuhan bagi anak-anak yatim piatu, yang dinamai: ‘Watoto Child Care Ministries’. Di situ mereka mengasuh lebih dari 1200 anak-anak tunawisma di bawah umur yang sudah ditinggal mati oleh segenap anggota keluarga mereka, akibat penyakit AIDS yang melanda dengan ganasnya di negara tersebut! Mereka mempunyai keyakinan besar, bahwa di masa mendatang anak-anak asuhan dan didikan mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin penting negara yang percaya kepada Kristus, yang akan memerintah Uganda dengan penuh rasa gentar kepada Tuhan.
Berdasarkan pelayanan untuk anak-anak yatim piatu tersebut, mereka juga membentuk sebuah grup paduan suara yang dinamai: ‘Watoto Children’s Choir’. Sebuah nama yang sekarang sudah menjadi termasyhur sekali di beberapa bagian dunia. Penampilan konser-konser paduan suara anak-anak kecil yang menarik, unik dan ‘menggemaskan hati’ itu mengemukakan kasih mereka yang tulus dan berapi-api kepada Tuhan, diiringi oleh beberapa khoreografi ‘upbeat’ dan manis, yang asli berasal dari benua mereka.
Pelayanan tersebut bisa berhasil, hanya oleh karena kemauan mereka untuk mengorbankan waktu menyesuaikan diri, sehingga mereka menjadi relevan hidup di sebuah negara yang mempunyai gaya hidup yang berbeda kontras dengan negara mereka sendiri. Pengorbanan yang terbesar, adalah kerelaan mereka untuk meninggalkan taraf hidup negara blok pertama yang tinggi, menuju ke suatu taraf kehidupan negara orang, yang amat tidak terjamin. Keluarga Skinner bersedia menyesuaikan tingkat kehidupan mereka sedemikian rupa, sehingga taraf hidup merekalah yang menjadi sederajat dengan taraf kehidupan penduduk negara Uganda!
“Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat.” (1 Korintus 10:33)
(Bersambung)
RELEVAN:
KEMARIN, HARI INI DAN BESOK (3)
TELADAN OPTIMAL
No comments:
Post a Comment